Pengolahan Kakao jadi Peluang Meski Hilirisasi Pertanian Masih Banyak Masalah

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki melihat potensi dari pengolahan kakao menjadi produk jadi yang dijual luas. Menurutnya, hilirisasi kakao ini bisa mengerek pendapatan UMKM dan Koperasi.

oleh Arief Rahman H diperbarui 26 Jul 2024, 11:15 WIB
Desa Nglanggeran memiliki potensi di sektor perkebunan dengan komoditas utamanya yaitu kakao dan durian. (Foto: Liputan6.com/Pipit IR)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki melihat potensi dari pengolahan kakao menjadi produk jadi yang dijual luas. Menurutnya, hilirisasi kakao ini bisa mengerek pendapatan UMKM dan Koperasi.

Hal ini disampaikan Menteri Teten saat meresmikan pabrik milik PT Rosso Bianco, di Bogor, Jawa Barat. Pemilik brand Pipiltin Cocoa ini bakal memproduksi cokelat untuk pasar domestik maupun ekspor.

"Saya kira ini bentuk nyata ekonomi baru karena ada produk baru. Kita punya potensi besar dari sini (kakao) karena sebelumnya kita hanya jual bahan baku mentahnya tapi karena hilirisasi yang dilakukan Pipiltin maka bisa menciptakan produk baru," kata Teten dalam keterangannya, Jumat (26/7/2024).

Dia menjelaskan, saat ini perlu pembenahan rantai pasok dari hulu ke hilir. Utamanya memetakan permasalahan yang dihadapi agar kelak bisa memunculkan sumber pertumbuhan ekonomi baru.

Dia mengantongi data banyak produk pertanian dan perkebunan menghadapi hambatan dalam pengembangannya karena ekosistem yang belum sempurna. Sebagai contoh, produk perkebunan dan pertanian kerap mengalami fluktuasi harga saat panen raya sehingga petani merugi. Kemudian banyaknya tengkulak yang memainkan harga sesuka hati.

Di sisi lain produk pertanian dan perkebunan cukup sulit mempertahankan kualitas dan kuantitas atas hasil produksinya. Hal ini terjadi karena mayoritas petani hanya memiliki lahan garapan yang sempit sehingga semua itu perlu diagregasi dan disatukan dalam wadah koperasi (holding koperasi).

"Oleh karena itu petani perlu diagregasi supaya punya skala ekonomi sehingga proses penanaman efisien kemudian produktivitas bisa dinaikkan. Maka dengan model korporatisasi petani melalui koperasi menjadi solusi koperasi agar organisasinya kuat," kata Menteri Teten.

 


Harga Biji Cokelat Naik

(Fotografer: Dio Pratama/Liputan6.com)

Diakui Menteri Teten, saat ini biji kakao sebagai bahan utama cokelat sedang menghadapi tantangan serius akibat penurunan pasokan dari Afrika. Kekurangan pasokan biji kakao dunia ini mendorong kenaikan harga biji cokelat global.

Di sisi lain, industri fine flavour cocoa sedang berkembang di Indonesia dan dunia, dengan mayoritas pelaku industri adalah UMKM. Dalam mengantisipasinya, dia meminta koperasi petani kakao perlu melakukan konsolidasi.

Misalnya dengan membentuk holding antar koperasi yang memiliki fokus bisnis yang sama. Dengan cara ini maka persoalan fluktuasi harga yang tinggi dapat teratasi.

Di sisi lain strategi ini juga akan mempermudah untuk mendapatkan dukungan pembiayaan dari lembaga pembiayaan baik bank, Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) KUMKM, Security Crowd Funding hingga dari Bursa Efek Indonesia (BEI).

"Untuk mendukung hilirisasi dan mendukung UMKM naik kelas kita kembangkan model melalui koperasi multi pihak untuk mengkonsolidasi dan mengagregasi seluruh sirkular ekonomi sehingga lebih efisien dan saling menguntungkan dan sustain," kata Menteri Teten.

Menteri Teten berkomitmen untuk turut serta terlibat aktif dalam memajukan hilirisasi komoditas kakao melalui berbagai program strategis. Upaya yang dilakukan KemenKopUKM di antaranya adalah memfasilitasi sertifikasi produk dan kemudahan akses pembiayaan hingga perluasan pasar.

"Mari kita ciptakan model bisnis yang ideal untuk kakao agar petani kita sejahtera dan rantai nilai semakin kuat. Kami siap berkolaborasi bersama-sama dan kami sudah melakukan exercise di beberapa tempat," kata Menteri Teten Masduki.

 


Masih Bisa Ekspansi

Mengintip Proses Pembuatan Premium Menggunakan Biji Kakao dari Empat Daerah di Indonesia di Pipiltin Cocoa, Kawasan Barito, Jakarta Selatan pada Kamis, 13 September 2018 (Liputan6.com/Hermann Zakharia)

Sementara itu Irvan Helmi, Co-founder Pipiltin Cocoa, bersyukur di tengah mahalnya harga biji kakao namun pihaknya tetap mampu melakukan ekspansi dengan mendirikan pabrik kedua di atas lahan seluas 1.000 meter persegi dengan kapasitas produksi 240 kg per jam.

"Pabrik pertama kami di Jakarta Selatan dan sekarang ini pabrik kedua. Ini menjadi milestone yang berharga bagi kami dan Indonesia sebagai keluarga besar dengan membuka pabrik baru," kata Irvan.

Irvan mengapresiasi dukungan dari semua pihak khususnya para petani kakao yang tetap konsisten mendukung penyediaan bahan baku cokelat. Dia juga berterima kasih kepada pemerintah yang memberikan berbagai kemudian dalam menjalankan aktivitas usaha di tengah gejolak ekonomi nasional.

"Kita tidak mungkin jalan sendiri, sehingga kita perlu bersinergi dengan pemerintah dan stakeholder lainnya. Kita harap pemerintah terus mendukung langkah para pelaku usaha agar terus berkembang," kata Irvan.

 


Harga Jual Kakao

Desa Nglanggeran memiliki potensi di sektor perkebunan dengan komoditas utamanya yaitu kakao dan durian. (Foto: Liputan6.com/Pipit IR)

Direktur Yayasan Kalimajari Agung Widiastuti bersyukur dapat bermitra dengan Pipiltin Cocoa karena petani kakao yang bernaung di bawah koperasi yang dipimpinnya kini bisa menikmati harga jual kakao yang lebih tinggi.

Sejak 2014 koperasinya bermitra dengan Pipiltin para petani kakao di Bali konsisten mendapat harga jual yang layak meski di saat harga kakao anjlok. Hal ini terjadi karena Koperasi Kakao Kerta Semaya Samaniya secara rutin menjadi offtaker bagi hasil panen kakao para petani.

"Di tahun 2010 - 2011 para petani kami sulit menemukan mitra yang ideal yang mau menghargai hasil jerih payah petani. Alhamdulillah kami bersyukur dipertemukan Pipiltin yang kami anggap bukan hanya sebagai pembeli saja tapi mitra yang ikut berperan dalam peningkatan kapasitas petani kakao kami," kata Agung.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya