Rupiah Tertekan Menunggu Data Ekonomi AS dan Jepang

Pengamat pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan potensi pelemahan rupiah ke arah 16.330 per dolar AS dengan potensi support di sekitar 16.250 per dolar AS hari ini.

oleh Arthur Gideon diperbarui 30 Jul 2024, 10:30 WIB
Pada Selasa (30/7/2024) pagi, nilai tukar rupiah turun 29 poin atau 0,18 persen menjadi 16.310 per dolar AS dari sebelumnya sebesar 16.281 per dolar AS. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan Selasa pekan ini. Pelaku pasar tengah menanti sejumlah data ekonomi penting kan akan dirilis sejumlah negara pada pekan ini.

Pada Selasa (30/7/2024) pagi, nilai tukar rupiah turun 29 poin atau 0,18 persen menjadi 16.310 per dolar AS dari sebelumnya sebesar 16.281 per dolar AS.

"Rupiah bisa berbalik melemah hari ini terhadap dolar AS melihat indeks dolar AS yang bergerak naik ke 104,60 pagi ini, level yang belum pernah disentuh sejak 12 Juli 2024," kata pengamat pasar uang Ariston Tjendra dikutip dari Antara.

Menurut Ariston, pasar kelihatannya mewaspadai data dan peristiwa ekonomi global penting yang akan dirilis pekan ini sehingga pasar menahan diri untuk masuk ke aset-aset berisiko termasuk rupiah.

Data dan peristiwa tersebut bisa mempengaruhi pergerakan harga di pasar keuangan. Pekan ini ada pengumuman hasil rapat moneter Bank Sentral Jepang di Rabu pagi dan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) di Kamis dinihari.

Kemudian, ada rilis data Indeks Manajer Pembelian (PMI) China dan data inflasi Eropa.

Pasar berharap Bank Sentral AS atau The Fed akan lebih tegas mendukung pemangkasan suku bunga acuan tahun ini, tapi melihat kondisi inflasi AS yang belum turun juga dan sikap The Fed yang selalu memberikan pernyataan yang tidak pasti ke pasar, mendorong pelaku pasar untuk bersikap menunggu dan mengamati sebelum hasil dirilis.

Ia memperkirakan potensi pelemahan rupiah ke arah 16.330 per dolar AS dengan potensi support di sekitar 16.250 per dolar AS hari ini.


BI Prediksi Rupiah Bakal Perkasa dari Dolar AS, Efek Era Suku Bunga Tinggi Tamat

Petugas menghitung uang pecahan US$100 di pusat penukaran uang, Jakarta, , Rabu (12/8/2015). Reshuffle kabinet pemerintahan Jokowi-JK, nilai Rupiah terahadap Dollar AS hingga siang ini menembus Rp 13.849. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Bank Indonesia mengaku optimis dengan kinerja nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Diprediksi, dalam beberapa bulan ke depan, Rupiah bakal berada di tren penguatan.

Kepala Grup Departemen Pengelolaan Moneter & Aset Sekuritas (DPMA) Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso menjelaskan, salah satu faktor yang menjadi pendorong penguatan nilai tukar rupiah adalah penurunan suku bunga.

BACA JUGA:Rupiah Tertekan dari Dolar AS di Awal Perdagangan, Mampu Menguat?"Saya melihat potensi penguatan rupiah sangat terbuka. Kita tahu bahwa sejumlah analis mengatakan bahwa suku bunga AS sudah mencapai puncaknya. Ke depan akan turun," ucapnya dalam diskusi di Sumba Timur, ditulis Selasa (23/7/2024).

Dari data Bloomberg, dijelaskannya, rupiah hingga 12 Juli 2024 terdepresi 4,81 persen. Angka ini sebenarnya menjadi nilai mata uang yang pelemahannya paling minim jika dibandingkan beberapa negara berkembang lainnya.

Misalnya, Brazil yang pada periode yang sama tertekan hingga 12,1 persen. Sementar Lira Turki juga mengalami pelemahan 11 persen.

 


Jaga Rupiah

Petugas menunjukkan mata uang dolar dan mata uang rupiah di penukaran uang di Jakarta, Rabu (9/11). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada saat jeda siang ini kian terpuruk di zona merah. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Untuk menjaga rupiah yang lebih stabil dan mengawal penguatan rupiah, kata Denny, Bank Indonesia konsisten menjalankan kebijakan moneter yang pro market. Salah satunya adalah adanya Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Perlu diketahui, SRBI adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka Waktu pendek dengan menggunakan underlying asset berupa Surat Berharga Negara (SBN) milik Bank Indonesia.

"Dengan kebijakan yang Pro Market ini Bank Indonesia punya modal kuat untuk bisa mendapatkan masa depan yang lebih cerah," pungkasnya. 

Infografis Beda Rupiah 1998 dengan 2018 terhadap Dolar AS. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya