Liputan6.com, Jakarta Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jatim Mia Amiati menyebut penanganan dugaan kasus korupsi di PT Industri Kereta Api (INKA) di Kota Madiun, tidak mudah karena melibatkan negara lain.
Maka itu, Mia mengaku masih koordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Advertisement
"Kami juga memiliki enam orang auditor dari bidang pengawasan yang sudah bersertifikasi, untuk membantu mendalami kasus tersebut," ujarnya, di Surabaya, Senin (22/7/2024).
Mia menjelaskan, pihaknya terus mendalami kasus dugaan proyek fiktif senilai Rp 167 triliun ini. Dalam proyek itu, PT INKA mengekspor kereta api ke Republik Demokratik Kongo (DRK).
"Kasus dugaan korupsi PT INKA ini memang menarik. Selain angkanya cukup besar, penyidik menemukan ada dugaan aliran dana, tetapi proyeknya tidak ada alias fiktif," ucapnya.
Selain itu, Mia enggan berspekulasi siapa pihak yang bertanggungjawab dalam kasus ini. Mengingat penyidik masih berupaya keras dalam mengumpulkan alat bukti, yang nantinya dapat ditemukan siapa pihak yang bertanggungjawab atas kasus dugaan korupsi ini.
"Dalam tindak pidana korupsi tentu tidak hanya satu orang saja, pasti ada lebih dari satu orang. Tentu kami akan segera mengupayakan prosesnya," katanya.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim, Saiful Bahri Siregar menambahkan bahwa pihaknya masih meminta bantuan BPKP melakukan audit.
Dari rangkaian proses penyidikan, Saiful menyebut menemukan adanya pengeluaran uang yang tak jelas peruntukannya sebesar Rp 28 miliar.
"Jadi, kami menemukan uang yang keluar dan tidak ada peruntukkannya sekitar Rp 28 miliar. Tapi kami masih menunggu hasil audit BPKP, apakah temuan itu bisa dikatakan sebagai kerugian negara atau tidak," kata Saiful.
Terus Kumpulkan Barang Bukti
Dalam kasus PT INKA ini, Saiful menegaskan Kejati Jatim masih terus berupaya mengumpulkan barang bukti. Termasuk dalam melakukan penggeledahan di kantor PT INKA yang berada di Jl Yos Sudarso, Madiun, pada Senin, 15 Juli 2024.
"Ada sekitar 400 dokumen yang kami bawa usai penggeledahan, dan saat ini masih dipelajari terkait pidananya. Yang pasti, kami masih melakukan penyidikan selama dua minggu ini, dan berupaya melengkapi alat-alat bukti. Kalau sudah ada penetapan tersangkanya, kami nanti akan undang rekan-rekan media," tandasnya.
Seperti diketahui, kasus ini bermula dari rencana PT INKA dan afiliasinya di awal tahun 2020 untuk mengerjakan proyek Engineering Procurement and Construction (EPC) transportasi dan prasarana kereta api di Republik Demokratik Kongo (DRC). Fasilitasinya dilakukan oleh sebuah perusahaan asing.
Perusahaan asing tersebut kemudian menyampaikan kebutuhan pengerjaan proyek lain sebagai sarana pendukung, yaitu penyediaan energi listrik di Kinshasa, DRC.
PT INKA Multi Solusi (PT IMST), bagian afiliasi PT INKA, bersama dengan TSG Utama, diduga memiliki kaitan dengan perusahaan fasilitator, membentuk perusahaan patungan di Singapura bernama JV TSG Infrastructure. Tujuannya untuk mengerjakan penyediaan energi listrik.
PT INKA kemudian memberikan sejumlah dana talangan kepada JV TSG Infrastructure tanpa jaminan. Hingga saat ini, penyidik Kejaksaan telah memeriksa 18 orang saksi, termasuk dari pihak INKA dan afiliasinya, TSG Infrastructure, dan pihak terkait lainnya.
Dugaan perbuatan melawan hukum dalam pemberian dana talangan tersebut merugikan keuangan negara. Hingga saat ini, BPKP Perwakilan Jawa Timur masih melakukan proses penghitungan kerugian negara.
Advertisement