PPN Bakal Naik Tahun Depan, Siap-Siap!

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan kenaikan PPN 12 persen telah masuk dalam proses penyusunan postur dan target penerimaan pajak tahun 2025.

oleh Tira Santia diperbarui 25 Jul 2024, 18:14 WIB
Ilustrasi Pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan kenaikan PPN 12 persen telah masuk dalam proses penyusunan postur dan target penerimaan pajak tahun 2025.

 

“Semua asumsi semua antisipasi apa pun (kenaikan PPN 12 persen) sudah dijadikan dasar dalam membuat postur (APBN 2025). Jadi sebenarnya memang sudah dihitung semua,” kata Susiwijono saat ditemui di Kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (25/7/2024).

Menurutnya, kenaikan PPN sebesar 12 persen diklaim mampu mendorong penerimaan negara dari pajak. Diketahui dalam RAPBN 2025, target rasio perpajakan pada RAPBN 2025 ditetapkan sebesar 10,09-10,29 persen dari PDB.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, menegaskan pihaknya akan mempertimbangkan kondisi perekonomian dalam rencana kenaikan PPN 12 persen.

“Nah kalau itu nanti kita lihat kemampuan ekonomi dalam negeri,” katanya.

Disisi lain, Airlangga optimis dengan adanya sistem pajak canggih yakni Core Tax Administration System (CTAS) bisa mendorong rasio pajak Indonesia naik dikisaran 12 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

"Tax ratio kan ditargetkan dinaikan kembali ke 12 persen dari PDB. Ya tentu kita harus kejar juga pendapatan lebih tinggi dan salah satu yang juga dipersiapkan di Kemenkeu adalah digitalisasi dengan Core tax," ujar Airlangga.

Airlangga pun berharap sistem pajak canggih, yakni Core Tax Administration System (CTAS) segera bisa diimplementasikan dengan cepat di akhir tahun 2024. 


Defisit APBN 2025 Disepakati 2,29-2,82% dari PDB

Pemandangan gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan di Jakarta, Selasa (5/4/2022). Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 menjadi 5,1 persen pada April 2022, dari perkiraan sebelumnya 5,2 persen pada Oktober 2021. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sebelumnya, Defisit ditetapkan 2,29 persen-2,82 persen dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Hal itu telah disepakati Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN), dan Bank Indonesia, serta Badan Anggaran (Banggar) DPR.

“Defisitnya sudah diputuskan 2,29 persen. Dan hitungan prediksi saya, untuk pemerintahan baru menjaga kesinambungan fiskal, hitungan saya (defisit) paling maksimal sekitar 2,4-2,5 persen,” ujar Ketua Banggar DPR Said Abdullah di Jakarta, Kamis, 4 Juli 2024, seperti dikutip dari Antara.

Untuk pendapatan negara, ia menambahkan, ditargetkan mencapai 12,30-12,36 persen dari PDB dengan proyeksi penerimaan negara sebesar Rp2.900-3.000 triliun.

Said Abdullah menuturkan, target tersebut diputuskan secara hati-hati dengan mempertimbangkan perkembangan kondisi global, termasuk geopolitik dan rantai pasok (supply chain), yang masih belum stabil, sehingga kondisi perekonomian nasional belum sepenuhnya pulih dari dampak perlambatan akibat pandemi.

"Itu kami memutuskan sudah dengan hati-hati sekali, tidak asal memutuskan, bahkan kalau effort (upaya) pemerintah bisa penerimaan negara itu 12,3 persen (dari PDB), itu sudah kan luar biasa," kata Said.

Said menuturkan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dapat menjadi sumber pendapatan negara yang yang lebih dapat diandalkan daripada pajak dan cukai. Selain itu, menurut dia, diperlukan reformasi perpajakan serta implementasi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang efektif agar dapat mewujudkan target penerimaan tersebut.

 


Perkuat Pengelolaan Belanja

Indonesia diproyeksi mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang positif ke depan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Said juga menyoroti diperlukannya langkah yang efektif dalam penyaluran Transfer ke Daerah (TKD) untuk memperkuat pengelolaan belanja dan penerimaan negara.

"Pemerintah bisa mencari terobosan yang bersifat terstruktur dan institusional, menghilangkan ego sektoral antarkementerian dan lembaga yang terlibat dalam pengelolaan TKD. Perlu kebijakan untuk menerbitkan pedoman dan peraturan terkait yang terintegrasi dan tersinkronisasi antara satu dengan lainnya sebelum tahun anggaran dimulai," ujar dia.

Dalam kesempatan tersebut, juga disepakati belanja negara sebesar 14,59-15,18 persen dari PDB, belanja pemerintah pusat 10,92-11,17 persen dari PDB, TKD 3,67-4,01 persen dari PDB, keseimbangan primer -0,14 hingga -0,61 persen dari PDB, pembiayaan investasi 0,3-0,5 persen dari PDB, serta rasio utang 37,82-38,71 persen dari PDB.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya