Liputan6.com, Maluku Tenggara Suara merdu anak-anak menggema, menyanyikan lagu Indonesia Pusaka. Matahari yang perlahan turun dan kencangnya angin laut, tak membuat rasa antusias surut. Bagaimana tidak, siapa yang tak bersemangat bernyanyi di atas kapal perang. Apalagi bagi anak-anak di Pulau Kei Besar.
Kapal sebesar itu, mungkin, tidak pernah mereka lihat. Tak hanya itu, anak-anak pun semakin gembira, karena Menteri Sosial Tri Rismaharini ikut menyumbangkan suara, bernyanyi bersama. Mendengar alunan lagu yang telah menjadi simbol cinta Tanah Air itu, membangkitkan semangat nasionalisme bagi siapapun yang mendengar.
Advertisement
Sore itu, Kamis (24/7), Kapal Republik Indonesia (KRI) Teluk Weda 526 tengah sandar di dermaga Pelabuhan Elat, Kecamatan Kei Besar, Maluku Tenggara. Kedatangan kapal itu untuk tujuan kamanusiaan. Bersama Kementerian Sosial, membantu masyarakat di pulau terdepan. Ruangan dalam kapal yang biasanya berisi tank, kini menjadi tempat berbagai bantuan. Sementara geladak tempat biasa helikopter mendarat, penuh dengan anak-anak, guru, dan masyarakat. Tenda-tenda dipasang di atas helipad.
Di bawahnya, anak-anak duduk berbaris, sementara guru-guru mendampingi di pinggir tenda. Awalnya hanya 10 siswa dari 25 sekolah dasar, menengah, dan atas yang diundang ke atas kapal. Namun, melihat antusiasme yang besar, Mensos Risma mengajak lebih banyak masyarakat dan anak-anak untuk ikut serta. Uniknya, ratusan siswa SD, SMP, dan SMA, serempak mengenakan atasan berbahan kaos bertuliskan "Aku dan Kamu Satu, Satu Nusa Satu Bangsa Satu Bahasa".
Bagi Mensos Risma, mengunjungi pulau terdepan adalah sebuah pesan. Pesan bahwa dimanapun berada, sejauh apapun lokasinya, masyarakat di pulau terdepan tidak pernah ditinggalkan. Kepulauan Kei merupakan bagian dari Wallacea, yaitu kumpulan pulau-pulau Indonesia yang dipisahkan laut dalam dari lempeng Benua Asia maupun Australia. Wilayah Kei Besar, tepatnya di Tanjung Luswed Ohoi Weduar Feer, Kei Besar Selatan Barat, berbatasan langsung dengan Australia. Tentu saja tidak mudah menjangkau Kei Besar. Mensos Risma menempuh 27 jam perjalanan laut dari Kota Ambon menggunakan KRI Teluk Weda.
Meskipun tinggal di pulau yang jauh dari Ibu Kota Negara, nasionalisme anak-anak di Kei Besar boleh diadu. Contohnya Fikram Rokubun (12). Siswa kelas 6 SD Inpress Dit Rahareng ini menulis puisi yang dibaca langsung di hadapan Mensos Risma.
"Jangan kira aku pengecut, lihat dulu bangsaku, Indonesia tercinta ku," kata Fikram saat membaca puisi.
Sepenggal bait puisi itu diciptakan langsung saat acara bersama Mensos Risma dan para TNI Angkatan Laut di atas KRI Teluk Weda. Puisinya diganjar hadiah oleh Mensos Risma. Awalnya diberikan alat lukis, tapi Fikram minta ditukar dengan Al-Qur’an. Sebab dia bercita-cita ingin jadi ustad. Meskipun berbeda cita-cita dengan Fikram, anak lainnya, Jems Piter Heatubun (11), memiliki semangat nasionalisme yang sama. Siswa Kelas 6 SD Inpres Harangur ini ingin jadi tentara. Niatnya ingin berjuang demi negara.
Selain memiliki rasa nasionalisme, anak-anak di Kei Besar memiliki talenta. Salah satunya Feronica Ohoinol (12). Bersama teman-temannya, gadis yang akrab dipanggil Fero ini unjuk kebolehan bermain ukulele di hadapan Mensos Risma. Lagu-lagu kebangsaan pun dipilih untuk dinyanyikan sebagai bentuk kecintaannnya pada Tanah Air.
Kepiawaiannya bernyanyi sambil memetik senar gitar kecil sontak menjadi perhatian seluruh hadirin. Fero dan teman-temannya amat senang bisa punya pengalaman berada di atas kapal perang. Katanya tidak ada kata yang bisa menggambarkan perasaannya, sebab bermimpi menginjakkan kaki di atas kapal perang pun ia tidak pernah.
Di atas KRI Teluk Weda, Mensos Risma tak hanya bermain bersama anak-anak, tapi juga menyampaikan pesan perdamaian. Kapal tidak akan sampai di tujuan tanpa adanya kekompakan dan kerukunan. Begitu Mensos Risma menganalogikan seseorang tidak akan sukses jika bertengkar dengan temannya.
"Sekarang kalau kalian mau berhasil sampai ke tujuan. Kalian juga gak boleh berantem sama temen," kata Mensos Risma.
Jangan berkelahi, jangan merundung, begitu pesan yang diulang-ulang kepada anak-anak yang hadir di KRI Teluk Weda. Nasionalisme terkikis oleh konflik. Karenanya, merawatnya perlu sedini mungkin, yaitu dengan menanamkan rasa cinta sesama sejak anak-anak.
(*)