Liputan6.com, Kolombo - Sri Lanka akan menggelar pemilihan presiden (pilpres) pertamanya sejak negara itu dilanda krisis ekonomi dua tahun lalu.
Pemungutan suara diselenggarakan pada 21 September. Demikian dikutip dari VOA Indonesia, Sabtu (27/7/2024).
Advertisement
Setelah Komisi Pemilihan Umum mengumumkan informasi pelaksanaan pemilu pada Jumat (26/7), Presiden Ranil Wickremesinghe mengajukan diri sebagai kandidat independen. Dia telah mengambil alih jabatan pada 2022, setelah protes yang meluas memaksa pendahulunya, Gotabaya Rajapaksa, untuk mengundurkan diri.
Menurut para analis, naiknya Ranil ke jabatan puncak telah mengecewakan para pengunjuk rasa.
"Ini adalah pemilihan yang sangat dinantikan oleh masyarakat karena akan memulihkan pemerintahan dengan mandat rakyat yang hilang dua tahun lalu setelah pemberontakan rakyat terhadap pemerintah yang dipimpin oleh Rajapaksa, yang disalahkan atas salah urus ekonomi dan korupsi besar-besaran," kata Jehan Perera, seorang analis politik di Kolombo kepada VOA.
Wickremesinghe dipilih sebagai presiden oleh parlemen, sebagian besar dengan dukungan dari anggota parlemen dari partai Rajapaksa. Dia dipuji karena menempatkan ekonomi di jalur pemulihan dengan bantuan paket talangan sebesar USD 2,9 miliar dari Dana Moneter Internasional (IMF). Ekonomi negara tersebut diharapkan akan tumbuh tiga persen tahun ini, setelah menyusut 7,3 persen dua tahun lalu.
Kekurangan bahan bakar, gas untuk memasak, makanan, dan obat-obatan yang dialami negara itu dua tahun lalu telah mereda dan pemadaman listrik harian selama berjam-jam telah berakhir.
Kemiskinan Meningkat
Namun, langkah-langkah penghematan yang diberlakukan oleh pemerintahnya untuk menyelamatkan ekonomi sangat tidak populer. Pajak untuk bisnis dan profesional meningkat dan pemotongan besar-besaran pada subsidi listrik dan utilitas lainnya.
Akibatnya, jutaan warga Sri Lanka menghadapi standar hidup yang anjlok.
"Harga-harga melonjak tiga kali lipat sejak 2022, tetapi bagi sebagian besar orang, pendapatan mereka masih sama. Meskipun benar bahwa sekarang tidak ada antrean panjang untuk makanan dan bensin, itu karena orang-orang tidak mampu membeli banyak barang," kata Perara.
Laporan Bank Dunia pada April mengatakan bahwa tingkat kemiskinan terus meningkat di negara itu, dengan sekitar 25,9 persen penduduk Sri Lanka hidup di bawah garis kemiskinan tahun lalu.
Partai-partai oposisi mengkritik dan menyebutnya sebagai "reformasi keras" yang diberlakukan di negara itu.
Advertisement
Saingan Utama Wickremesinghe
Saingan utama Wickremesinghe diperkirakan adalah Sajith Premadasa. Dia memimpin partai oposisi utama negara tersebut. Sementara Anura Dissanayake, yang memimpin partai kiri yang mendapatkan popularitas tahun lalu, diperkirakan akan menjadi pesaing lainnya.
"Pihak oposisi mengatakan, akan mencabut langkah-langkah penghematan dan akan merundingkan ulang sebagian program IMF, tetapi belum jelas apa sebenarnya yang mereka usulkan," kata Paikiasothy Saravanamuttu, direktur eksekutif Center for Policy Alternatives di Kolombo mengatakan kepada VOA.
"Jajak pendapat yang dilakukan selama bulan lalu menunjukkan bahwa suasana hati publik juga tidak setuju dengan reformasi tersebut."
Saravanamuttu juga menyebut pemilihan presiden penting bagi demokrasi dan menilai ini akan menjadi pemungutan suara pertama yang diadakan di negara tersebut sejak runtuhnya perekonomian.
Pemilihan lokal yang seharusnya diadakan tahun lalu, ditunda tanpa batas waktu setelah pemerintah mengatakan tidak memiliki uang untuk melakukan pemungutan suara nasional.