Liputan6.com, Jakarta - Investor asing dinilai masih memiliki harapan dan sikap positif terhadap pasar saham Indonesia meski masih bersikap wait and see selama masa transisi pemerintahan.
Mengutip riset PT Schroder Investment Management Indonesia, ditulis Minggu (21/7/2024), IHSG naik 1,33 persen pada Juni 2024 dengan aliran keluar dana asing Rp 1,5 triliun. Pada Juni 2024, pasar saham bergejolak seiring isu rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) yang secara bertahap akan menjadi 50 persen dipandang negatif oleh investor. Meski demikian, isu tersebut tidak benar dan pemerintah masih berencana jaga defisit fiskal di bawah 3 persen pada 2025.
Advertisement
Pasar kemudian pulih dengan investor yang memburu saham-saham blue chip yang sedang berada di posisi terendah. Namun, investor asing masih dalam wait and see karena perkembangan terkini di Indonesia membuat mereka lebih hati-hati untuk saat ini.
"Kami menilai saham Indonesia saat ini diperdagangkan pada valuasi yang layak pada 12-13 kali price earning (PE) yang merupakan diskon dibandingkan dengan negara Amerika Serikat, Jepang dan India,"
Adapun pada akhir Maret 2024, Prabowo-Gibran diumumkan sebagai presiden dan wakil presiden terpilih yang dinilai positif oleh pasar karena akan melanjutkan kebijakan pemerintahan Jokowi sebelumnya. Hal itu dinilai mengurangi ketidakpastian.
Kebijakan yang diusulkan juga dipandang pro pertumbuhan dan itu positif bagi pasar saham. Namun, pasar saham global secara keseluruhan berubah menjadi berisiko pada kuartal II 2024 karena ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan ketidakpastian kebijakan bank sentral Amerika Serikat atau the Federal Reserve (the Fed).
"Selain itu, investor juga lebih berhati-hati terhadap Indonesia dalam jangka pendek sambil memantau transisi ke pemerintahan baru,” demikian seperti dikutip.
Investor Asing Masih Wait and See
Schroders menilai, komunikasi kebijakan dan anggota kabinet sangat penting pada saat ini. Sementara itu, stabilisasi rupiah adalah kunci lain untuk mendukung pasar. “Pemilihan saham adalah kuncinya saat ini dalam pandang kami,”
Schroders melihat meski terjadi gejolak pasar baru-baru ini, investor asing masih memiliki harapan dan sikap positif terhadap Indonesia meski masih bersikap wait dan see selama masa transisi pemerintahan.
Di sisi lain, Schroders menyatakan,aliran dana ke China sudah mulai berkurang seiring dengan kenaikan valuasi, sedangkan secara fundamental, pemulihan ekonomi China masih lamban.
Sementara itu, pihaknya melihat valuasi yang mahal di negara lainnya yakni India, Taiwan dan Jepang. Sedangkan investor domestik terlihat koleksi saham yang telah terpukul dalam beberapa bulan terakhir termasuk saham blue chip dan saham defensif di sektor konsumen. "Selain faktor politik, kami berpendapat pergerakan rupiah dan kinerja keuangan perusahaan menjadi kunci faktor pergerakan pasar dalam beberapa bulan ke depan,”
Advertisement
Kinerja IHSG 15-19 Juli 2024
Sebelumnya, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot 0,45 persen pada 15-19 Juli 2024. Analis menilai, koreksi IHSG didorong sentimen global.
Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), ditulis Sabtu (20/7/2024), IHSG turun 0,45 persen ke posisi 7.294,49 dari pekan lalu di posisi 7.327,58 pada penutupan pekan lalu. Kapitalisasi pasar bursa anjlok 0,96 persen ke posisi Rp 12.358 triliun. Pekan lalu, kapitalisasi pasar tercatat Rp 12.478 triliun.
Rata-rata volume transaksi harian merosot 5 persen menjadi 16,48 miliar saham dari 17,41 miliar saham pada penutupan pekan lalu. Selanjutnya rata-rata nilai transaksi harian tersungkur 8,23 persen menjadi Rp 9,6 triliun dari Rp 10,46 triliun pada pekan lalu. Investor asing membukukan aksi beli saham Rp 754,87 miliar selama sepekan. Sepanjang 2024, investor asing jual saham Rp 2,78 triliun.
Kinerja sektor saham juga beragam selama sepekan. Sektor saham energi naik 1,71 persen, sektor saham konsumer nonsiklikal bertambah 0,45 persen, sektor saham konsumer siklikal menguat 1,35 persen dan sektor saham transportasi bertambah 1,42 persen.
Selanjutnya sektor saham basic materials merosot 1,58 persen, sektor saham industri turun 0,01 persen, sektor saham perawatan kesehatan terpangkas 0,22 persen. Selain itu, sektor saham keuangan susut 0,03 persen, sektor saham properti melemah 0,60 persen, sektor saham teknologi susut 0,31 persen dan sektor saham infrastruktur tergelincir 1,16 persen.
Analis PT MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana menuturkan, IHSG melemah 0,45 persen cukup wajar setelah empat minggu berturut-turut, IHSG mencatat penguatan signifikan. Herditya mengatakan, ada sejumlah sentimen yang pengaruhi IHSG terutama sentimen global.
Apa Saja Sentimen IHSG?
Pertama, perlambatan ekonomi di mana awal pekan lalu, tercatat produk domestik bruto (PDB) China pada kuartal II 2024 sebesar 4,7 persen YoY dari kuartal I 2024 sebesar 5,3 persen YoY.
Kedua, meningkatnya ekspektasi investor terhadap rencana pemangkasan suku bunga the Federal Reserve (the Fed) pada September 2024 setelah pidato the Fed yang menunjukkan pertanda dovish.
Dari data konsensus juga menunjukkan ada peningkatan probabilitas menjadi 91,7 persen untuk memangkas suku bunga 5-5,25 persen. “Ketiga, dari domestik Bank Indonesia masih menahan suku bunga acuan 6,25 persen. Keempat, nilai tukar rupiah masih menunjukkan pelemahan,” ujar Herditya saat dihubungi Liputan6.com.
Herditya mengatakan, pekan depan, investor akan mencermati beberapa rilis dtaa antara lain suku bunga China. Di mana diperkirakan suku bunga masih akan ditahan pada level 3,45 persen. Kemudian pergerakan nilai tukar rupiah yang masih tertekan. Selanjutnya harga komoditas terutama komoditas energi antara lain minyak mentah dan batu bara. "Untuk area support IHSG berada di 7.149 dan resistance 7.354,” ujar dia.
Selain itu, total emisi obligasi dan sukuk yang sudah tercatat sepanjang 2024 adalah 92 emisi dari 60 emiten senilai Rp77,28 triliun. Dengan pencatatan dua obligasi, satu sukuk, total emisi obligasi dan sukuk yang tercatat di BEI berjumlah 603 emisi dengan nilai nominal outstanding sebesar Rp487,72 triliun dan USD54,758 juta, yang diterbitkan oleh 134 emiten.
Surat Berharga Negara (SBN) tercatat di BEI berjumlah 186 seri dengan nilai nominal Rp6.049,24 triliun dan USD502,10 juta. Selain itu, di BEI telah tercatat sebanyak 10 emisi EBA dengan nilai Rp2,93 triliun.
Advertisement