Pilpres Venezuela: Maduro dan Oposisi Saling Klaim Kemenangan

Pilpres Venezuela menjadi arena pertarungan sejumlah capres, namun dua yang mengemuka adalah Maduro versus Gonzalez.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 29 Jul 2024, 16:16 WIB
Presiden Venezuela Nicolas Maduro (Dok. AP/Ariana Cubillas)

Liputan6.com, Caracas - Oposisi Venezuela mengklaim kemenangan dalam pemilihan presiden (Pilpres) pada hari Minggu (28/7/2024). Sebelumnya, pemerintah sendiri telah menyatakan Presiden Nicolas Maduro sebagai pemenang pilpres.

"Rakyat Venezuela dan seluruh dunia tahu apa yang terjadi," kata kandidat oposisi Edmundo Gonzalez dalam sambutan pertamanya, seperti dilansir kantor berita AP, Senin (29/7).

Pemimpin oposisi Maria Corina Machado menyebutkan margin kemenangan Gonzalez sangat besar berdasarkan penghitungan suara yang diterimanya dari perwakilan kampanye dari sekitar 40 persen kotak suara di seluruh negeri.

Dewan Pemilihan Nasional, yang dikendalikan oleh loyalis Maduro, sebelumnya mengaku Maduro telah mengamankan 51 persen suara, sementara 44 persen untuk Gonzalez. Namun, mereka tidak merilis penghitungan suara dari masing-masing dari 30.000 bilik suara di seluruh negeri dan hanya berjanji untuk melakukannya pada jam-jam mendatang, sehingga menghambat kemampuan untuk memverifikasi hasil.

Para pemimpin asing menunda untuk mengakui hasil pilpres.

"Rezim Maduro harus memahami bahwa hasil yang dipublikasikannya sulit dipercaya," kata Presiden Chile Gabriel Boric. "Kami tidak akan mengakui hasil apa pun yang tidak dapat diverifikasi."

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengatakan, "AS memiliki kekhawatiran serius bahwa hasil yang diumumkan tidak mencerminkan keinginan atau suara rakyat Venezuela."

Penundaan dalam mengumumkan hasil — enam jam setelah pemungutan suara seharusnya ditutup — mengindikasikan adanya perdebatan mendalam di dalam pemerintahan tentang bagaimana melanjutkan setelah lawan-lawan Maduro keluar lebih awal pada malam hari dan mengklaim kemenangan.

Ketika Maduro akhirnya keluar untuk merayakan hasil, dia menuduh musuh asing yang tidak dikenal mencoba meretas sistem pemungutan suara.

"Ini bukan pertama kalinya mereka mencoba melanggar perdamaian republik," katanya kepada beberapa ratus pendukung di istana presiden.

Dia tidak memberikan bukti untuk mendukung klaim tersebut, namun menjanjikan keadilan bagi mereka yang mencoba memicu kekerasan di Venezuela.


Persoalan yang Menumpuk

Ketua CNE Elvis Amoroso mengatakan anggota dewan telah dengan suara bulat memilih tanggal 28 Juli dari hampir 30 kemungkinan tanggal lainnya. (AP Photo/Fernando Vergara)

Pilpres Venezuela diyakini akan berdampak besar di seluruh Amerika, dengan para penentang dan pendukung pemerintah sama-sama mengisyaratkan minat mereka untuk bergabung dengan eksodus 7,7 juta warga Venezuela yang telah meninggalkan rumah mereka untuk mencari peluang di luar negeri jika Maduro memenangkan masa jabatan enam tahun lagi.

Pihak berwenang menetapkan pemilu hari Minggu bertepatan dengan ulang tahun ke-70 mantan Presiden Hugo Chavez, seorang tokoh sayap kiri yang disegani yang meninggal karena kanker pada tahun 2013 dan menyerahkan revolusi Bolivarian-nya di tangan Maduro. Namun, Maduro dan Partai Sosialis Bersatu Venezuela-nya semakin tidak populer di antara banyak pemilih yang menyalahkan kebijakannya karena telah menghancurkan upah, memicu kelaparan, melumpuhkan industri minyak, dan memisahkan keluarga karena migrasi.

Oposisi berhasil mendukung satu kandidat setelah bertahun-tahun terjadi perpecahan internal partai dan boikot pemilu yang menghancurkan ambisi mereka untuk menggulingkan partai yang berkuasa.

Pemungutan suara pada Minggu juga menampilkan delapan kandidat lain yang menantang Maduro, tetapi hanya Gonzalez, yang merupakan seorang mantan diplomat yang mengancam kekuasaan Maduro.

Setelah memberikan suara, Maduro mengatakan dia akan mengakui hasil pemilu dan mendesak semua kandidat lainnya untuk menyatakan secara terbuka bahwa mereka akan melakukan hal yang sama.

Venezuela memiliki cadangan minyak terbesar di dunia dan pernah menjadi negara dengan perekonomian paling maju di Amerika Latin.

Namun, negara itu jatuh bebas setelah Maduro mengambil alih kendali. Harga minyak yang anjlok, kekurangan yang meluas, dan hiperinflasi yang melonjak melewati 130.000 persen menyebabkan kerusuhan sosial dan kemudian emigrasi massal.

Sanksi ekonomi dari AS yang berusaha memaksa Maduro turun dari kekuasaan setelah pemilihannya kembali pada tahun 2018 — yang dikutuk AS dan puluhan negara lain sebagai tidak sah — semakin memperdalam krisis.


Fokus Kampanye Pilpres Venezuela 2024

Presiden Nicolás Maduro, yang telah berkuasa selama 11 tahun, diperkirakan akan mencalonkan diri kembali. (AP Photo/Fernando Vergara)

Dalam Pilpres Venezuela 2024, Maduro menawarkan tentang keamanan ekonomi, yang coba dia jual dengan kisah-kisah kewirausahaan dan referensi tentang nilai tukar mata uang yang stabil serta tingkat inflasi yang lebih rendah.

Namun, sebagian besar warga Venezuela belum melihat adanya peningkatan kualitas hidup. Banyak yang berpenghasilan di bawah USD 200 per bulan, yang berarti keluarga kesulitan untuk membeli kebutuhan pokok. Sekeranjang bahan pokok — cukup untuk memberi makan keluarga beranggotakan empat orang selama sebulan — diperkirakan seharga USD 385.

Oposisi telah mencoba memanfaatkan kesenjangan besar yang timbul akibat krisis, yang menyebabkan warga Venezuela meninggalkan mata uang negara mereka, bolivar, dan beralih ke dolar AS.

Sementara itu, Gonzalez memfokuskan sebagian besar kampanye mereka di pedalaman Venezuela. Mereka menjanjikan pemerintah yang akan menciptakan lapangan kerja yang cukup untuk menarik warga Venezuela yang tinggal di luar negeri kembali ke rumah dan bersatu kembali dengan keluarga mereka.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya