Liputan6.com, Cirebon - Musikus tarling Cirebon Jana Partanaim dikabarkan meninggal dunia. Salah satu musikus tarling Cirebon generasi kedua itu meninggal di usia 90 tahun.
Informasi yang didapat, kesehatan Jana Partanaim sempat menurun dan dirawat di Rumah Sakit Pelabuhan Cirebon. Salah seorang budayawan Cirebon Akbarudin Sucipto mengatakan, Jana Partanaim sempat masuk ICU sebelum akhirnya berpulang.
"Almarhum adalah sosok putra terbaik Cirebon yang konsisten dan komitmen melestarikan Tarling Klasik Cirebon," ujar Akbarudin, Rabu (31/7/2024).
Baca Juga
Advertisement
Semasa hidup, Jana Partanaim diketahui selalu konsisten melestarikan musik tarling klasik. Ia kemudian membangun sanggar seni bernama Candra Kirana.
Semula, katanya, Jana Partanaim membangun sanggar seni bernama Paduana yang berarti siapa saja boleh ikut manggung bersamanya.
"Seiring berjalannya waktu ditetapkanlah nama sanggar seni Candra Kirana," ujar Akbarudin Sucipto.
Tim Liputan6.com pernah bertemu dan wawancara langsung di kediamannya jalan Samadikun Gg. Melati 7 Kebonbaru Kejaksan Kota Cirebon. Saat itu, mendiang bersama personil lain tengah berkumpul memainkan lagu-lagu tarling klasik yang pernah jaya pada masanya.
"Kalau tidak sama teman-teman ya saya petik sendiri gitar saya," kata Sudjana, Sabtu (9/3/2019).
Melodi Kiser
Jana Partanaim merupakan satu dari musikus tarling klasik Cirebon generasi kedua yang berhasil menciptakan melodi dalam lantunan lagu khas Cirebon. Melodi tersebut bernama Kiser pada tahun 1940-an.
Berdasarkan catatan sejarah, kakek yang biasa disapa Mama Jana itu berada di posisi penting dalam perkembangan tarling klasik Cirebon. Bahkan, dari hasil karya yang selalu dikembangkan, Mama Jana sering manggung di berbagai daerah di Indonesia pada masa itu.
Ditengah perkembangan musik Pantura, Mama Djana masih konsisten memetik gitarnya. Sesekali ia memetik gitar elektrik hasil dari perjalanan karirnya manggung di berbagai tempat pada masa itu.
"Sekarang manggung hanya sesekali disamping usia tidak banyak orang yang nanggap tarling klasik lagi. Adapun yang banyak manggung ya sudah masuk kategori dangdut pantura," kata dia.
Mama Djana sempat berbagi cerita tentang perjalanannya menggeluti seni tarling klasik Cirebon hingga akhirnya menemukan melodi Kiser. Dia menuturkan, awal mula tarling berkembang pada tahun 1940-an.
Saat itu Cirebon dan Indramayu tengah dijajah oleh Belanda. Salah satu musikus tarling ternama pada era tersebut adalah Sugra dari Indramayu dan Barang dari Cirebon.
"Musik tarling ditemukan berasal dari kemampuan Sugra bermain gamelan. Saat itu Pak Sugra menggabungkan musik dari gamelan ke dalam nada yang ada di senar gitar ditambah suling. Jadilah tarling, yaitu gitar dan suling," tutur dia.
Seiring perkembangan musik tarling, Mama Djana mulai aktif menggeluti musik khas Cirebon itu sejak tahun 1946. Saat itu, Djana yang sering manggung bereksplorasi menggabungkan beberapa unsur musik ke dalam suara gitar, sehingga menjadi melodi kiser.
Melodi kiser tarling klasik yang diciptakan Mama Djana tersebut merupakan campuran lagu yang pada gamelan dan keroncong. Lagu tersebut kemudian digabungkan dengan laras gamelan, pelog, slendro dan prawa khas Cirebon.
"Saya gabungkan banyak unsur musik tradisional Cirebon dan jadilah melodi kiser. Alhamdulillah banyak yang suka. Saya biasanya empat orang kalau manggung," kata dia.
Dari ciptaannya itu, Mama Djana menghasilkan banyak karya musik tarling klasik Cirebon. Namun, hingga berkembangnya zaman, musik tarling pun berubah menjadi musik organ tunggal dan dangdut Cirebonan.
"Kalau lagu-lagu Cirebonan yang terkenal banyak ada kiser, waled, bendrong, barlen. Lagu tarling klasik menceritakan tentang kehidupan sehari-hari masyarakat Cirebon," tutur dia.
Advertisement