Mengenal Rufaidah binti Sa'ad, Pelopor Perawat Perempuan Pertama dalam Sejarah Islam

Inilah Rufaidah, perawat muslimah yang mendapat penghargaan dari Rasulullah SAW

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Jul 2024, 14:30 WIB
Ilustrasi Islami, muslimah, hijab. (Photo by Gary Yost on Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Pada zaman Rasulullah SAW, terdapat sosok perawat yang memainkan peran penting dalam merawat orang sakit dan terluka, terutama dalam konteks peperangan dan kebutuhan medis di masyarakat.

Salah satu perawat terkenal adalah Rufaidah binti Sa'ad, seorang wanita dari suku Bani Aslam. Rufaidah dikenal karena keterampilan medisnya dan dedikasinya dalam merawat para pejuang yang terluka selama pertempuran.

Ia sering mendirikan tenda di dekat medan perang untuk memberikan perawatan pertama kepada yang terluka, yang kemudian dikenal sebagai rumah sakit lapangan pertama dalam sejarah Islam.

Rufaidah tidak hanya memberikan perawatan fisik tetapi juga memberikan dukungan moral kepada pasiennya. Keahlian dan kebaikannya membuatnya dihormati di kalangan masyarakat dan bahkan oleh Rasulullah SAW sendiri.

Rasulullah menghargai kontribusi Rufaidah dengan memberinya kehormatan untuk merawat para pejuang yang terluka dan mengelola tenda medis.

Kisah Rufaidah dan perawat-perawat lainnya pada masa itu menunjukkan pentingnya peran perempuan dalam sejarah Islam awal, terutama dalam bidang kesehatan dan kemanusiaan.

 

Simak Video Pilihan Ini:


Namanya Ada dalam Beberapa Kitab

Ilustrasi- Kafilah pengendara unta di padang pasir. (Foto: Tangkapan layar film The Messenger)

Menukil Bincangmuslimah.com, salah satu tokoh perempuan pertama yang berperan dalam bidang ini adalah Rufaidah al-Aslamiyah.

Rufaidah al-Aslamiyah disebut sebagai perempuan tangguh pada zaman Rasulullah yang mengambil peran sebagai perawat pertama dalam dunia Islam. Sosoknya hadir dalam mengembangkan ilmu keperawatan di dunia Islam.

Rufaidah lahir di Yatsrib, sekitar 25 tahun sebelum kedatangan Rasulullah SAW. Jika pendapat ulama ini benar, maka Rufaidah lahir sekitar tahun 597 M.

Dalam beberapa kitab sejarah, namanya disebut berbeda-beda. Menurut Syauqi, namanya adalah Rufaidah binti Sa’ad Al-Bani Aslam Al-Kharaj. Dalam Kitab Al-Maghazi karya Imam Al-Wakidi, ia disebut Ku’aibah binti Sa’ad.

Sedangkan dalam Kitab Ma’rifah Ash-Shahabiyah karya Aba Naim Al-Asfahani, ia dikenal sebagai Rumaitsah Al-Ansariyah. Namun, nama yang umum dikenal adalah Rufaidah.

Rufaidah berasal dari marga Aslam, salah satu marga dari suku Khazraj di Madinah. Ia termasuk dalam kaum Anshar, golongan yang pertama kali menganut Islam di Madinah.

Rufaidah dianggap sebagai mukhadram, seseorang yang mengalami masa jahiliah dan masa Islam sekaligus.

Rufaidah lahir dari kalangan tabib. Ayahnya, Sa’ad Al-Aslami, adalah tabib terkemuka dan pemimpin para tabib di kalangan masyarakat Madinah. Ketertarikannya pada dunia kesehatan diwariskan dari ayahnya.

Ayahnya terkenal di seluruh jazirah Arab dan diklaim mampu menjadi perantara penyembuhan melalui doa-doa dan jimat. Rufaidah mulai belajar ilmu keperawatan dari ayahnya sejak kecil.

 


Sebagai Penghargaan Rasulullah Berikan Kalung

Ilustrasi muslimah, membaca dan belajar (Foto oleh Thirdman: https://www.pexels.com/id-id/foto/wanita-membaca-dalam-ruangan-iman-8489077/)

Menurut penelitian Abdul Hamid Saputra dkk., dalam tulisan berjudul Rufaidah al-Aslamiyah: Perawat Pertama di Dunia Islam (Abad 6-7 M), Rufaidah bekerja sebagai asisten merawat pasien sejak remaja. Sebelum Islam datang di Madinah, ia dan ayahnya menggunakan praktik kesehatan jahiliyah, yakni praktik kesehatan lokal masyarakat Arab dan peradaban kuno.

Praktik kesehatan yang diterapkan Rufaidah dan ayahnya masih sederhana, memanfaatkan hewan dan tumbuhan seperti jinten hitam, bunga Memecylon, truffle gurun, air kencing unta, empedu hewan buas, susu keledai betina, dan lemak cair dari ekor.

Teknik pengobatan termasuk venesection, kauterisasi, dan bekam. Praktik ini merupakan warisan dari bangsa Persia dan Byzantium yang berasimilasi dengan praktik kesehatan lokal Arab.

Keahlian Rufaidah berkembang dengan melihat ayahnya merawat pasien. Ia diberikan tanggung jawab untuk merawat pasien, bahkan melakukan penanganan sendiri saat kondisi darurat atau ayahnya tidak ada.

Pengalaman ini membuatnya terlatih, mandiri, cekatan, dan ulet dalam melakukan perawatan, meskipun pengobatan dan perawatan tersebut masih bersifat mistik dan primitif.

Ayahnya juga mengenalkan praktik kesehatan dari bangsa lain seperti Persia, Romawi, Suriah, dan India. Pengetahuan ini diperoleh melalui relasi perdagangan antarbangsa dan dipraktikkan di kampung halaman mereka.

Rufaidah mempelajari ajaran Islam ketika ia datang ke Madinah pada abad ketujuh sekitar tahun 622 M/1 H. Rufaidah berbaiat kepada Rasulullah SAW dan menjadi mukallaf. Ia mulai memadukan ilmu keperawatan dengan ajaran Islam, membersihkan tempat pengobatan, menggantikan jampi-jampi dan jimat dengan doa dan shalawat, serta berdakwah kepada pasiennya.

Pada tahun yang sama, dengan izin Rasulullah SAW, Rufaidah mendirikan sekolah keperawatan pertama di dunia Islam. Lokasi sekolah ini tidak jelas, namun Rufaidah memimpin dan mendidik perempuan Muslim dalam keperawatan.

Perawat perempuan awal ini dikenal dengan “Al-Asiyah”, dari kata “aasa” yang artinya menyembuhkan luka.

Ketika terjadi peperangan Islam (623-630 M), Rufaidah dan Al-Asiyah meminta izin kepada Rasulullah untuk ikut serta. Mereka diperbolehkan berada di garis belakang, merawat mujahid yang terluka, menyediakan makanan, minuman, dan perlengkapan perang.

Rufaidah mendirikan Rumah Sakit lapangan yang dikenal sebagai “Khaimah Rufaidah” (tenda Rufaidah), sehingga ia dijuluki Mummaridah al-Islam al-Ula (Perawat wanita pertama dalam sejarah Islam).

Untuk mengkoordinir para perempuan lain, Rufaidah menciptakan kode etik keperawatan selama perang. Rufaidah juga merawat Sa’ad bin Muadz yang terluka parah dalam perang Khandaq atas perintah Rasulullah.

Setelah perang, Khaimah Rufaidah yang didirikan di samping Masjid Nabawi digunakan sebagai tempat pelayanan kesehatan, membantu orang miskin, anak yatim, dan penderita cacat mental.

Sebagai penghargaan, Rasulullah SAW memberikan kalung indah kepada Rufaidah yang dipakaikan langsung di lehernya. Rufaidah berwasiat agar kalung tersebut dikuburkan bersamanya ketika ia meninggal.

Akhir hayat Rufaidah tidak diketahui jelas. Namun, ia dipastikan meninggal di Madinah, kota kelahirannya. Dedikasi Rufaidah dalam dunia keperawatan mempengaruhi ilmu keperawatan modern dan sosoknya pantas dijadikan teladan bagi perawat masa kini.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya