Bertemu Netanyahu, Kamala Harris Desak Israel Sepakati Gencatan Senjata dengan Hamas

Kamala Harris mengaku tidak akan diam atas penderitaan di Jalur Gaza.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 27 Jul 2024, 12:05 WIB
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu saat bertemu dengan Wakil Presiden Amerika Serikat Kamala Harris di Washington, DC, pada Kamis (25/7/2024). (Dok. AP Photo/Julia Nikhinson)

Liputan6.com, Washington, DC - Wakil Presiden Amerika Serikat (Wapres AS) Kamala Harris pada hari Kamis (25/7/2024) mengaku dia mendesak Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu untuk segera mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas, sehingga puluhan sandera yang ditawan sejak 7 Oktober 2023 dapat kembali ke rumah.

Harris mengatakan bahwa dia telah melakukan percakapan yang "blak-blakan dan konstruktif" dengan Netanyahu di mana dia menegaskan hak Israel untuk membela diri, namun juga menyatakan keprihatinan yang mendalam tentang tingginya jumlah korban tewas di Jalur Gaza selama sembilan bulan perang dan situasi kemanusiaan yang "mengerikan" di sana.

Wapres AS itu sebagian besar menegaskan kembali pesan lama Joe Biden bahwa sudah waktunya untuk menemukan akhir dari perang brutal di Jalur Gaza, di mana lebih dari 39.000 warga Palestina telah tewas. Dia memberikan nada yang lebih tegas tentang urgensi saat ini hanya satu hari setelah Netanyahu memberikan pidato berapi-api di hadapan Kongres AS, di mana dia membela perang, bersumpah atas "kemenangan total" melawan Hamas, dan hanya menyebutkan sedikit tentang negosiasi gencatan senjata.

"Ada gerakan penuh harapan dalam pembicaraan untuk mengamankan kesepakatan," kata Harris kepada wartawan tak lama setelah bertemu dengan Netanyahu seperti dilansir kantor berita AP, Jumat (26/7). "Dan seperti yang baru saja saya sampaikan kepada PM Netanyahu, sekarang saatnya untuk menyelesaikan kesepakatan ini."

Sebelumnya pada hari yang sama, Netanyahu bertemu secara terpisah dengan Biden, yang juga telah meminta Israel dan Hamas untuk mencapai kesepakatan yang terdiri atas tiga fase yang didukung AS.

Pasca pertemuannya dengan Netanyahu, Harris juga mengaku bahwa perang di Jalur Gaza lebih rumit daripada sekadar mendukung satu pihak atau pihak lainnya.

"Terlalu sering, percakapan bersifat biner padahal kenyataannya tidak demikian," kata Harris, yang dalam kesempatan yang sama turut mengutuk kebrutalan Hamas.

Lebih lanjut Harris menyatakan, "Apa yang terjadi di Gaza selama sembilan bulan terakhir sangat menghancurkan. Gambar-gambar anak-anak yang meninggal dan orang-orang yang putus asa dan kelaparan melarikan diri demi keselamatan, terkadang mengungsi untuk kedua, ketiga atau keempat kalinya," kata Harris. "Kita tidak bisa berpaling dari tragedi ini. Kita tidak bisa membiarkan diri kita mati rasa terhadap penderitaan. Dan saya tidak akan diam."


Harris Anti-Yahudi?

Protes anti-perang Gaza di luar Gedung Capitol, Amerika Serikat (AS), pada Rabu (25/7/2024) berlangsung saat PM Israel Benjamin Netanyahu berpidato di hadapan Kongres AS. (Dok. AP Photo/Matt Slocum)

Ribuan orang memprotes kunjungan Netanyahu di Washington dan Harris mengutuk mereka yang melakukan kekerasan atau menggunakan retorika yang memuji Hamas.

Netanyahu, yang terakhir berada di Gedung Putih saat mantan Presiden Donald Trump menjabat, akan berangkat ke Florida pada hari Jumat untuk bertemu dengan calon presiden dari Partai Republik itu.

Menjelang pertemuan Harris-Netanyahu pada hari Kamis, Trump yang sedang kampanye di Carolina Utara mengatakan bahwa Harris sangat menentang orang-orang Yahudi. Benarkah?

Faktanya, Harris telah lama berbicara tentang dukungannya yang kuat terhadap Israel. Perjalanan luar negeri pertama dalam kariernya di Senat pada awal tahun 2017 adalah ke Israel dan salah satu tindakan pertamanya selama menjabat adalah memperkenalkan resolusi yang menentang resolusi Dewan Keamanan PBB yang mengutuk Israel.

Dia juga berbicara tentang hubungan pribadinya dengan Israel, termasuk kenangan saat mengumpulkan uang sebagai seorang anak untuk menanam pohon di Israel, memasang mezuzah di dekat pintu depan kediaman wakil presiden di Washington (suaminya beragama Yahudi), dan hubungannya dengan kelompok-kelompok pro-Israel termasuk American Israel Public Affairs Committee yang konservatif dan J Street yang liberal.

Bagi Harris, pertemuan dengan Netanyahu adalah kesempatan untuk menunjukkan bahwa dia memiliki keberanian untuk menjabat sebagai panglima tertinggi. Dia diteliti oleh mereka yang berhaluan kiri yang mengatakan Biden belum berbuat cukup banyak untuk memaksa Netanyahu mengakhiri perang dan oleh Partai Republik yang ingin mencapnya sebagai pihak yang tidak cukup mendukung Israel.

Pertemuan tatap muka terakhir Harris dengan Netanyahu terjadi pada Maret 2021, namun dia telah mengikuti lebih dari 20 panggilan telepon antara Biden dan Netanyahu.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya