Menlu Retno Harap Kesepakatan Damai Hamas-Fatah Hasilkan Aksi Nyata

Indonesia selalu mengedepankan persatuan dalam upaya mewujudkan perdamaian bagi Palestina.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 24 Jul 2024, 15:49 WIB
Utusan Fatah Mahmoud al-Aloul, Menteri Luar Negeri China Wang Yi, dan perwakilan Hamas Mussa Abu Marzuk di Beijing pada 23 Juli 2024. (Dok. AFP/Pool/Pedro Pardo)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia berharap kesepakatan damai antara Hamas dan Fatah yang dimediasi China dapat menghasilkan implementasi nyata.

Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Luar Negeri RI (Menlu RI) Retno Marsudi.

"Disepakatinya Deklarasi Beijing oleh para pemangku kepentingan di Palestina merupakan langkah maju dalam mendorong rekonsiliasi dan persatuan bangsa Palestina, utamanya di tengah konflik yang berlangsung di Gaza," ujarnya dalam pernyataan tertulis yang diterima Liputan6.com, Rabu (24/7/2024).

"Indonesia berharap apa yang telah disepakati dapat diimplementasikan."

Menlu Retno mengatakan bahwa Indonesia selalu menyampaikan isu persatuan dalam setiap pertemuan dengan fraksi-fraksi di Palestina.

"Persatuan merupakan kunci bagi upaya mewujudkan perdamaian dan masa depan Palestina," lanjut dia.

Hamas dan Fatah menandatangani perjanjian untuk mengakhiri perpecahan dan memperkuat persatuan Palestina. Hal tersebut dilaporkan stasiun televisi China, CCTV, pada hari Selasa (23/7), menyusul kesepakatan yang ditengahi oleh China.

Pengumuman tersebut menyusul perundingan rekonsiliasi yang melibatkan 14 faksi Palestina di Beijing, yang dimulai pada Minggu (21/7).

Menteri Luar Negeri China Wang Yi menuturkan, perjanjian itu didedikasikan untuk rekonsiliasi besar dan persatuan seluruh 14 faksi Palestina.

 


Permusuhan Hamas-Fatah

Warga Palestina membentang bendera negara mereka, bergembira menyambut rekonsiliasi antara Hamas dan Fatah (AP Photo/Khalil Hamra)

PLO merupakan koalisi partai-partai yang menandatangani perjanjian damai dengan Israel pada tahun 1993 dan membentuk pemerintahan baru, yakni Otoritas Palestina (PA).

Fatah mendominasi PLO dan PA, pemerintahan sementara Palestina yang didirikan di Tepi Barat yang diduduki Israel setelah perjanjian tahun 1993 yang dikenal sebagai Perjanjian Oslo ditandatangani. Hamas sendiri tidak mengakui Israel.

Hamas dan Fatah memiliki sejarah panjang permusuhan sengit. Kedua belah pihak telah mencoba – dan gagal – berkali-kali mencapai kesepakatan untuk menyatukan dua wilayah Palestina yang terpisah di bawah satu struktur pemerintahan dan perjanjian tahun 2017 dengan cepat berubah menjadi kekerasan.

PA memegang kendali administratif atas Jalur Gaza hingga tahun 2007, setelah Hamas memenangkan pemilihan legislatif tahun 2006 dan mengusirnya dari jalur tersebut. Sejak itu, Hamas menguasai Gaza dan PA menguasai sebagian Tepi Barat.


Persimpangan Sejarah

Utusan Fatah Mahmoud al-Aloul, Menteri Luar Negeri China Wang Yi, dan perwakilan Hamas Mussa Abu Marzuk di Beijing pada 23 Juli 2024. (Dok. AFP/Pool/Pedro Pardo)

Pada konferensi pers hari Selasa di Beijing, perwakilan delegasi Hamas Mousa Abu Marzook mengatakan mereka telah mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan jalan rekonsiliasi.

"Kita berada di persimpangan bersejarah. Rakyat kami bangkit dalam upaya mereka untuk berjuang," kata Abu Marzook, menurut terjemahan yang diberikan oleh Kementerian Luar Negeri China, seraya menambahkan bahwa operasi Hamas pada 7 Oktober 2023 telah banyak membawa perubahan, baik dalam lanskap internasional maupun regional.

Perjanjian damai ini muncul ketika China menampilkan dirinya sebagai suara utama bagi Global South yang mengecam perang Israel di Jalur Gaza dan menyerukan pembentukan Negara Palestina.

China sejauh ini belum secara eksplisit mengecam Hamas atas serangannya terhadap Israel pada 7 Oktober.

Namun, ketika para pemimpin negara-negara Arab mengunjungi Beijing pada bulan Mei, Presiden Xi Jinping mengecam penderitaan luar biasa di Timur Tengah dan menyerukan konferensi perdamaian internasional sekalipun para pengamat mempertanyakan sejauh mana pengaruh geopolitik China di wilayah di mana AS telah lama berada di sana dan menjadi kekuatan yang dominan.


Perjanjian Damai Hamas-Fatah

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. (Dok. AFP)

Perjanjian damai Hamas dan Fatah juga ditandatangani ketika Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berada di Amerika Serikat (AS) untuk kunjungan yang sangat dinanti-nantikan, dimana dia akan bertemu dengan para pejabat tinggi AS dan berpidato di depan Kongres.

Hamas dan Fatah menandatangani perjanjian rekonsiliasi di Kairo pada Oktober 2017 di bawah tekanan negara-negara Arab, yang dipimpin oleh Mesir. Berdasarkan kesepakatan tersebut, pemerintah persatuan baru seharusnya mengambil kendali administratif atas Jalur Gaza dua bulan kemudian, mengakhiri satu dekade persaingan yang dimulai ketika Hamas mengusir PA dari Gaza pada tahun 2007.

Namun, aspirasi luhur perjanjian itu dengan cepat runtuh. Ketika Perdana Menteri PA Rami Hamdallah mengunjungi Jalur Gaza pada Maret 2018, dia menjadi sasaran upaya pembunuhan ketika sebuah bom meledak di dekat konvoinya. Fatah yang dipimpin Hamdallah segera menyalahkan Hamas atas serangan itu.

Infografis Perang Israel-Hamas Lewati 100 Hari. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya