70 Desa di Bangkalan Rawan Kekeringan, Pemkab Mulai Salurkan Air Bersih

Jumlah desa terdampak kekeringan pada musim kemarau saat ini lebih banyak dibanding 2023. Menurut Kalaksa pada 2023, jumlah desa yang mengalami kekeringan sebanyak 61 desa, tersebar di sembilan kecamatan.

oleh Erik diperbarui 24 Jul 2024, 14:00 WIB
Ilustrasi pendistribusian air bersih (Istimewa)

Liputan6.com, Bangkalan - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bangkalan, Jawa Timur mulai menyalurkan bantuan air bersih ke sejumlah desa terdampak kekeringan di wilayah itu.

Kepala Pelaksana (Kalaksa) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pemkab Bangkalan Geger Heri Susianto mengatakan ada 70 desa rawan kekeringan.

"Ada sebanyak 70 desa di Kabupaten Bangkalan ini yang terdata rawan kekeringan dan kekurangan air bersih saat kemarau seperti sekarang ini," kata dia di Bangkalan, Jawa Timur, Selasa (23/7/2024).

Ia menjelaskan, sebanyak 70 desa yang rawan kekeringan itu tersebar di 10 kecamatan Saat ini, sambung dia, pihaknya sudah menetapkan status siaga darurat kekeringan.

Jumlah desa terdampak kekeringan pada musim kemarau saat ini lebih banyak dibanding 2023. Menurut Kalaksa pada 2023, jumlah desa yang mengalami kekeringan sebanyak 61 desa, tersebar di sembilan kecamatan.

"Saat ini sebanyak 70 desa, dan tersebar di 10 kecamatan. Jadi ada tambahan satu kecamatan, sedangkan jumlah desa bertambah sebanyak sembilan desa," katanya.

Heri lebih lanjut menjelaskan, jenis kekeringan yang melanda Kabupaten Bangkalan ini terdiri dari kering kritis dan kering langka.

Yang dimaksud dengan kering kritis adalah kekeringan yang terjadi, karena pemenuhan air di dusun mencapai 10 liter lebih per orang per hari, dan jarak yang ditempuh masyarakat untuk mendapatkan ketersediaan air bersih sejauh tiga kilometer (km) bahkan lebih.

Sedangkan yang dimaksud dengan kering langka, kebutuhan air di dusun itu di bawah 10 liter saja per orang, per hari. Jarak tempuh dari rumah warga ke sumber mata air terdekat sekitar 0,5 kilometer hingga tiga kilometer.


Polusi Meningkat Saat Kemarau

Dokter spesialis paru Astri Indah Prameswari dari Eka Hospital BSD menuturkan memasuki musim kemarau membuat udara menjadi kering. Sehingga, baik itu kuman, bakteri ataupun virus bisa terbang terbawa debu.  

"Polusi itu banyak pengaruh atau pencetusnya. Bisa disumbang dari pabrik atau manufaktur, asap kendaraan, kebakaran hutan. Kemudian diperparah oleh musim, terutama kemarau, karena dia kering dan panas, sehingga kelembapan udara mempengaruhi polusi," ungkap Astri.

Terlebih di bulan Juni hingga Agustus saat musim kemarau tiba, debu akan mudah berterbangan bersamaan dengan kuman yang rentan masuk ke dalam saluran pernapasan. Bukan hanya itu, polusi juga bisa berdampak ketika masuk ke dalam mata, telinga, ataupun menempel pada kulit.

Bila memiliki riwayat alergi, maka rentan mengalami iritasi ringan hingga berat. Misalnya terlalu lama berdiri di pinggir jalan, bisa mengakibatkan mata perih, berair, hingga merah. 

"Makanya terkadang, bila sudah terlalu lama kemarau, pemerintah akan melakukan langkah hujan buatan, itu fungsinya untuk memflashing udara dari polusi, karena kalau dibiarkan akan berdampak buruk bagi kesehatan," ungkap Astri kepada media pada Kamis, 27 Juni 2024.

Infografis Kemarau Panjang, Indonesia Terancam Kekeringan. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya