Mangrove Banyak Rusak, Nelayan Kecil Makin Rentan

Membiarkan kerusakan lingkungan pesisir yang ditandai dengan menurunnya luas hutan mangrove, membuktikan telah terjadi kerusakan ekologis secara massif yang berdampak besar bagi keberlangsungan hidup keluarga nelayan.

oleh Arthur Gideon diperbarui 28 Jul 2024, 07:00 WIB
Hutan Bakau/Mangrove di Dumai, Riau. (dok.Instagram @ibnuhafiiz/https://www.instagram.com/p/BkcykT_Bmws/Henry)

Liputan6.com, Jakarta - Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mengingatkan pemerintah bahwa ekosistem Mangrove Indonesia berada dalam situasi yang kritis. Peringatan ini diberikan bertepatan dengan peringatan hari Mangrove se-Dunia yang jatuh pada 26 Juli 2024. 

Berdasarkan Peta Mangrove Nasional yang dikekeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, total luas ekosistem mangrove Indonesia mencapai 3,36 juta Ha atau 20,37% dari total luas dunia. Menurun signifikan dibanding 2007 yang mencapai, 7,76 juta ha lahan mangrove di seluruh Indonesia.

Ketua Umum KNTI Dani Setiawan menyampaikan, berkurangnya lahan mangrove sangat berdampak kepada kehidupan masyarakat pesisir dan meningkatkan kerentanan nelayan kecil dan tradisional.

“Tidak diragukan lagi manfaat hutan mangrove bagi lingkungan dan keberlangsungan sumberdaya perikanan dan kelautan. Selain menjadi habitat ikan, sekaligus melindungi daratan terutama pemukiman masyarakat pesisir dari bencana.” Ungkap Dani dikutip dari keterangan tertulis, Minggu (28/7/2024).

Membiarkan kerusakan lingkungan pesisir yang ditandai dengan menurunnya luas hutan mangrove, membuktikan telah terjadi kerusakan ekologis secara massif yang berdampak besar bagi keberlangsungan hidup keluarga nelayan yang sangat bergantung kepada kesehatan ekosistem pesisir dan laut.

"Lingkungan laut dan pesisir yang rusak memiliki korelasi dengan perubahan kondisi sosial-ekonomi masyarakat," terang Dani.

Hal tersebut dapat dilihat dengan bertambahnya jumlah penduduk miskin ekstrem di wilayah pesisir, dari 2,1 juta pada 2011 menjadi 3,9 juta jiwa pada 2022. Apalagi jumlah penduduk miskinnya meningkat signifikan dari 7,8 juta jiwa menjadi 17,7 juta jiwa dalam periode yang sama.

 


Risiko Keselamatan Kebih Tinggi

Selain untuk pemulihan ekosistem kawasan hutan pesisir, penanaman ribuan bibit mangrove ini juga dilakukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan. (CHAIDEER MAHYUDDIN/AFP)

Kondisi ini semakin diperparah oleh dampak perubahan iklim. Kerusakan kawasan Mangrove memberi efek lebih besar bagi nelayan dan masyarakat pesisir, terutama akibat bencana alam.

Risiko keselamatan lebih tinggi akibat cuaca ekstrem dan jarak melaut nelayan yang semakin jauh dari perairan pesisir.

Karena itu, pemerintah perlu segera bersikap untuk memulihkan ekosistem pesisir, dengan cara menghentikan reklamasi pantai dan alih fungsi lahan mangrove. Kedua, melibatkan komunitas pesisir dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pemulihan.

"Ketiga, mengakui dan melindungi hak masyarakat atas pengelolaan hutan mangrove dan pesisir secara adil dan berkelanjutan," harap Dani.

 


Gugus Tugas

Penjaga kawasan melakukan penanaman Mangrove di area kawasan Eco Marine Mangrove Muara Angke Jakarta, kamis (7/12/2023). Sebanyak 5000 pohon mangrove ditanami guna untuk mengurangi lahan abrasi laut. (merdeka.com/Imam Buhori)

KNTI sendiri terus terlibat dalam inisiatif-inisiatif pemulihan ekosistem pesisir di basis-basis anggota seluruh Indonesia.

"Kami juga membangun gugus tugas di daerah-daerah, yang tugasnya melakukan kerja-kerja konservasi kawasan mangrove sekaligus berinovasi mengolah potensi mangrove," kata Dani.

"Selain mengkonservasi, harus ada manfaat ekonomi langsung bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat," tutupnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya