Kementerian ESDM Bakal Terbitkan Permen soal Implementasi Carbon Capture

Kementerian ESDM telah menyusun peta jalan transisi energi di sektor energi. Sebagaimana diketahui bahwa sektor ESDM ini ada dua sisi.

oleh Tira Santia diperbarui 23 Jul 2024, 11:45 WIB
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dadan Kusdiana, dalam diksuis perdagangan dan bursa karbon Indonesia 2024, Selasa (23/7/2024). (Tira/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan sedang menyelesaikan berbagai aturan turunan terkait implementasi Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, serta Penangkapan, Pemanfaatan dan Penyimpanan Karbon atau Carbon Capture and Storage (CCS) pada Kegiatan Usaha Hulu Migas

"Kami sekarang juga sedang menyelesaikan aturan-aturan untuk implementasinya. Salah satunya adalah dalam bentuk Permen, ini sudah selesai proses harmonisasi dan sekarang sedang dalam proses untuk mendapatkan izin dari Presiden," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM), Dadan Kusdiana, dalam diksuis perdagangan dan bursa karbon Indonesia 2024, Selasa (23/7/2024).

Dadan mengatakan, saat ini di Kementerian SDM memang sedang fokus untuk melakukan transisi energi untuk mendukung pencapaian net zero emisi di tahun 2060 atau lebih cepat.

Untuk mendukung hal tersebut, Kementerian ESDM telah menyusun peta jalan transisi energi di sektor energi. Sebagaimana diketahui bahwa sektor ESDM ini ada dua sisi.

Pertama adalah bahwa di sektor ESDM, sektor yang memang menyebabkan emisinya sendiri, terutama kalau kita menggunakan bahan bakar fosil.

Penggunaan Energi Baru Terbarukan

Tapi di sisi yang lain, di sektor ESDM juga berpeluang berkontribusi untuk menurunkan emisi tersebut, apakah itu dalam bentuk penggunaan energi baru terbarukan atau dalam bentuk energi yang rendah karbon atau juga yang sekarang sedang didorong adalah bagaimana sektor ESDM juga berkontribusi secara langsung dalam bentuk penyerapan, dalam bentuk penyimpanan dari karbon tersebut atau biasa dikenal dengan carbon capture and storage (CCS).

Untuk kebijakan ini telah terbit Peraturan Presiden nomot 14 tahun 2024. Aturan tersebut, kata Dadan, menjadi satu-satunya payung hukum untuk pengembangan kebijakan carbon capture and storage di dalam negeri.

"Dalam rangka memenuhi kemampuan tersebut tentunya diperlukan adanya peran dari pelaku usaha. Untuk itu pemerintah Indonesia telah menerbitkan peraturan Presiden nomor 98 tahun 2021 tentang penyelenggaran nilai ekonomi karbon untuk pencapaian target kontribusi, yang ditetapkan secara nasional dan pengendalian emisi gas rumah kaca dalam pembangunan nasional," pungkasnya.


Nilai Transaksi Bursa Karbon Capai Rp 36 Miliar

Mengurangi jejak karbon. (Foto: Freepik)

Sebelumnya, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Iman Rachman mengungkapkan bursa karbon telah memperdagangkan lebih dari 600 ribu ton unit karbon setara CO2 dengan total nilai transaksi melebihi Rp 36 miliar.

“Sedangkan pengguna jasa juga telah berkembang dari 16 pengguna jasa di hari pertama perdagangan menjadi hampir 70 pengguna bursa karbon,” kata Iman dalam sambutannya pada acara Diskusi & Konferensi Pers Road to SAFE 2024, Senin (22/7/2024).

Iman menambahkan, di Bursa Efek Indonesia (BEI), setidaknya 90 persen emiten tercatat sudah melaporkan laporan keberlanjutan untuk tahun 2022.

Adapun Iman menambahkan, demi mendorong perusahaan tercatat menjadi role model di pasar modal Indonesia, BEI telah menyediakan indeks saham terkait environmental, social, and governance (ESG), memberikan insentif berupa pengurangan biaya pencatatan untuk obligasi berwawasan lingkungan.

"Kemudian ada kerja sama dengan lembaga penilai ESG internasional untuk melakukan layanan ESG atas perusahaan tercatat di BEI maupun pelayanan ESG scoring bagi Bursa Efek Indonesia," jelas Iman.

Selain itu, Iman menuturkan regulator terus mendorong perusahaan untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam berbisnis selaras dengan penerapan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik. 


Mengintip Potensi Pasar Perdagangan Karbon Kredit di Indonesia

Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap Muara Karang yang berlokasi di daerah Pluit, Jakarta Utara. PT PLN (Persero) akan segera melantai di Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon), dan mengklaim bakal menjadi trader terbesar dengan membuka setara hampir 1 juta ton CO2.Dok PLN

Sebelumnya, Anggota Badan Hubungan Legislatif Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN Indonesia), Dede Indra Permana Soediro, menyampaikan pernyataan terkait potensi perdagangan karbon kredit di bursa karbon international. 

Mekanisme perdagangan karbon kredit saat ini telah dilakukan oleh negara-negara maju, dengan adanya insentif berbasis pasar bagi pihak yang berhasil melakukan upaya-upaya penurunan karbon. Di bursa karbon dunia pada tahun 2023 mencatat nilai perdagangan hingga USD 480 miliar atau setara Rp 8.000 triliun.

Dede  menjelaskan Indonesia mempunyai hutan tropis ketiga terbesar di dunia dengan luas area 125,9 juta hektar mampu menyerap 25 miliar ton emisi karbon. 

“Apabila Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dapat memanfaatkan potensi perdagangan karbon kredit maka bisa dibayangkan berapa besar pemasukan negara melalui pajak dan PNBP," kata Dede dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (21/7/2024).


Jangan Tertinggal

Dede Indra Permana yang juga menjabat sebagai Anggota Komisi III DPR RI ini menambahkan, potensi pasar internasional untuk perdagangan karbon kredit ini sangat masif, sayangnya regulasi kita belum memperbolehkan perdagangan karbon kredit di perdagangan internasional. 

“Harapan kami akan ada pembahasan terkait regulasi perdagangan karbon kredit untuk pasar internasional sehingga kita tidak tertinggal dari negara-negara maju yang telah lebih dulu memasuki perdagangan kredit karbon ini,” jelasnya.

Tak hanya itu, Dede menegaskan dengan adanya regulasi ini pastinya akan menambah nilai tambah Pemerintah karena konsen dengan isu yang sedang berkembang.

"Potensi karbon kredit kita terlalu besar untuk hanya diperdagangkan dalam bursa karbon dalam negeri. Alangkah baiknya kita mempunyai payung hukum yang lebih kuat terkait perdagangan karbon kredit di perdagangan internasional." pungkasnya.

  

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya