Analis: Gerak Harga Bitcoin Tak Terkait Politik, Tapi Lebih ke Kinerja Dolar AS

Laporan Copper mencatat bahwa perilaku pasar Bitcoin sering kali mencerminkan perilaku mata uang fiat utama lainnya, yang menguat ketika Indeks Dolar AS (DXY) menurun.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 23 Jul 2024, 14:00 WIB
Dalam sepekan terkhir, harga Bitcoin telah menguat lebih dari 6%, melonjak dari sekitar USD 63,500 pada 15 Juli 2024 menjadi sekitar USD 68.000. Bitcoin - Image by MichaelWuensch from Pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Analis memperkirakan lonjakan harga Bitcoin (BTC) baru-baru ini  lebih disebabkan oleh ekspektasi pasar terhadap pelemahan dolar Amerika Serikat (USD). Oleh karena itu, ia melihat bahwa spekulasi pemilu AS 2024 tidak berhubungan langsung dengan kenaikan atau penurunan harga kripto tersebut.

"Dinamika Bitcoin lebih kompleks dengan kecenderungan bergerak berlawanan arah dengan kekuatan atau kelemahan dolar AS. Selain itu, setiap pemerintahan yang menghasilkan pertumbuhan kemungkinan akan membuat investor kembali ke kelas aset yang lebih bergejolak,” kata kepala penelitian Copper, Fadi Aboualfa, dikutip dari Cointelegrapgh, Selasa (23/7/2024).

Menurut analisis kripto Copper, meningkatnya kemungkinan mantan Presiden AS Donald Trump memenangkan masa jabatan kedua dalam pemilu November telah menyebabkan kenaikan harga.

Namun, pergerakan Bitcoin mungkin terkait dengan ekspektasi pasar bahwa dolar AS akan melemah terhadap mata uang lainnya, seperti yang pernah terjadi di bawah kepemimpinan Partai Republik di Gedung Putih.

Dalam sepekan terkhir, harga Bitcoin telah menguat lebih dari 6%, melonjak dari sekitar USD 63,500 pada 15 Juli 2024 menjadi sekitar USD 68.000.

Laporan Copper mencatat bahwa perilaku pasar Bitcoin sering kali mencerminkan perilaku mata uang fiat utama lainnya, yang menguat ketika Indeks Dolar AS (DXY) menurun.

Tren ini terlihat pada tahun 2017 dan 2021 ketika BTC mencapai titik tertinggi sepanjang masa karena dolar melemah.

Dolar AS telah turun rata-rata sebesar 10% selama periode ketika presiden Partai Republik menjabat sejak tahun 1969, menunjukkan melemahnya dolar AS dibandingkan mata uang utama lainnya.

Di sisi lain, dolar telah meningkat rata-rata sebesar 8% selama periode ketika presiden Partai Demokrat menjabat sejak tahun 1969.

Analisis Copper menyebut, hal yang penting untuk diperhatikan bukanlah kekuatan absolut indeks dolar AS, melainkan ekspektasi pasar terhadap kinerjanya di masa depan.

"Jika pasar terus mengantisipasi kemenangan Partai Republik tahun ini, mungkin ada asumsi potensi melemahnya dolar AS, terutama mengingat dolar saat ini diperdagangkan pada level tertinggi sejak tahun 2002," beber Fadi Aboualfa dalam analisanya terkait dampak kinerja USD tehadap Bitcoin.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.


Jerman Bikin Harga Bitcoin Longsor, Apa Sebabnya?

Ilustrasi Bitcoin (iStockPhoto)

Diwartakan sebelumnya, Bitcoin dilaporkan terjual berlebihan pada Juni 2024, setelah pemerintah Jerman memulai penjualan atas 50.000 BTC yang disita dalam penyelidikan pada tahun 2020 terhadap Movie2k, sebuah platform streaming untuk konten bajakan.

Aksi jual tersebut membuat harga Bitcoin anjlok dari level USD 70,000 (Rp 1,1 milair) pada awal Juni 2024 ke level terendah kurang dari USD 55,000 (Rp 892,1 juta) selama penurunan singkat di Juli.

Hal itu diungkapkan dalam laporan yang disusun oleh manajer aset ARK Invest.

"Berdasarkan keuntungan/kerugian pemegang jangka pendek dan arus keluar penambang, Bitcoin tampak terjual berlebihan," ungkap ARK Invest dalam laporannya, dikutip dari Cointelegraph, Senin (22/7/2024).

"Tingkat (arus keluar penambang) saat ini menunjukkan bahwa para penambang menyerah, pertanda pembalikan bullish," bebernya.

Minat berkelanjutan investor terhadap dana yang diperdagangkan di bursa (ETF) BTC telah menjadi sinyal bullish lainnya, menurut ARK.

Laporan ARK Ivest mencatat bahwa aksi jual tajam BTC tidak memicu eksodus massal dari ETF BTC spot.

Disebutkan juga, salah satu risiko terhadap kinerja kuat BTC yang berkelanjutan adalah data ekonomi global.

Keuntungan perusahaan terus menurun seiring berkurangnya kekuatan harga, yang merupakan tanda melemahnya perekonomian, ungkap ARK Ivest.

Harga Bitcoin juga menghadapi potensi hambatan dari pembayaran kembali pertukaran mata uang kripto Mt. Gox sebesar USD 9 miliar dalam bentuk BTC kepada kreditor.

Namun, tidak seperti aksi jual mendadak di Jerman, kreditor mungkin memilih untuk mempertahankan Bitcoin, sehingga mengurangi dampak potensial terhadap pasar yang lebih luas, kata analis industri.


Jerman Diperkirakan Rugi Rp 2 Triliun Gara-Gara Bitcoin, Kok Bisa?

Ilustrasi Bitcoin (Ist)

Pemerintah Jerman diperkirakan kehilangan potensi keuntungan sebesar USD 124 juta atau sekitar Rp.2 triliun karena penjualan Bitcoin (BTC) yang terlalu cepat.

Melansir Cointelegraph, Senin (22/7/2024) negara bagian Saxony di Jerman pada 13 Juli 2024 menyelesaikan penjualan 50,000 Bitcoin simpanan yang disita dari situs pembajakan film, movie2k, menghasilkan sekitar USD 2,87 miliar atau sekitar Rp.46,5 triliun.

Dengan melakukan hal tersebut, mereka memperoleh keuntungan lebih dari USD 740 juta (Rp.12 triliun) jika dibandingkan dengan biaya akuisisi sebesar USD 2,13 miliar (Rp.34,5 triliun) pada bulan Januari 2024.

Namun, tepat setelah penjualannya, harga Bitcoin meroket hingga 16,55%, didorong lebih tinggi menyusul insiden penembakan terhadap mantan presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang sejak itu meningkatkan peluangnya untuk terpilih kembali pada Pilpres AS 2024.

Peluang pemerintah Saxony untuk menghasilkan keuntungan maksimum adalah yang tertinggi pada bulan Maret 2024, ketika BTC mencatat rekor harga tertingginya menjadi sekitar USD 74,000.

Penjualan teoretis sebesar 50.000 BTC pada Maret dapat menghasilkan keuntungan sebesar USD 1,5 miliar (Rp.24,3 triliun) bagi negara itu.

Sementara itu, penurunan BTC sebesar 12% selama penjualan pemerintah Jerman juga menyebabkan hangusnya keuntungan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya