Liputan6.com, Jakarta - Hubungan antara hamba dan Allah SWT (hablum minallah) memiliki sifat yang istimewa dan abadi. Ini bukan hanya terikat pada kehidupan dunia, tetapi juga melampaui batasan waktu dan tempat, mencakup kehidupan setelah mati.
Dalam konteks ini, kita dapat memahami bahwa hubungan ini bersifat kekal dan tidak terputus, bahkan di akhirat, seorang hamba masih dapat memuji dan menyembah Allah SWT.
Di dunia, hubungan ini terjalin melalui berbagai ibadah dan amalan yang dilakukan oleh seorang hamba sebagai bentuk pengabdian kepada Tuhan.
Setiap doa, sholat, dan amal baik yang dilakukan dengan tulus adalah bentuk interaksi yang memperkuat hubungan tersebut. Namun, hubungan ini tidak hanya berhenti pada tindakan-tindakan tersebut.
Ketika seorang hamba meninggal dunia, ia akan memasuki kehidupan akhirat di mana segala amal perbuatannya akan diperhitungkan.
Meskipun kehidupan dunia berakhir, hubungan dengan Allah SWT tetap ada dan berlanjut. Dalam surga, misalnya, seorang hamba akan terus memuji dan bersyukur kepada Allah, menikmati kebahagiaan yang tidak ada habisnya.
Baca Juga
Advertisement
Menukil NU Online, Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an LP3IA di Rembang, Jawa Tengah, KH Ahmad Bahauddin Nursalim, atau yang akrab dipanggil Gus Baha, membagikan pandangan mendalam mengenai hubungan antara hamba dan Allah SWT.
Simak Video Pilihan Ini:
Di Akhirat Kita Masih Bisa Memuji Allah SWT
Ia menekankan bahwa hubungan ini bersifat abadi dan tidak terbatas hanya pada kehidupan dunia. "Bahkan di akhirat, seorang hamba masih dapat memuji Tuhan," ujarnya, menggambarkan betapa dekat dan abadi hubungan spiritual ini.
Gus Baha menjelaskan bahwa pemahaman agama seharusnya tidak hanya terbatas pada aspek syariat saja. Menurutnya, pengenalan terhadap hakikat ibadah merupakan bagian penting dalam perjalanan spiritual.
"Ibadah bukan sekadar tentang penerimaan dari Tuhan, tetapi lebih kepada pengabdian yang tulus dan tanpa syarat," tegasnya. Hal ini disampaikannya dalam pengajian umum dan Takhtimul Qur’an bin Nadzor di Haul KH Ahmad Mutamakkin di Kompleks Pemakaman Mbah Ahmad Mutamakkin Kajen, Pati, Jawa Tengah.
Dalam kesempatan tersebut, Gus Baha mengkritisi narasi yang sering mengaitkan kesalahan Nabi Adam dengan dosa besar. Ia menekankan bahwa Nabi Adam sebenarnya adalah korban dari tipu daya iblis, bukan pelaku dosa besar.
"Nabi Adam tidak melakukan dosa besar, tetapi merupakan korban tipu daya iblis yang memanfaatkan rasa hormat Nabi Adam kepada Allah," jelasnya.
Iblis memanfaatkan rasa hormat Nabi Adam kepada Allah untuk menyesatkannya, bahkan dengan menggunakan sumpah demi Allah untuk memperdaya.
Lebih lanjut, Gus Baha menjelaskan mengenai peran Nabi Muhammad di akhirat. Beliau menegaskan bahwa Nabi Muhammad tetap mampu memuji Allah dan memberikan syafaat kepada umatnya.
"Ketika umat manusia, termasuk para nabi lainnya, sibuk dengan urusan masing-masing pada hari kiamat, Nabi Muhammad akan memberikan syafaat kepada mereka yang beriman," ungkap Gus Baha.
Menurutnya, syafaat ini adalah manifestasi dari muru’ah atau harga diri dan kemurahan hati Nabi Muhammad.
Pandangan Gus Baha ini menunjukkan kedalaman spiritualitas dalam Islam yang menekankan bahwa hubungan dengan Tuhan adalah perjalanan yang tidak terbatas pada kehidupan dunia. Ia menegaskan pentingnya memahami hakikat ibadah sebagai bentuk pengabdian yang tulus dan abadi.
"Memahami hakikat ini adalah bagian dari perjalanan spiritual yang lebih dalam," kata Gus Baha.
Ia menggambarkan bagaimana seorang hamba, meski dalam kesalahan dan kesulitan, tetap dapat memuji Tuhan dan mendapatkan pengakuan-Nya.
"Seandainya ia mendapat kabar kalau ibadahnya selama ini tidak diterima Allah, ia tidak akan merasa sedih," ujarnya, menunjukkan keyakinan bahwa hubungan dengan Tuhan adalah sesuatu yang terus berlanjut dan tidak pernah berhenti.
Advertisement
Begini Pandangan Gus Baha
Gus Baha juga memberikan contoh konkret mengenai bagaimana iblis menggunakan tipu daya untuk menyesatkan manusia, seperti yang terjadi pada Nabi Adam. Ia menekankan bahwa iblis sering kali memanfaatkan kelemahan manusia dengan berbagai cara, termasuk dengan menggunakan kalimat-kalimat yang meyakinkan untuk memperdaya.
"Iblis menggunakan tipu daya dan kalimat demi Allah untuk menyesatkan Nabi Adam," katanya.
Dalam pandangan Gus Baha, Nabi Muhammad memiliki peran penting di akhirat dengan memberikan syafaat kepada umatnya.
"Pada hari kiamat, Nabi Muhammad akan selalu berkomitmen untuk memberikan syafaat kepada mereka yang mengucapkan kalimat syahadat," jelasnya. Ini menunjukkan betapa besar kasih sayang dan kemurahan hati Nabi Muhammad terhadap umatnya.
Gus Baha menyampaikan bahwa dalam pandangannya, hubungan antara hamba dan Tuhan tidak hanya tentang kepatuhan dalam ibadah, tetapi juga tentang kedekatan spiritual yang berlanjut hingga akhirat.
"Hubungan ini melanjutkan hingga ke akhirat dan dihargai oleh Tuhan," tuturnya, mencerminkan keyakinan bahwa setiap bentuk ibadah dan pengabdian di dunia ini akan terus berlanjut dan dihargai oleh Tuhan.
Pandangan Gus Baha menggambarkan kedalaman spiritualitas dalam Islam yang menekankan pentingnya memahami hakikat ibadah dan hubungan abadi dengan Tuhan.
"Ini adalah ajakan untuk melihat ibadah sebagai bentuk pengabdian yang tidak terbatas hanya pada kehidupan dunia, tetapi melanjutkan hingga ke akhirat," kata Gus Baha.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul