Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan pencegahan bepergian ke luar negeri dari kasus korupsi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
KPK sebelumnya sempat melakukan pencekalan dari kasus tersebut sebanyak empat orang, kini bertambah tiga orang.
Advertisement
"Larangan berpergian ke luar negeri terhadap 7 orang WNI," kata Jubir KPK, Tessa Mahardika Sugiarto dalam keterangannya, Kamis (1/8/2024).
Tessa menjelaskan pencegahan itu sebagaimana dalam surat keputusan tentang larangan bepergian ke luar negeri nomor 981 tahun 2024. Terhadap ketujuh orang tersebut dicekal selama setengah tahun.
"Larangan berpergian tersebut berlaku selama enam bulan ke depan," ungkap Tessa.
Menindak lanjuti pencekalan itu, KPK juga telah menerapkan tersangka dari orang-orang tersebut dari kasus LPEI yang telah membuat negara rugi Rp3,4 triliun.
salah satu pihak yang ditetapkan menjadi tersangka dari kasus LPEI itu adalah pihak penyelenggara negara. Hanya saja dia enggan untuk membeberkan indentitas dari penyelenggara yang dimaksud dan enam tersangka lain.
Proses penyitaan barang bukti juga telah dilakukan oleh tim penyidik. Untuk selanjutnya, KPK bakal memeriksa saksi yang dimaksud.
"Proses penyidikan saat ini sedang berjalan dengan pemeriksaan saksi-saksi serta penyitaan barbuk," ucap Tessa.
Dari kasus tersebut, telah terjadi fraud atau kecurangan yang dilakukan oleh tiga perusahaan. Sehingga mengakibatkan negara rugi hingga triliunan rupiah.
"Kerugian dari PT PE dengan nilai kerugian Rp 800 miliar, PT RII sebesar Rp 1,6 triliun, dan PT SMJL sebesar Rp 1,051 triliun," ungkap Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron kepada wartawan Selasa (19/3/2024) malam.
"Sehingga yang sudah terhitung dari 3 korporasi penyaluran kredit PT LPEI ini sebesar Rp3,451 triliun," lanjut dia.
Lantaran Penyimpangan Pemberian Kredit Modal
Disaat yang bersamaan, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menyebut dugaan terjadinya fraud tersebut semula adanya penyimpangan pemberian kredit modal kerja ekspor (KMKE) oleh LPEI.
"Secara umum sebetulnya terkait dengan pembiayaan sebagaimana perbankan, kenapa kemudian kredit itu macet umumnya terjadi karena kurang hati-hatinya komite kredit atau pihak lembaga yang memberikan kredit itu terhadap kondisi dari debitur," ujar Alexander.
KMKE dalam hal ini diduga mengabaikan jaminan kelayakan pengajuan pembiayaan serta adanya indikasi ketidakwajaran dari berdasarkan laporan keuangan tentang waktu Juni 2015. Dimana laporan ketidakwajaran tersebut dijadikan rujukan analisa pembiayaan ke PT PE.
"Jadi laporan keuangan PT PE diduga itu tidak mengandung kebenaran. Itu pada laporan PTPE dijadikan rujukan dalam analisis pemberian pembiayaan ke PT PE," ucap Alex.
Advertisement
Tak Bisa Menutup Pembiayaan
Pada saat pengajuan jaminan aset tetap oleh PT PE, kata Alex terdapat tiga ruangan kantor yang berpotensi gagal. Sebab belum diterbitkan sertifikat kepemilikan atas aset tersebut.
"Secara keseluruhan jaminan-jaminan yang diberikan PTPE itu lebih kurangnya tidak bisa menutup fasilitas pembiayaan yang diberikan kepada PT PE. Jadi jaminannya rendah, tidak menutup kredit yang diberikan," imbuh dia.
Bahkan kata Alex terdapat dugaan penggelembungan nilai piutang PT. PE diantaranya peningkatan aset hingga dua kali lipat dikarenakan naiknya piutang dan pencatatan semu atas akuisisi.
"Ini beberapa dugaan fraud yang dilakukan disebabkan tidak telitinya dari eks Komite Kredit dari LPEI dalam menganalisis laporan-laporan keuangan yang disampaikan PT PE," katanya.
Reporter: Rahmat Baihaqi/Merdeka.com