Liputan6.com, Surabaya Asiyah (58) warga Kota Surabaya, yang kini tinggal domisili di Desa Bringkang, Kecamatan Menganti, Kabupaten Gresik, mempunyai kisah yang agak laen saat akan menjalani operasi medis.
Wanita paruh baya yang biasa dipanggil Mbah Umik oleh cucunya (Andin dan Bagas) ini seakan-akan tidak sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit untuk operasi.
"Saya dibonceng naik sepeda motor sama suami saya (Soepadji/ Abah Paji) berangkat ke Rumah Sakit (RS) Eka Husada di Menganti sini," ujar Mbah Umik saat berbincang dengan liputan6.com di rumah kediamannya, yang berada di Desa Bringkang, Menganti, Gresik, Selasa (29/7/2024).
Baca Juga
Advertisement
Tidak banyak orang yang tahu kalau Mbah Umik hendak menjalani operasi.
"Tetangga mengira saya dan suami pergi beli sayur di pasar," ucapnya.
Wanita yang dikaruniai empat orang anak ini tidak memerlukan persiapan yang sedemikian rupa menjelang dilakukan operasi pengambilan selang di ginjalnya.
Mbah Umik cukup puasa tidak makan pada waktu subuh sampai siang dan hanya diperbolehkan minum saja.
"Operasi kemarin tanggal 8 Juli dan besoknya sudah pulang ke rumah. Itu operasi yang keenam kalinya sejak tahun 2023," ucapnya.
Dukungan Keluarga
Mbah Umik tiba di RS EKA Husada sejak pagi, pukul 08.00 WIB. Setelah mengisi dan melengkapi berkas persyaratan sebagai peserta mandiri Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, beliau masuk ke kamar operasi pada pukul 13.00 WIB.
Usai menjalani operasinya, Mbah Umik dipindahkan ke dalam kamar perawatan. Dan sekitar pukul 19.00 WIB, dokter RS Eka Husada memeriksanya dan menyatakan bahwa besok sudah boleh pulang.
"Kata dokter Dillon, semuanya berjalan lancar dan normal, jika tidak ada gejala maka besok boleh pulang. Tapi anak ku yang nomor tiga (Arief) khawatir dengan kondisi saya," ujarnya.
"Loh, gak bahaya ta? Mosok wingi mari operasi trus meneh wes oleh moleh (masa kemarin habis operasi kemudian besok sudah boleh pulang)," kata Mbah Umik menirukan kalimat yang disampaikan oleh Arief.
Cerita haru biru Mbah Umik yang agak laen ini sebetulnya terjadi sejak operasi pertama pada 10 Februari 2023 di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Soewandi, Kota Surabaya.
Sebelum menjalani operasi, Mbah Umik selama hampir dua minggu merasakan kesehatannya menurun. Makanan apapun yang dikonsumsinya selalu dimuntahkannya. Sampai-sampai berat badannya, yang awalnya 80 Kilogram (Kg) turun menjadi 60 Kg.
Suami dan empat anaknya sedih melihat Mbah Umik yang sehari-hari hanya bisa berbaring di dalam kamar. Mbah Umik merasa kesakitan jika dibuat duduk dan pipis. Wajahnya pun selalu terlihat agak pucat.
Dengan tekad ingin berbakti kepada orang tua dan semangat gotong royong, anak-anak Mbah Umik patungan uang untuk membawa ibundanya berobat ke RS Eka Husada, Menganti, Gresik.
"Sebenarnya Mbah Umik ini merupakan peserta BPJS Kesehatan Penerima Bantuan Iuran (PBI) Kota Surabaya. Tapi anehnya, setelah dicek oleh petugas BPJS Kesehatan Surabaya (Mbak Weni), keaktifan kepesertaannya masuk dalam Kartu Keluarga (KK) orang lain, tidak satu KK dengan Abah saya," ucap Anis, anak pertama Mbah Umik.
Advertisement
BPJS Kesehatan
Selain itu, kata Anis, karena Mbah Umik adalah peserta BPJS Kesehatan PBI Surabaya, yang tidak bisa digunakan untuk mendapatkan layanan kesehatan di luar kota, maka Anis berinisiatif meminta sumbangan uang kepada adik-adiknya untuk biaya berobat Mbak Umik di RS Eka Husada.
"Hasil dari CT-SCAN dan pemeriksaan dokter di RS Eka Husada, Mbah Umik didiagnosa mengalami ginjal bengkak, ada penyumbatan dan batu kecil diarea ginjal," ujar Anis.
Secara medis, lanjut Anis, ini sudah tidak bisa lagi diobati melainkan perlu tindakan operasi pemasangan dan pengeluaran pipa kecil.
"Operasi itu supaya memperlancar dan mengambil batu kecil yang ada diarea ginjal Mbah Umik," ucapnya.
Sepulangnya berobat dari RS Eka Husada, kondisi Mbah Umik tidak menunjukkan progres yang menggembirakan. Mbak Umik semakin hari semakin lemas, tidak berdaya dan menurunnya semangat untuk sehat.
"Mbah Umik sebenarnya sudah merasakan gejala penyakit ini sejak masih tinggal di rumah Surabaya, namun jarang dirasakan dan diperiksakan ke rumah sakit," timpal Andri, anak kedua Mbah Umik.
Kelebihan berat badan dan kebiasaan Mbah Umik yang berlebihan mengkonsumsi obat-obatan, minuman dingin (Es) serta tidur dilantai beralaskan kasur lipat membuatnya terserang penyakit ginjal bengkak ini.
"Kebetulan, beberapa tahun setelah pindah dari Surabaya ke Menganti Gresik ini, penyakit Mbah Umik sudah berada di puncaknya, sehingga perlu adanya operasi itu," ujar Andri.
Suami dan anak-anak Mbah Umik kembali memutar otak, berpikir keras dan mencoba segala cara supaya Ibundanya ini bisa segera dioperasi. Namun pertanyaan, biaya operasi sangat mahal dan mereka tidak cukup uang untuk hal tersebut.
"Saya coba mendaftarkan Mbah Umik ke RSUD Dr Soewandi Surabaya, dan Alhamdulillah bisa. Mbah Umik beberapa kali melakukan kontrol kesehatan di sana, sempat Opname (Rawat Inap) juga di sana dan menjalani operasi yang pertama kalinya juga di sana," timpal Anis.
Mbak Umik kerap melakukan kontrol kesehatan (rawat jalan) di RSUD Dr Soewandi Surabaya. Beliau naik mobil milik menantunya (Yayan/ suami Anis) menuju rumah sakit milik Pemerintah Kota Surabaya tersebut.
Jarak tempuh dari rumah Mbah Umik ke rumah sakit itu kurang lebih 42 Kilometer (Km) atau sekitar 1 jam 7 menit. Selama perjalanan pergi dan pulang (PP), Mbah Umik tidak bisa duduk, dia tidur terbaring di bangku tengah mobil.
"Untung ada mobilnya Yayan, kalau tidak wira-wiri nya bagaimana. Kalaupun setiap kontrol harus sewa mobil orang lain, biayanya juga mahal dan menambah beban ongkos perjalanan," timpal Abah Paji.
Secara hitungan matematis, perjalanan PP dari Menganti Gresik ke RSUD Dr Soewandi Surabaya membutuhkan biaya untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) minimal senilai 100 ribu rupiah.
Jika biaya BBM itu dipindah alokasikan untuk bayar iuran BPJS Kesehatan mandiri atau non PBI, maka mungkin hasilnya bisa lebih ringan dalam waktu dan tenaga yang dibutuhkan.
Sebelum masuk ke kamar operasi RSUD Dr Soewandi Surabaya, Mbah Umik merasa takut dan sedih hingga menangis karena teringat akan kakak iparnya (Umik Rom) yang meninggal dunia saat menjalani operasi pemasangan ring jantung di rumah sakit yang sama.
"Lek aku mati, Abah mu yok opo (Kalau saya meninggal, Abah mu bagaimana)," timpal Anis menirukan kalimat Mbah Umik.
Suami, anak-anak dan cucu-cucunya memberikan doa dan semangat kepada Mbah Umik supaya mau dioperasi dan segara bisa hidup sehat lagi.
Yayan mencoba memberikan penjelasan kepada ibu mertuanya itu, bahwa operasi ginjal itu tidak seberapa bahaya jika dibandingkan dengan jantung.
"Operasi jantung kalau salah bisa fatal dan bahaya, tapi kalau operasi ginjal jika ada yang salah maka ginjal yang satunya lagi masih bisa berfungsi walaupun kerjanya tidak maksimal," kata Yayan.
Abah Paji juga tidak luput memberikan wawasan secara agamis untuk menguatkan mental dan spiritual istrinya itu.
"Sekarang sudah tidak usah mikir yang aneh-aneh. Segala doa dan upaya sudah dilakukan, sudah saatnya ini dipasrahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa," ujarnya.
Selepas operasi dan kondisinya sudah agak membaik, Mbah Umik dinyatakan sehat dan boleh pulang.
"Kebetulan yang mengurus administrasinya saya, saya sempat baca biaya operasinya sekitar Rp 25 juta, dan kebetulan lagi, syukur Alhamdulillah biayanya dicover BPJS Kesehatan," ucap Abah Paji.
Setelah beberapa hari istirahat di rumah, cobaan yang agak laen kembali menghampiri Mbah Umik. Area wilayah rumahnya terendam banjir sehingga Mbah Umik tidak bisa melakukan aktivitas di dalam kamar mandi.
Alhasil Mbah Umik ditaruh ke dalam gerobak sampah yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa untuk dibawa mengungsi ke rumah Yayan dan Anis.
"Mbah Umik kurang lebih selama tujuh hari di rumah saya. Ya begitulah derita dan cerita Mbah Umik," timpal Anis.
Habis gelap terbitlah terang, kira-kira peribahasa tersebut layak disematkan kepada Mbah Umik. Arief mendapat kabar baik bahwa perusahaan dimana dia kerja bisa memasukan kedua orang tuanya ke dalam BPJS Kesehatan mandiri bersamanya.
"Bayar iuran BPJS Kesehatan diambil satu persen potongan dari gaji saya. Dan Alhamdulillah, akhirnya bisa memindahkan layanan kesehatan ke yang lebih dekat, di rumah sakit Eka Husada Menganti Gresik," timpal Arief.
Tidak cukup disitu saja, cobaan agak laen kembali menerpa Mbah Umik. Usai gagal ginjal ringan, beliau didekap derita pengapuran lutut.
Dibantu oleh petugas BPJS Kesehatan yang bertugas di RS Eka Husada Menganti Gresik (Mbak Lembeng), Mbah Umik selanjutnya menjalani operasi-operasi berikutnya di RS tersebut.
"Mbah Umik selanjutnya menjalani operasi pengapuran lutut kanan dan kiri di RS Eka Husada. Dan satu operasi ginjal bengkak satu kali lagi. Lumayan lebih dekat, hanya berjarak 2,3 Km atau sekitar lima menit naik sepeda motor dari rumah menuju rumah sakit," timpal Anis.
"Jadi kalau ditotal, selama Februari 2023 sampai Juli 2024, Mbah Umik sudah melakukan operasi sebanyak enam kali," tutup Anis.
Riwayat menjaga kesehatan dan tidak berlebihan dalam mengkonsumsi makanan dan minuman seperti yang tercantum dalam kisah Mbah Umik yang agak laen ini sebenarnya sudah diingatkan di dalam Al-Qur'an Surah Al-A'raf ayat 31.
"Bahwasanya Allah SWT berfirman, Wahai anak cucu Adam, pakailah pakaianmu yang indah pada setiap (memasuki) masjid dan makan serta minumlah, tetapi janganlah berlebihan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang berlebihan," tutur Ketua Umam Pimpinan Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) dan Gubernur Jatim periode 2019-2024, Khofifah Indar Parawansa melalui pesan singkat kepada liputan6.com di Surabaya.
Sementara itu, berdasarkan data dari Kantor Cabang Utama Surabaya BPJS Kesehatan, tentang cakupan dan keaktifan Provinsi Jawa Timur per 1 Juli 2024, yaitu:
Sebanyak 41,6 juta penduduk pada semester 2 tahun 2023, cakupan 1 Juli ialah 39 juta setara 93,82 persen. Peserta aktif 30 juta orang, peserta non aktif 8,7 juta orang atau setara dengan 72,89 persen tingkat keaktifan.
Salah satu upaya untuk mengejar kekurangan tersebut, Kepala Kantor Cabang Utama Surabaya BPJS Kesehatan, Hernina Agustin Arifin mengaku pihaknya telah berkolaborasi dengan kepolisian.
Menurutnya masyarakat wajib tahu, karena mulai 1 Agustus 2024, untuk mengurus Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) wajib melampirkan bukti aktif peserta BPJS Kesehatan sebagai salah satu persyaratan administrasi.
“Karena itu keaktifan JKN BPJS kesehatan menjadi penting, tak hanya mendapatkan pelayanan kesehatan juga layanan publik lainnya seperti kepengurusan SKCK,” ujarnya.
Hernina menyampaikan, aturan tersebut sudah diujicoba mulai 1 Maret 2024 di sejumlah kantor kepolisian. Kebijakan itu merupakan bentuk implementasi Peraturan Polri Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penerbitan SKCK.
"Alur layanan SKCK antara lain pendaftaran, penyerahan berkas, verifikasi berkas, proses penerbitan SKCK dan terakhir pencetakan sekaligus penyerahan SKCK. Saat pendaftaran, pemohon melampirkan bukti keaktifan kepesertaan JKN," ucapnya.
Selanjutnya petugas akan melakukan pengecekan melalui web portal berdasarkan Nomor Induk Kependudukan. Bagi pemohon yang belum menjadi peserta JKN, maka harus menunjukkan Virtual Account (VA) pendaftaran JKN.
“Sedangkan untuk pemohon yang telah menjadi peserta JKN namun tidak aktif karena memiliki tunggakan iuran, maka dapat menunjukkan bukti bayar pelunasan JKN atau bukti mengikuti cicilan iuran JKN," ujar Hernina.
Sebagai penyelenggara JKN, BPJS Kesehatan memberikan kemudahan dalam pendaftaran peserta melalui layanan digital yakni, aplikasi mobile JKN dan kanal Pelayanan Administrasi Melalui WhatsApp (Pandawa).
“Selanjutnya, peserta memilih fitur pendaftaran peserta baru dan peserta mengisi data pada field yang disediakan,” ucap Hernina.
Hernina berharap, adanya kebijakan ini turut mendorong warga mengaktifkan JKN atau BPJS Kesehatan, termasuk menyelesaikan tunggakan membayar bagi peserta BPJS Kesehatan.