PDIP Minta Revisi UU TNI-Polri Tidak Menciptakan Neo Orde Baru

Indonesia, kata Djarot, sudah pernah merasakan kerasnya pemerintahan otoriter di masa orde baru.

oleh Winda Nelfira diperbarui 27 Jul 2024, 18:35 WIB
Ketua DPP PDIP, Djarot Saiful Hidayat memberi keterangan terkait Kongres V PDI Perjuangan tahun 2019 di Jakarta, Kamis (1/8/2019). Kongres dilaksanakan di Bali pada 8 Agustus 2019 dan mengambil tema Solid Bergerak Untuk Indonesia Raya. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Djarot Saiful Hidayat meminta agar rencana revisi Undang-Undang (UU) TNI dan revisi UU Polri tidak menciptakan pemerintahan yang otoriter.

Djarot berharap, revisi UU TNI dan revisi UU Polri tidak mewujud menjadi neo orde baru

"Terutama di undang-undang itu Polri mempunyai kekuasaan yang sangat luar biasa, ini perlu didalami. Bukan hanya PDIP saja yang berkepentingan, tapi juga seluruh bangsa Indonesia tentunya berkepentingan," kata Djarot di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (27/7/2024).

Mantan Gubernur Jakarta ini bilang, PDIP tidak ingin Indonesia kembali ke masa kelam pemerintahan yang otoriter. Indonesia, kata Djarot sudah pernah merasakan kerasnya pemerintahan otoriter di masa orde baru (Orba).

"Kita tidak ingin sekali lagi kembali ke sistem pemerintahan yang otoritarian. Entah itu otoritarian yang soft, lunak dengan cara melegalkan sumber kekuasaan, melalui rekayasa konstitusi, maupun yang hard atau keras. Jadi pemerintahan yang keras itu yang kita alami masa orba," ujar Djarot.

 


TNI-Polri Harus Tetap Jadi Institusi yang Melindungi Rakyat

Sejumlah personel gabungan mengikuti Apel Pergeseran Petugas BKO Pengamanan TPS wilayah Polda Metro Jaya di kawasan silang Monas, Jakarta, Selasa (13/2/2024). Polda Metro Jaya melepas 7.706 personel gabungan TNI dan Polri untuk mengamankan proses pemungutan dan perhitungan surat suara Pemilu 2024 di sebanyak 65.495 Tempat Pemungutan Suara (TPS). ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin

Menurut Djarot, pada pemerintahan orde baru satu kantor partai politik (parpol) yang sah bisa diintervensi begitu saja, seperti yang menimpa PDIP pada 27 Juli 1996 silam atau dikenal dengan peristiwa Kudatuli.

"Itu terjadi 28 tahun lalu, dan kita tidak ingin seperti itu apalagi dengan kita sekarang memasuki masa-masa di mana yang sangat krusial yaitu transisi pemerintahan dari Pak Jokowi ke Pak Prabowo," ungkapnya.

Djarot berujar, memberikan kekuasaan yang berlebihan tanpa kontrol kepada suatu lembaga akan sangat berbahaya. TNI-Polri, kata Djarot, harus tetap menjadi institusi yang melindungi rakyat.

"Jadi mari kita sama sama menjaga supaya Polri ini tetap sebagai institusi yang melindungi rakyatnya. Jadi Polri itu melindungi dan melayani. TNI tugasnya adalah menjaga dan mempertahankan negara kesatuan republik Indonesia yang penting itu," ujarnya.

Infografis 5 Poin Krusial Revisi UU Polri (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya