Review Film Evil Does Not Exist: Mahakarya Ryusuke Hamaguchi, Menghanyutkan Plus Ending Bikin Syok

Bukan tipe film yang mudah dinikmati, Evil Does Not Exist jelas tidak buruk. Karya sutradara Ryusuke Hamaguchi ini menggugah berkat tema yang relevan.

oleh Wayan Diananto diperbarui 28 Jul 2024, 20:30 WIB
Bukan tipe film yang mudah dinikmati, Evil Does Not Exist jelas tidak buruk. Karya sineas Ryusuke Hamaguchi ini menggugah berkat tema yang relevan. (Foto: Dok. Neopa Inc, KlikFilm/ IMDb)

Liputan6.com, Jakarta Bukan tipe film yang mudah dinikmati namun Evil Does Not Exist jelas tidak buruk. Mengusung isu aktual sekaligus relevan untuk negara mana pun, karya sineas Ryusuke Hamaguchi ini benar-benar menggugah.

Perfoma Hitoshi Omika, Ryuji Kosaka, Ayaka Shibutani, dan aktris cilik Ryo Nishikawa menampilkan aksi-reaksi natural sekaligus believable. Bersahaja dalam emosi. Kokoh dari aspek penokohan.

Film Evil Does Not Exist di Indonesia meski tidak tayang di jaringan bioskop. Kita bisa menikmati mahakarya ini secara legal lewat platform streaming KlikFilm mulai Juli 2024.

Berikut review film Evil Does Not Exist. Selain menjabat sutradara, Ryusuke Hamaguchi menulis sendiri naskahnya dan terlibat di meja editing. Benar-benar multibakat dengan hasil akhir memikat.

 


Kazuo dan Takumi

Salah satu adegan film Evil Does Not Exist. (Foto: Neopa Inc, KlikFilm/ IMDb)

Evil Does Not Exist dibuka dengan adegan panjang, menampilkan Kazuo (Hiroyuki Miura) dan Takumi (Hitoshi Omika) menyusuri hutan hingga menemukan aliran sungai kecil. Di sana, keduanya mengisi sejumlah jeriken besar dengan air lalu dibawa ke desa.

Di tengah jalan, Takumi teringat harus menjemput putrinya, Hana (Ryo Nishikawa) di sekolah. Apes, Hana lebih dulu pulang jalan kaki. Suatu hari, Mayuzumi (Ayaka Shibutani) dan Takahashi (Ryuji Kosaka) dari agensi mendatangi kampung itu.

Mereka mempresentasikan proyek glamping yang akan dibangun dalam waktu dekat. Proyek ini diprotes warga karena sejumlah cela. Misalnya, jumlah septic tank dinilai tak memadai jika dibandingkan dengan daya tampung maksimal turis yang mecapai 64 orang.

Belum lagi, lokasi glamping di dataran tinggi kaya air. Jika dipakai puluhan turis terus menerus, warga di dataran rendah hanya akan kebagian buruknya. Mayuzumi dan Takahashi memahami keresahan publik. Masalahnya, bos mereka (Hazuki Kikuchi) tak mau tahu.

 


Mendekatkan Keseharian Para Tokoh

Salah satu adegan film Evil Does Not Exist. (Foto: Neopa Inc, KlikFilm/ IMDb)

Disebut bukan mudah dinikmati karena Ryusuke Hamaguchi setia pada gaya bertutur yang kelewat detail untuk mendekatkan keseharian para tokoh dengan audiens. Bagi yang melek sinema bisa jadi ini mengasyikkan. Buat yang sedang enggak mood, bakal bosan.

Opening film ini menampilkan pepohonan dari mata kamera yang mewakili penonton. Kita diajak menyusuri jalanan dan mencicipi repotnya cari air. Setelahnya, kita dikondisikan membuntuti para tokoh menggotong jeriken lalu memasukkannya ke dalam mobil.

 


Berujung Ledakan Emosi

Salah satu adegan film Evil Does Not Exist. (Foto: Neopa Inc, KlikFilm/ IMDb)

Di ajak masuk ke kehidupan Takumi, pekerja serabutan yang belakangan pelupa, memang tak 100 persen menarik kalau tak mau dibilang menjemukan. Namun, percayalah ini modal awal yang bagus untuk melakuan studi karakter.

Apalagi, para tokoh pendukung muncul dengan pola pikir, latar belakang, dan sudut pandang beda. Ini tergambar jelas dalam sesi presentasi glamping disusul dengar pendapat berujung ledakan emosi salah satu warga yang duduk di kursi depan.

 


Bagian Terbaik Film Ini

Salah satu adegan film Evil Does Not Exist. (Foto: Neopa Inc, KlikFilm/ IMDb)

Para penyuara nota protes tampak tajam berargumen, kritis, juga solutif. Ryusuke Hamaguchi tahu kapan harus hening, berisik, dan membiarkan musik yang berbicara dalam sejumlah adegan. Tata musik film ini mengirim sinyal-sinyal thriller yang menusuk di babak akhir.

Bagian terbaik film ini, ada di tengah. Saat Mayuzumi dan Takahashi menemui Takumi. Keduanya ditraktir makan. Ada proses transformasi hubungan dan pola pikir para tokoh. Ada empati yang terbentuk saat Mayuzumi dan Takahashi ikut mencari air di sungai.

 


Memanusiakan dan Dimanusiakan

Salah satu adegan film Evil Does Not Exist. (Foto: Neopa Inc, KlikFilm/ IMDb)

Ini soal memanusiakan dan dimanusiakan. Pergolakan hati nurani tentang kepentingan orang banyak, karier, pernikahan, dan lain-lain. Digulir lewat obrolan para tokoh hingga adegan minim dialog, yang memberi ruang bagi penonton untuk mencerna dan berpikir.

Evil Does Not Exist menunjukkan tajinya sebagai bukan film biasa. Matang dalam penuturan. Detail dalam penyutradaraan. Kuat dalam perwatakan. Sinematografinya memang tidak istimewa namun efektif membingkai gerak dan ekspresi para tokoh.

 


Rekam Jejak Ryusuke Hamaguchi

Salah satu adegan film Evil Does Not Exist. (Foto: Neopa Inc, KlikFilm/ IMDb)

Meraih Grand Jury Prize di Festival Film Venice dan Asia Pacific Screen Awards 2023 serta jadi Film Terbaik versi Asian Film Awards tahun ini, Evil Does Not Exist tak boleh Anda lewatkan. Kita tak perlu meragukan skill Ryusuke Hamaguchi dalam memproduksi sinema.

Masih segar dalam ingatan saat ia melahirkan Drive My Car yang diganjar 4 nominasi Oscar dan menang Film Fitur Internasional Terbaik. Dari 4 nominasi itu, dua di antaranya didapat Ryusuke Hamaguchi lewat kategori Sutradara dan Penulis Skenario Adaptasi Terbaik.

 

 

 

Pemain: Hitoshi Omika, Ryo Nishikawa, Ryuji Kosaka, Ayaka Shibutani, Yoshinori Miyata, Hazuki Kikuchi

Produser: Satoshi Takata

Sutradara: Ryusuke Hamaguchi

Penulis: Ryusuke Hamaguchi

Produksi: Neopa Inc, KlikFilm

Durasi: 106 menit

Film-film ini terinspirasi dari hari kemerdekaan negara Amerika Serikat yang jatuh pada tangga 4 Juli. Apa sajakah?

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya