Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri RI, Abdul Kadir Jailani menyebut putusan International Court of Justice (ICJ) menjadi momentum bagi masyarakat dunia untuk memberikan pengakuan kepada Palestina.
Abdul Kadir Jailani mengatakan, setidaknya ada dua hal penting yang perlu dipekuat usai ICJ menyatakan bahwa pendudukan Israel di Palestina itu ilegal.
Advertisement
"Pertama kita terus mendorong penyelesaian two state solution. Karena two state solution merupakan opsi untuk permasalah Palestina dan kedua adalah mendorong pengakuan terhadap negara Palestina," kata Abdul Kadir Jailani dalam press briefing bersama awak media di Ruang Palapa Kemlu RI pada Senin (22/7/2024).
"Saya rasa ini penting, kita melihat adanya advisory opinion, semakin menguatkan masyarakat internasional untuk memberikan pengakuan kepada negara Palestina."
Abdul Kadir Jailani juga memaparkan bahwa Indonesia harus melihat keputusan ICJ yang pada esensinya ada dua hal pokok.
"Meminta masyarakat internasional dan negara lain maupun PBB dalam hal ini Dewan Keamanan (DK) untuk tidak mengakui ilegal situation atau situasi ilegal," kata Abdul Kadir Jailani.
"Jadi jelas, bahwa Indonesia akan terus mendukung upaya tersebut dan kedua bagaimana mendorong PBB dalam DK PBB dan majelis umum untuk memikirkan dan mempertimbangkan modalitas (how to do, what to do, and when to do)."
Mengenai bagaimana Israel mundur dari wilayah pendudukan, menurut Abdul Kadir Jailani ini bukan langkah mudah.
"Saat ini yang dilakukan Menlu Retno bersama PTRI New York adalah mengkaji secara mendalam dengan berkoordinasi dengan semua negara yang terkait, untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya."
ICJ Sebut Pendudukan Israel di Wilayah Palestina Melanggar Hukum
International Court of Justice atau Mahkamah Internasional memutuskan pada hari Jumat (19/7/2024) bahwa kehadiran Israel di wilayah pendudukan Palestina adalah ilegal, dan meminta negara tersebut untuk berhenti membangun pemukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas memuji keputusan tersebut, sementara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan keputusan tersebut tidak dapat mengubah "legalitas pemukiman Israel di seluruh wilayah tanah air kami".
Mengutip AP dan AFP, Minggu (21/7/2024), Mahkamah Agung PBB mengatakan pada hari Jumat (19/7) bahwa kehadiran Israel di Wilayah Palestina "melanggar hukum" dan menyerukan Israel angkat kaki, agar kehadiran Israel di wilayah tersebut diakhiri dan pembangunan pemukiman segera dihentikan. Hal ini menimbulkan kecaman yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap pemerintahan Israel atas tanah yang mereka rebut 57 tahun lalu.
Dalam pendapat yang tidak mengikat, Mahkamah Internasional atau ICJ merujuk pada serangkaian kebijakan, termasuk pembangunan dan perluasan pemukiman Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, penggunaan sumber daya alam di wilayah tersebut, aneksasi dan pemaksaan terhadap Israel. kendali permanen atas tanah dan kebijakan diskriminatif terhadap warga Palestina, yang semuanya dikatakan melanggar hukum internasional.
Advertisement
Penyalahgunaan Status Israel
Panel yang beranggotakan 15 hakim mengatakan "penyalahgunaan status Israel sebagai kekuatan pendudukan" menjadikan "kehadirannya di wilayah pendudukan Palestina melanggar hukum." Dikatakan bahwa kehadiran mereka yang terus berlanjut adalah "ilegal" dan harus diakhiri "secepat mungkin".
Dikatakan bahwa Israel harus segera mengakhiri pembangunan pemukiman dan pemukiman yang ada harus dihapus, menurut pendapat setebal 83 halaman yang dibacakan oleh Presiden pengadilan Nawaf Salam.
Israel, yang biasanya menganggap PBB dan pengadilan internasional tidak adil dan bias, tidak mengirimkan tim hukum ke sidang tersebut. Namun pihaknya menyampaikan komentar tertulis, dengan mengatakan bahwa pertanyaan yang diajukan ke pengadilan bersifat prasangka dan gagal mengatasi masalah keamanan Israel. Para pejabat Israel mengatakan intervensi pengadilan tersebut dapat merusak proses perdamaian, yang telah stagnan selama lebih dari satu dekade.