Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengungkapkan Indonesia sudah turun peringkat dalam daftar negara penghasil sampah plastik di laut terbesar di dunia.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP Kusdiantoro mengatakan, Indonesia sempat menduduki peringkat kedua sebagai negara penghasil sampah plastik di laut terbesar di dunia, setelah China.
Advertisement
"Data dari tahun 2021 sampai 2023 dengan data yang sama, menggunakan data akurat yang diterbitkan oleh Lawrence, itu kita di peringkat kelima. Artinya ada penurunan dari sisi jumlah (sampah)," ungkap Kusdiantoro dalam konferensi pers di kantor KKP, Jakarta Selasa (30/7/2024).
Kusdiantoro menyebut, turunnya peringkat Indonesia dalam daftar tersebut merupakan wujud upaya pemerintah pusat dan daerah untuk mendorong pengelolaan sampah di antara masyarakat. Salah satu contohnya, adalah program pembersihan sampah plastik di laut di 12 lokasi. Bahkan, 18 pemerintah daerah menjalankan kegiatan pembersihan sampah di laut dengan anggarannya sendiri.
"Semakin banyak daerah yang terlibat dengan anggaran yang mereka alokasikan sendiri. Di tahun 2022-2023 jumlahnya masih sedikit, tapi 2024 besar lompatannya,” beber Kusdiantoro.
"Ini artinya kesadaran semakin baik. Kita (ke depannya) bisa keluar dari daftar 10 besar (negara penghasil sampah terbesar di dunia)," ia menambahkan.
Belajar Kelola Sampah dari Jepang, Ini Cara Negeri Sakura Jaga Sungai Tetap Bersih
Sebelumnya, masalah sampah di Sungai Citarum masih menjadi salah satu isu lingkungan yang cukup mengkhawatirkan.
Mengutip data resmi Citarum Harum, timbunan sampah di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum mencapai 15.838 ton per hari. Padahal, Sungai Citarum memiliki peran yang sangat penting, baik bagi lingkungan maupun bagi masyarakat.
Permasalahan ini juga turut menjadi perhatian pemerintah Jepang yang menyadari bahwa ada dua faktor utama yang mencemari Sungai Citarum: air limbah dan limbah padat. Selain manajemen pengolahan sampah, kunci untuk mengatasi masalah tersebut adalah perubahan perilaku masyarakat.
"Penting untuk mengubah pola pikir dan tindakan masyarakat untuk mencegah membuang sampah ke sungai. Memang butuh waktu lama, tetapi saya yakin kita bisa melakukannya," kata First Secretary Enviroment Attache Kedutaan Besar Jepang Takuya Nomoto dalam program Climate Talk Liputan6.com, Jumat (26/7/2024).
Nomoto pun mencontohkan acara bersih-bersih bernama "Spo Gomi" yang diadakan oleh Aeon Delight dan Marubeni di sekitar Universitas Katolik Parahyangan, dengan kerja sama bersama pemerintah Kota Bandung dan Kementerian Lingkungan Hidup.
"Banyak generasi muda yang ikut serta dalam Spo Gomi. Saat itu Ketika saya memunguti sampah di jalan, banyak orang lain yang juga melihat dan mencoba memungutinya. Saya yakin acara semacam ini berpotensi mengubah perilaku masyarakat," tutur dia.
Advertisement
Optimistis Indonesia Bisa Ikuti Jejak Jepang
Ia juga menuturkan, kebersihan sungai yang dimiliki oleh Jepang saat ini juga melalui proses panjang.
"Pada tahun 1960-an atau 1970-an, sungai-sungai di daerah perkotaan Jepang cukup kotor, tetapi kami berupaya memasang fasilitas pengolahan limbah seperti waste-to-energy. Kami jadi tahu pentingnya mengeluarkan uang untuk barang yang sudah kita buang," lanjutnya.
"Kalau tidak, lingkungan tidak akan bisa terjaga dengan baik dan tentu saja kita akan membutuhkan biaya lebih besar untuk memulihkannya."
Nomoto pun merasa optimistis Indonesia ke depannya dapat mengikuti jejak Jepang dalam hal kebersihan sungai.
"Menurut saya, tidak sedikit masyarakat Indonesia yang sudah menyadari pentingnya lingkungan yang baik," ungkapnya.
"Jika Jepang butuh waktu 30 atau 40 tahun untuk membangun masyarakat yang bersih, mungkin Indonesia tidak harus sama. Kami ingin maju bersama Indonesia untuk mempercepat transisi lingkungan hidup guna mencapai Indonesia Emas 2045," tambahnya.
Kerja Sama Indonesia dan Jepang Bersihkan Sungai Citarum
Indonesia dan Jepang telah menyepakati kerja sama untuk membersihkan Sungai Citarum.
Berdasarkan pembahasan yang dilakukan oleh Menko marves Luhut B. Pandjaitan dan Menteri Lingkungan Hidup Jepang Nishimura Akihiro, akhirnya Menteri LHK Siti Nurbaya dan Akihiro menandatangani Nota Kesepahaman pada tahun 2022.
"Berdasarkan kerangka kerja tersebut, kerja sama untuk memperbaiki situasi Sungai Citarum sedang berlangsung dengan kolaborasi banyak mitra," tutur Nomoto.
Sejumlah proyek kerja sama tersebut meliputi:
Pertama, Sewage dan Johkasou, teknologi pengolahan air limbah terdesentralisasi sangat penting untuk meningkatkan kualitas air. Misalnya, Kota Kawasaki bekerja sama dengan Kota Bandung.
"Kota Kawasaki telah memberikan pelatihan dan materi tentang pengelolaan limbah kepada rekan-rekan di Kota Bandung," jelas Nomoto.
Kedua, untuk mengurangi sampah padat dari lahan ke sungai, penting untuk membangun sistem pengelolaan sampah yang tepat.
"Langkah penting yang dilakukan adalah penandatanganan kontrak antara Provinsi Jawa Barat dan konsorsium internasional untuk Proyek Legok Nangka Waste to Energy PPP, Public Private Partnership yang diadakan di Bandung bulan lalu," tambahnya.
Proyek ini merupakan salah satu proyek pengolahan sampah terbesar di Indonesia, yang mencakup enam kota dan prefektur di sekitar Bandung, dan juga akan menghasilkan listrik menggunakan energi terbarukan.
"JICA mendukung tender tersebut bersama dengan International Finance Corporation (IFC), dan Kementerian Lingkungan Hidup Jepang memberikan dialog dan dukungan teknis dengan pemerintah Indonesia," lanjut dia.
Proyek ini juga merupakan salah satu proyek prioritas Asia Zero Emission Community (AZEC).
Advertisement