Liputan6.com, Mamasa - Pemprov Sulbar maupun Pemkab Mamasa semakin serius mendorong wilayah berjuluk Kondosapata sebagai produsen anggrek di Indonesia. Hal itu terlihat saat seminar dengan mengangkat tema "Mewujudkan Mamasa Sebagai Kabupaten Produsen Anggrek Yang Mendunia" denga narasumber nasional.
Narasumber pada diskusi online tersebut yakni Akademisi Agronomi dan Hortikultura IPB Prof Edi Santoso, Ketua Umum Perhorti yang juga Dosen Agronomi Hortikultura IPB Prof Dewi Sukma. Kedua pakar tersebut mendukung upaya Pj Gubernur Sulbar Bahtiar Baharuddin dalam mendorong Mamasa sebagai produsen anggrek nasional.
Baca Juga
Advertisement
Pj Gubernur Sulbar, Bahtiar Baharuddin dalam sambutannya mengatakan, bahwa wilayah Mamasa ini rawan bencana seperti longsor, antisipasi dini salah satunya lebih banyak menanam. Pilihan tanaman yang cocok harus yang secara sosiologis dikenal masyarakat dan tidak menggunakan lahan banyak.
"Sektor lain juga dikembangkan, karena kalau bisa dikembangkan Mamasa penghasil anggrek di Indonesia maka bisa membuat brand baru bagi tanah air. Para tekhnologi dan pengusaha harus masuk, jadi tidak ada lagi ala kadarnya, makanya kita laksanakan forum ini," ungkap Bahtiar.
Karena itu, menurut Bahtiar perlu forum lebih konkrit untuk menyusun tahapannya dalam waktu sebulan, dengan pertemuan ini bisa dilihat progresnya 6 bulan kedepan. Tidak ada yang anggrek ini sebagai sebuah solusi.
"Makanya saya mengajak sahabat-sahabat saya di Sulbar, bahwa kita punya kekuatan yang mesti dikembangkan. Ini akan memiliki efek ke alam, ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Namun, paling penting membangun ekosistemnya agar bisa bernilai besar dikanca nasional maupun internasional," tegas Bahtiar.
Senada, narasumber Profesor Eddy Agus Basuki menyampaikan anggrek bukan hanya hobi, tapi bisa bagian dari bisnis. Potensi yang dimiliki Mamasa ini sangat luar biasa.
"Jadi kita harus bergerak menjadikan Mamasa sebagai kabupaten penghasil anggrek terbesar. Bagaimana kita mendorong menuju cita-cita itu melalui perbaikan ekosistem dan tekhnologinya," ucap Eddy Agus.
Lanjut Eddy Agus, xari segi geografis iklimnya sangat cocok, ketinggian tempat di Mamasa sangat pas tumbuhnya anggrek. Ini satu keunggulan yang luar biasa, posisi Mamasa itu seperti di Thailand Utara.
"Kondisinya di sana merupakan penanam holtikultura. Jadi kondisinya cukup sama yang mesti dipahami dan ekosistemnya dijalankan," papar Eddy Agus.
Petani anggrek Mamasa Andre Sambokaraeng menceritakan selama 8 tahun pergerakan anggrek di Mamasa hingga jatuh bangun dirasakan, sampai saat ini sekitar 100 lebih pembudidaya anggrek yang bergantung ke hutan.
"Ini yang kami syukuri karena masa depan kami khusus budidaya anggrek bukan lagi bergantung ke hutan. Jadi pelestarian budidaya anggrek lebih bisa mempelihara kedepannya," tutur Andre.
Selain itu menurut Andre, dia juga menceritakan bagaiman orang luar datang membeli seperti dari Jawa hingga Aceh. Dulunya dirinya tidak tahu anggrek ini seperti apa dan hanya menjual saja.
"Minimnya pengetahuannya sehingga hanya bisa menjual saja. Kami bersyukur adanya ruang ini yang bisa mengembangkan budidaya anggrek," tandas Andre.
Sementara itu Prof Dewi Sukma memberikan gambaran bagaimana strategi dan ciri khas agar anggrek dapat menjadi primadona dunia. Menurut dia seperti riset yang pernah dia lakukan serta perkembangan anggrek dunia maka Mamasa harus lebih dulu membuat SOP Perbanyakan dan budidaya anggrek untuk tujuan komersial.
"Perbanyakan seperti konvensional, kultut jaringan dan optimalisasi lingkungan tumbuh. Selain itu juga budidaya greenhouse, dia juga mendorong agar dilakukan pembinaan kelompok tani seperti administrasi dam managemen bisnis.Kerap kali menggelar lomba lomba, pameran. Festival dan gathering," tutup Dewi Sukma.