Liputan6.com, Teheran - Masoud Pezeshkian telah dilantik sebagai presiden kesembilan Iran, menggantikan Ebrahim Raisi yang meninggal dalam kecelakaan helikopter pada Mei 2024.
Upacara hari Selasa di parlemen diadakan dua hari setelah pemimpin tertinggi Iran Ayatullah Ali Khamenei secara resmi mendukung Pezeshkian dan memberikan kekuasaan presiden kepada pria berusia 69 tahun itu.
Advertisement
"Saya sebagai presiden, di hadapan Al-Quran dan rakyat Iran, bersumpah kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk menjadi penjaga agama resmi dan sistem republik Islam serta konstitusi negara," kata Pezeshkian pada upacara yang disiarkan langsung di TV pemerintah, seperti dilansir Al Jazeera, Rabu (31/7).
Pezeshkian, yang diperkirakan akan mengumumkan pemerintahannya dalam waktu dua minggu, telah memperoleh lebih dari 16 juta suara selama pemilihan putaran kedua Iran atau sekitar 54 persen dari sekitar 30 juta suara yang diberikan.
Kemenangannya telah meningkatkan harapan akan mencairnya hubungan Iran dengan Barat. Namun, Pezeshkian menjabat pada saat meningkatnya ketegangan di Timur Tengah akibat perang di Jalur Gaza dan baku tembak hampir setiap hari antara Israel dan Hizbullah, sekutu Iran di Lebanon.
Iran, yang mendukung kelompok yang menggambarkan diri mereka sebagai "Poros Perlawanan" terhadap pengaruh Israel dan Amerika Serikat (AS) di Timur Tengah, menuduh AS mendukung apa yang disebutnya kejahatan Israel di Jalur Gaza.
"Mereka yang memasok senjata yang membunuh anak-anak tidak dapat mengajarkan umat Islam tentang kemanusiaan," tutur Pezeshkian.
Optimistis tentang Masa Depan
Para pemimpin sekutu Iran, Hamas, Jihad Islam Palestina, perwakilan senior gerakan Houthi di Yaman, dan Hizbullah di Lebanon, menghadiri upacara pelantikan Pezeshkian.
Sebelumnya, pada hari Senin (29/7), Pezeshkian memperingatkan Israel agar tidak menyerang Lebanon, dengan mengatakan tindakan seperti itu akan memiliki konsekuensi yang berat.
Bagaimanapun, otoritas tertinggi di Iran berada di tangan Khamenei dalam semua urusan negara, termasuk kebijakan luar negeri dan nuklir.
Khamenei juga harus menyetujui pilihan Pezeshkian untuk jabatan-jabatan kabinet penting, seperti menteri luar negeri, perminyakan, dan intelijen.
Selain perang Israel di Jalur Gaza, Pezeshkian saat ini menghadapi tugas berat untuk membebaskan Iran dari sanksi AS yang melumpuhkan, yang diberlakukan kembali setelah AS membatalkan kesepakatan nuklir Iran.
Pembicaraan tidak langsung antara Teheran dan Washington untuk menyelamatkan kesepakatan nuklir telah terhenti sejak 2022, dengan kedua belah pihak saling menuduh atas tuntutan yang tidak masuk akal.
"Pemerintah saya tidak akan pernah menyerah pada intimidasi dan tekanan … Tekanan dan sanksi tidak berhasil … dan rakyat Iran harus diajak bicara dengan rasa hormat," tegas Pezeshkian.
"Saya tidak akan berhenti berusaha mencabut sanksi yang menindas," imbuhnya. "Saya optimistis tentang masa depan."
Advertisement