Nasib 50 WNI Korban TPPO di Sydney: Dijadikan PSK dan Bekerja 12 Jam Sehari

Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro mengungkap kontrak kerja yang dibuat oleh dua tersangka FLA (36) dan SS alias Batman kepada 50 WNI yang jadi korban TPPO.

oleh Tim News diperbarui 23 Jul 2024, 16:19 WIB
Dir Tipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro. Dia mengatakan, Polri tidak akan menyerah mencari Dito Mahendra yang sudah menjadi tersangka dan buron. (Merdeka.com/ Nur Habibie)

Liputan6.com, Jakarta - Polri bersama Australian Federal Police (AFP) kepolisian Australia terus mendalami terkait kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang dialami Warga Negara Indonesia (WNI) di Sydney, Australia.

Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro mengungkap kontrak kerja yang dibuat oleh dua tersangka FLA (36) dan SS alias Batman kepada 50 WNI yang jadi korban TPPO.

“Ditemukan juga file draft perjanjian kerja sebagai PSK di dalam laptop tersangka yang mana perjanjian kerja tersebut diberikan kepada calon PSK sebelum berangkat ke Sydney Australia,” kata Djuhandani saat jumpa pers, Selasa (23/7/2024).

Adapun isi dari perjanjian itu, tidak memuat secara detail hak-hak korban seperti asuransi, gaji, jam kerja maupun jenis pekerjaan. Melainkan hanya berupa biaya sewa dan kewajiban bekerja selama berada di Sydney.

“Memuat tentang biaya sewa tempat tinggal 1 minggu sebesar 100 AUD, gaji 1 bulan pertama ditahan sampai 3 bulan atau kontrak selesai. Jam kerja 10-12 jam/hari, kerja minimal 20 hari/bulan,” tuturnya.

Selain itu, korban juga diminta untuk menandatangani surat perjanjian utang piutang. Dengan konsekuensi wajib membayar Rp50 juta apabila memutus kontrak kerja secara tiba-tiba dalam tempo waktu tiga bulan sejak pertama bekerja.

"Korban harus membayar utang tersebut (kalau memutus kontrak kerja)" ujar dia.

 


Pelaku Raup Keuntungan Ratusan Juta

Ilustrasi Perdagangan Orang. Ilustrasi: Dwiangga Perwira/Kriminologi.id

Lewat bisnis ilegalnya yang berjalan sejak 2019, FLA tersangka yang bertugas merekrut sampai mengirim korban ke Sydney dan SS selaku mucikari yang berada di Australia berhasil meraup keuntungan ratusan juta rupiah.

“Dari pengakuan tersangka jaringan ini sudah melakukan aktivitas sejak tahun 2019. Dimana jumlah WNI yang direkrut dan diberangkatkan sebagai pekerja seks komersial di Australia kurang lebih 50 orang. Dan tersangka dalam hal ini sudah mendapatkan keuntungan kurang lebih Rp500 juta,” jelasnya.

Akibat perbuatannya, FLA yang ditangkap di Indonesia disangkakan Pasal 4 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan diancam dengan pidana penjara maksimal 15 tahun.

"Kami akan terus bekerja sama dengan AFP, Divhubinter Polri dan Kemlu untuk menelusuri tersangka lainnya dan membantu mengidentifikasi para korban yang telah diberangkatkan oleh jaringan ini," katanya.

 

Reporter: Bachtiarudin Alam

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya