Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) meminta Pemerintah untuk menunda kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% dari yang berlaku saat ini 11%.
Pasalnya, kenaikan PPN 12% memberikan dampak yang cukup berat bagi daya beli masyarakat.
Advertisement
“Terkait kenaikan PPN jadi 12%, kami berharap Pemerintah untuk menunda karena kenaikan ini akan berdampak ke harga jual. Kalau harga jual naik yang paling berdampak adalah kelas menengah ke bawah,” ungkap Alphonzus Wijaja, Ketua Umum DPP APPBI kepada media di kantor Kementerian Perdagangan, Selasa (30/7/2024).
“Kalau kenaikan ini diterapkan akan membuat situasi semakin tidak sehat,” ucapnya.
Tetapi Alphonzus juga memahami bahwa Pemerintah perlu menambahkan pendapatan negara dari PPN.
“Tapi saya kira bukan dengan menaikkan tarif, contohnya misalnya pajak daerah kami apresiasi ada beberapa pajak daerah yang diturunkan, misalnya wahana permainan anak, hiburan bioskop itu yang biasanya 25-30% sekarang turun hanya maksimal 10%, ternyata ini meningkatkan transaksi banyak pelaku usaha baru yang berbisnis wahana permainan anak sehingga transaksinya justru berlipat, toh pemerintah bisa menerima lebih dibandingkan menaikkan tarif,” jelas dia.
Tak hanya konsumen, Alphonzus juga melihat kenaikan PPN juga akan memberatkan pengusaha.
“Dampaknya ke pelaku usaha, daya abeli menurun, transaksi menurun, penjualan turun, akan membuat lebih sulit lagi pelaku usaha. Tarif PPN kita gak rendah-rendah sekali dibandingkan negara tetangga. Karena pertumbuhan sekarang belum optimal, jadi dorong dulu pertumbuhannya semaksimal mungkin, baru mainkan tarifnya,” imbuh pengusaha itu.
Kenaikan PPN jadi 12% di Tangan Prabowo-Gibran
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyerahkan sepenuhnya rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025 ke pasangan presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Hal ini disampaikan Sri Mulyani saat menjawab pertanyaan awak media terkait rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen.
"Pertanyaan mengenai PPN Saya sudah sampaikan, sekali lagi saya menyerahkan kepada pemerintahan baru untuk memutuskannya," ujar Sri Mulyani di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta, Senin (24/6).
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) naik menjadi 12 persen pada tahun 2025. Airlangga mengatakan aturan untuk kenaikan tarif PPN akan dibahas lebih lanjut dan dilaksanakan oleh pemerintahan selanjutnya.
Kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen merupakan salah satu rencana penyesuaian pajak pemerintah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Dalam UU HPP disebutkan bahwa berdasarkan Pasal 7 ayat 1 UU HPP, tarif PPN yang sebelumnya sebesar 10 persen diubah menjadi 11 persen yang sudah berlaku pada 1 April 2022 dan kembali dinaikkan 12 persen paling lambat pada 1 Januari 2025.
Dalam Pasal 7 ayat 3, tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan yang paling tinggi 15 persen.
Namun, kata Airlangga, penyesuaian peraturan itu tergantung dari kebijakan pemerintah selanjutnya. Dia menjelaskan bahwa kenaikan PPN akan dibahas lebih lanjut dalam penyusunan APBN 2025 bulan depan.
“Kita lihat masyarakat Indonesia sudah menjatuhkan pilihan, pilihannya keberlanjutan. Tentu kalau berkelanjutan, berbagai program yang dicanangkan pemerintah akan dilanjutkan, termasuk kebijakan PPN (12 persen),” kata Menko Airlangga.
Advertisement