Liputan6.com, Jakarta - Potensi Indonesia menjadi pemain besar di industri kendaraan listrik dunia sangat terbuka lebar. Pasalnya, negara ini memiliki cadangan nikel yang cukup besar, sebagai salah satu bahan baku pembuatan baterai.
Dijelaskan Menteri BUMN, Erick Thohir, cadangan nikel Indonesia menjadi modal kuat untuk mendukung program hilirisasi mineral. Selanjutnya, bisa diolah menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik yang digadang jadi perhatian seluruh dunia.
Advertisement
"Kita patut berbangga bagaimana Indonesia menjadi salah satu pemain nikel terbesar di dunia. Kita berbangga sekarang investasi untuk ekosistem daripada EV battery kita saya rasa salah satu terdepan," ungkap Erick di Mandiri Corporate University, Jakarta, dikutip Kamis (1/8/2024).
Sektor hilirisasi ini, bahkan turut mengundang investasi dari China, hingga Korea Selatan. Menyusul, Volkswagen dan Ford juga tertarik untuk menanamkan modalnya di Tanah Air untuk industri kendaraan listrik.
"Di sini ada investasi dari China, dari Korea, ada juga nantinya dari Volkswagen, dari Ford Motor Company. Artinya kita luar biasa,” sambung Erick.
Namun, pria yang juga menjabat sebagai ketua Umum PSSI ini kemudian mengatakan terkait persoalan yang menjadi tantangan, yaitu kecakapan teknologi.
Ia mencontohkan, ketika Honda membuat motor di Indonesia, tapi hingga saat ini sumber daya manusia (SDM) lokal, bahkan disebut tak mampu membuat karburatornya.
"Kita bicara downstreaming daripada EV battery, tetapi teknologi baterai kita belum punya. Kita masih berbasis daripada tambang di investasi menjadi smelter diturunkan turunannya, tetapi teknologi knowledge-nya kita belum punya," tutur Erick.
Moeldoko Sebut Empat Isu Kendaraan Listrik yang Mesti Dibenahi
Peralihan penggunaan kendaraan listrik di Indonesia terus bergerak secara masif. Namun masih ada beberapa isu atau kendala yang cukup jadi faktor penghalang, sehingga penjualan mobil dan motor ramah lingkungan ini belum maksimal.
Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko mengatakan ada empat isu terkait kendaraan listrik yang harus diselesaikan oleh berbagai pihak, baik pemerintah maupun swasta, atau pelaku industri otomotif Tanah Air.
"Orang naik atau membeli mobil listrik itu, nanti jarak jauh kalau habis (baterai) mau charging di mana. Isu baterai yang paling utama, bagaimana jika habis di tengah jalan," jelas pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo) saat memberikan sambutan, di acara Cita dan Cipta Liputan6.com x Fimela di Shangri-La Hotel, Jakarta, Rabu (31/7/2024).
Lanjut Moeldoko, isu berikutnya adalah terkait dengan tempat pengisian baterai. Sejatinya, infrastruktur ini, harus benar-benar tersedia secara masif di Indonesia, sehingga membuat para pengguna atau pemilik kendaraan listrik merasa lebih aman dan nyaman, terkait daya baterai mobil atau motornya.
"Bagaimana charging itu, harus tersedia secara masif. Isu ketiga, adalah kebakaran. Sampai dengan saat ini, masih bertanya aman tidak pakai baterai listrik," tegas Moeldoko.
Kemudian lanjunya, isu keempat tentu saja terkait harga jual yang masih mahal. Pasalnya, jika baterai masih memiliki banderol yang tinggi, tentu saja harga mobil dan motor listrik juga akan masih mahal.
Advertisement