, Ankara - Ada sekitar empat juta anjing liar di Turki. Mereka membuat banyak warga khawatir. Dari sudut pandang mereka, hewan liar adalah sebuah masalah.
Pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan ingin mengurangi jumlah anjing liar dengan mengubah undang-undang perlindungan hewan: peraturan perlindungan sebelumnya dihapuskan sehingga anjing liar dapat disuntik mati. Para pecinta binatang di seluruh negeri memprotes RUU tersebut dan menyerukan agar RUU ini dicabut.
Advertisement
Para anggota parlemen dengan sengit memperdebatkan RUU tersebut selama dua minggu. Warga dan aktivis hak-hak binatang mengikuti perdebatan tersebut melalui monitor di lorong dan menyebarkan pernyataan anggota komisi di Internet.
Hasilnya: monitor di gedung parlemen dibongkar. Selain itu, langkah-langkah keamanan di depan gedung parlemen dan jumlah pasukan polisi di lokasi ditingkatkan, dikutip dari DW Indonesia, Sabtu (27/7/2024).
Pada Rabu malam (24/7), mayoritas komisi menyetujui seluruh 17 pasal undang-undang perlindungan hewan yang baru. Sekarang parlemen akan melakukan pemungutan suara – AKP pimpinan Erdogan dan sekutu ultranasionalisnya, MHP, punya suara mayoritas. Jadi, diyakini tidak ada yang menghalangi rencana perubahan undang-undang tersebut.
Eutanasia terhadap Hewan?
Protes dari aktivis hak-hak binatang dan oposisi tidak kunjung usai. Membunuh banyak hewan liar bukanlah solusi. Lewat sebuah surat, aktris Prancis Brigitte Bardot meminta Erdogan untuk mencabut RUU ini.
Seorang perenang berkebangsaan Turki bahkan mengumumkan bahwa ia akan melakukan mogok makan sebagai protes hingga RUU tersebut dicabut. Amandemen juga dikritik karena reformasi tersebut tampaknya tidak mempertimbangkan kekhawatiran masyarakat sipil, dokter hewan, atau partai oposisi.
Undang-undang yang berlaku saat ini memberikan perlindungan tingkat tinggi kepada semua hewan peliharaan. Mereka memiliki kesempatan untuk hidup dengan cara yang sesuai dengan spesiesnya. Ini juga berlaku untuk anjing liar.
Tujuan undang-undang baru ini adalah untuk memastikan bahwa hewan yang membutuhkan perawatan tidak lagi diperbolehkan berkeliaran bebas. Anjing yang menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak dipelihara oleh siapa pun harus disuntik mati.
Pemerintah awalnya menyebut hal ini sebagai "eutanasia." Setelah negosiasi yang sengit, istilah tersebut dihapus dari rancangan dan ditulis ulang. Namun ini tidak akan mengubah penanganan praktis. "Dalam situasi di mana perilaku negatif hewan tidak dapat dikendalikan," dokter hewan dapat memutuskan untuk membunuhnya, menurut RUU baru ini.
Ahli Tawarkan Solusi Lain
Menurut dokter hewan dan aktivis hak-hak hewan, ini adalah "alasan" untuk melarang secara permanen semua hewan tunawisma berkeliaran di jalanan. Presiden Asosiasi Dokter Hewan Turki, Murat Arslan, mengatakan bahwa membunuh anjing jalanan bukanlah solusi. Dia lantas menganjurkan untuk membuat hewan steril melalui intervensi medis.
Seperempat dari sekitar empat juta hewan jalanan telah disterilkan.
"Tidak ada satu negara pun di dunia yang menggunakan pembunuhan untuk menyelesaikan permasalahannya," kata Arslan.
Jika negara memberi kesempatan, seorang dokter hewan bisa mensterilkan sepuluh hewan sehari.
Guliz Gunduz dari organisasi perlindungan hewan Law for Life mengeluh bahwa pembunuhan tersebut sebenarnya bukanlah hal baru.
"Hewan-hewan tersebut hidup normal di lingkungan mereka. Kemudian pemerintah kota mendorong mereka ke pinggiran kota. Mereka dibiarkan kelaparan di sana dan mengalami dehidrasi," kata Gunduz.
Nese Ozkanoglu, Wakil Presiden Pusat Hak-Hak Hewan dari Asosiasi Pengacara Ankara, memperingatkan bahwa rancangan undang-undang tersebut memiliki "potensi" untuk membunuh anjing tanpa alasan. Dan dia melihat masalah lain.
"Apa yang kita miliki di sini jelas bukan undang-undang yang akan mengendalikan populasi hewan, namun undang-undang yang akan semakin memperdalam perpecahan sosial," kata Özkanoğlu.
Advertisement
Kata Erdogan
Erdogan membela rancangan undang-undang tersebut dengan mengatakan: "Turki punya masalah dengan anjing liar. Rakyat menuntut kami menyelesaikan masalah ini. Kami tidak bisa berpangku tangan."
Rencananya, kota dan kotamadya akan menerapkan undang-undang baru tersebut. Namun, partai oposisi terbesar, CHP, partai sosial demokrat, telah mengumumkan bahwa mereka tidak akan menerapkan peraturan baru di kota-kota yang mereka kelola.
Peraturan ini saat ini berlaku untuk setengah dari seluruh kota di Turki, termasuk di kota metropolitan Istanbul dan di ibu kota Ankara. Namun pada akhirnya, pegawai kota di tingkat normallah yang dianggap akan menanggung risikonya. Hal ini karena rancangan undang-undang tersebut menetapkan hukuman penjara bagi pejabat yang tidak menerapkannya.