Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi IV DPR Bambang Purwanto mengharapkan adanya percepatan penyelesaian dugaan kasus denda akibat keterlambatan pengembalian peti kemas (demurrage) terkait impor beras.
Dugaan kerugian demurrage muncul karena impor beras terhambat oleh dokumen pengadaan impor yang tidak layak dan lengkap, sehingga menimbulkan biaya denda di sejumlah wilayah kepabeanan tempat masuknya barang impor.
Advertisement
"Sebagai wakil rakyat harus tergerak untuk mendorong aparat penegak hukum melakukan penyelidikan terkait demurrage impor beras," ujar Bambang dikutip dari Antara, Minggu (28/7/2024).
Ia menduga kasus tersebut muncul karena kemungkinan adanya proses pengadaan impor beras yang salah dan tidak efisien, sehingga kejadian tersebut justru berpotensi merugikan keuangan negara.
"Impor sudah sering dilakukan kenapa beda tentu ada yang salah sehingga tidak efisien," kata Bambang.
Dalam kesempatan ini, Bambang juga meminta adanya upaya dari pihak terkait untuk mengatasi kenaikan harga beras yang mulai terjadi di beberapa daerah agar harga-harga kebutuhan pangan kembali stabil.
Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie turut mengingatkan pentingnya akuntabilitas dalam pengadaan impor beras untuk mencegah terjadinya demurrage.
Menurut dia, kasus pengadaan impor beras yang diduga bermasalah tersebut, muncul karena belum ada akuntabilitas dan transparansi dalam pelaksanaan tata kelola pengadaan beras, terutama dari luar negeri.
Waspada Harga Beras Melonjak, Distribusi Wajib jadi Perhatian di Tengah Isu Demurrage
Sebelumnya, Pengamat Ekonomi Esther Sri Astuti meminta adanya kepastian soal kelancaran distribusi beras kepada masyarakat serta menjaga stabilitas harga di pasaran.
"Jangan sampai distribusi tidak lancar, sehingga menyebabkan harga beras tinggi," kata Esther dikutip dari Antara, Sabtu (27/7/2024).
Ia menambahkan saat ini diperlukan kalkulasi yang tepat terkait kebutuhan beras agar pasokan mencukupi dan tidak terjadi kenaikan harga beras yang memberatkan masyarakat.
"Kalau itu sudah dipenuhi, baru kita bicara distribusi," kata Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) ini.
Saat ini, harga beras mulai terpantau naik selama periode Juli seiring dengan produksi yang rendah dan stok yang terbatas pada musim kemarau. Kondisi ini juga berpotensi menaikkan laju inflasi di bulan-bulan mendatang.
Berdasarkan data panel harga (Bapanas) pada Sabtu (27/7), harga beras premium tercatat mencapai Rp15.860 atau naik hingga 1,99 persen (Rp310). Sedangkan untuk beras medium sebesar Rp13.620 atau naik 0,29 persen (Rp40).
Sementara itu, Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kementerian Perdagangan, menunjukkan bahwa kenaikan harga beras terjadi di 32,22 persen wilayah di Indonesia pada pekan ketiga Juli 2024.
Kepala Divisi Perencanaan Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Epi Sulandari mengatakan salah satu langkah awal dalam stabilisasi harga beras adalah dengan memperkuat stok.
Saat ini, Perum Bulog telah menyiagakan pasokan melalui pengadaan beras dalam negeri sebanyak 759.419 ton hingga pertengahan Juli 2024 serta impor sebanyak 2,2 juta ton.
Total stok tersebut sebagian besar merupakan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang dapat dimanfaatkan pemerintah daerah untuk kebutuhan bantuan pangan, stabilisasi harga dan pasokan untuk operasi pasar.
Advertisement
Cegah Negara Rugi, Potensi Korupsi Impor Beras Harus Ditutup
Pengamat Achmad Ismail mengingatkan pentingnya untuk menutup celah potensi kecurangan atau korupsi dalam impor beras agar negara tidak dirugikan.
Menurut dia, evaluasi dalam pengadaan impor beras harus dilakukan agar pelaksanaan impor sesuai tata kelola dan bebas dari kepentingan pihak eksternal maupun internal.
"Dampak kerugian dari fraud lewat alur itu harus segera ditindak lanjuti melalui perbaikan sistem tata kelola dan penegakan hukumnya," kata Achmad dikutip dari Antara, Jumat (26/7/2024).
Ia mengatakan saat ini masih ada celah administrasi dalam pelaksanaan impor tersebut sehingga terjadi kasus biaya denda tambahan akibat peti kemas tertahan di Pelabuhan (demurrage).
Oleh karena itu, praktisi BUMN ini mengharapkan adanya pembenahan terutama dalam transparansi, akuntabilitas serta perbaikan integritas perusahaan agar upaya penyelewengan hukum tidak terjadi lagi.
"Kasus demurrage beras itu mengindikasikan adanya fraud atau kecurangan lewat alur administratif berikut kewenangan yang menyertainya," ujar Ais, sapaan Achmad.
Sebelumnya, Pengamat kebijakan publik Adib Miftahul meminta adanya kajian ulang terhadap penerapan impor beras yang masih bermasalah dan berpotensi menimbulkan kerugian negara.
Evaluasi
Adib mengatakan evaluasi tersebut penting karena masih ada dugaan pelanggaran tata kelola dalam pelaksanaan impor beras dan pengadaannya hanya menguntungkan pihak tertentu.
"Perlu melakukan pendalaman dan di kaji ulang bagaimana sistem mekanisme impor beras. Sebab patut diduga ada sesuatu yang diatur-atur," katanya dikutip dari Antara, Kamis (25/7/2024).Ia juga mengatakan segala aduan terkait dugaan pelanggaran hukum harus ditindaklanjuti agar pelaksanaan tata kelola impor beras kedepannya dapat lebih baik dan tidak merugikan negara.
"Makanya harus dikaji ulang jangan-jangan ada mafia impor beras di dalam," kata akademisi Universitas Islam Syekh Yusuf ini.
Terkait pelaksanaan impor beras, ia pun mengharapkan adanya pembenahan mengingat kebijakan tersebut yang tidak pernah dilakukan dalam waktu yang tepat, karena impor selalu berdekatan dengan musim panen.
"Hal ini menunjukkan bahwa tata kelola impor beras bermasalah," ujarnya.
Advertisement