Liputan6.com, Jakarta Kejadian tak terduga terjadi di sebuah pengadilan di provinsi Sichuan, China barat daya, pada bulan Maret 2024 lalu. Seorang pria bermarga Wan yang seharusnya membayar denda sebagai bagian dari hukuman atas kejahatannya justru mendapatkan denda tambahan akibat cara pembayaran yang tidak lazim.
Baca Juga
Advertisement
Pada hari pembayaran, Wan tiba di pengadilan dengan membawa tiga tas besar berisi uang tunai sebagai kompensasi denda sebesar 10.000 yuan atau setara dengan Rp 22.2 juta. Isi dari ketiga tas tersebut adalah koin dan uang kertas dengan denominasi rendah.
Media berita The Cover melaporkan bahwa proses penghitungan uang ini memakan waktu tiga jam dengan melibatkan petugas pengadilan dan 10 staf bank.
Namun, masalah muncul ketika uang tersebut dihitung. Sebagian besar uang yang dibawa Wan dalam kondisi kotor dan tidak layak diterima. Akibatnya, jumlah total yang diterima kurang 1.400 yuan atau sekitar Rp 3.1 juta dari jumlah yang seharusnya.
Pengadilan kemudian memutuskan untuk mendenda Wan sebesar 2.000 yuan atau setara dengan Rp 4.4 juta. Hingga kabar ini tersebar di media sosial, tak sedikit netizen yang kritis. Berikut Liputan6.com merangkum fenomena viral di ranah hukum ini melansir dari South China Morning Post, Senin (22/7/2024).
Disebut Merugikan Pengadilan
Alasan pengadilan mendenda Wan adalah karena ia dinilai telah membuang-buang sumber daya peradilan dengan membawa uang tunai dalam kondisi yang tidak layak dan tanpa penjelasan yang masuk akal mengenai penggunaan koin dalam jumlah besar. Keputusan ini memicu perdebatan di media sosial daratan China.
Peristiwa ini menarik perhatian banyak orang di platform media sosial China, salah satunya adalah Douyin. Pengguna media sosial memberikan berbagai tanggapan terhadap putusan pengadilan tersebut. Ada yang mempertanyakan apakah koin bukan merupakan mata uang resmi di negara tersebut, mengingat koin tetap memiliki nilai tukar yang sah.
Beberapa pengguna lain merasa bingung mengapa Wan harus didenda lebih lanjut. Mereka berpendapat bahwa meskipun tindakan Wan mungkin mengganggu proses pengadilan, hal tersebut tidak serta merta melanggar hukum. Menurut mereka, membawa uang dalam bentuk koin tidak seharusnya dianggap sebagai pelanggaran yang pantas untuk dikenai denda tambahan.
Namun, ada juga yang berpendapat bahwa tindakan Wan memang tidak pantas dan bisa dianggap sebagai upaya untuk menghambat proses hukum. Mereka mendukung keputusan
Advertisement
Pengadilan Pakai Animasi Mesin Capit Sebar Daftar Buronan
Kantor Pengadilan di Kabupaten Hengfeng, China, mengadopsi pendekatan kreatif untuk menyebarkan informasi tentang para buronan kepada masyarakat. Mereka menggunakan animasi mesin capit boneka untuk menampilkan para tersangka yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Menurut laporan SCMP, Jumat (28/6/2024), kantor pengadilan ini menciptakan animasi di mana foto para tersangka dimasukkan ke dalam mesin capit boneka. Mesin tersebut kemudian "menangkap" kepala tersangka dan memasukkannya ke lubang hadiah. Setelah itu, informasi lengkap tentang buronan, termasuk hadiah uang yang akan diterima warga jika berhasil menemukannya, muncul di layar.
Salah satu buronan yang ditampilkan dalam animasi ini adalah Feng Xiaoyuan dari Zhuhai, Provinsi Guangdong. Feng menjadi buron setelah gagal membayar utang sebesar 950.000 yuan atau sekitar Rp 213,46 juta.