BI Luncurkan Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2030, Simak Isinya

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan, akselerasi digitalisasi pembayaran nasional dilakukan pada lima inisiatif.

oleh Tira Santia diperbarui 01 Agu 2024, 12:15 WIB
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dalam pembukaan Karya Kreatif Indonesia (KKI) dan Festival Ekonomi dan Keuangan Digital (FEKDI) 2024, di Jakarta, Kamis (1/8/2024). (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) meluncurkan Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2030, Kartu Kredit Indonesia Segmen Pemerintah Online Payment, dalam penyelenggaraan Karya Kreatif Indonesia atau KKI dan Festvial Ekonomi dan Keuangan Digital (FEKDI) 2024.

"Sebagai kelanjutan dari Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025, akselerasi digitalisasi pembayaran nasional difokuskan pada lima inisiatif," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dalam pembukaan Karya Kreatif Indonesia (KKI) dan Festival Ekonomi dan Keuangan Digital (FEKDI) 2024, di Jakarta, Kamis (1/8/2024).

Peluncuran BSPI 2030 akan difokuskan pada lima inisiatif utama. Pertama, membangun dan memperkuat infrastruktur sistem pembayaran ritel serta mengundang pelaku usaha sistem pembayaran swasta untuk berkolaborasi dalam fast payment BI.

Kedua, memodernisasi infrastruktur wholesale sistem pembayaran untuk bisa terkoneksi dengan sistem pembayaran ritel dalam ekosistem internasional, diantaranya melalui fitur Real Time Gross Settlement (RTGS).

Ketiga, penguatan infrastruktur data sistem pembayaran bank maupun non bank yang terintegrasi dan teregulasi dengan aman serta mendorong tumbuhnya inovasi dalam sistem pembayaran. Keempat, membangun infrastruktur perluasan akses dengan mengkonsolidasi industri sistem pembayaran antara big player dan small player sehingga terwujud ekosistem sistem pembayaran digital yang inklusif.

Kelima, pengembangan Central Bank Digital Currency (CBDC) sebagai manifestasi peranan BI meningkatkan efisiensi pembayaran domestik dan kebijakan moneter.

 


Bank Indonesia Ingatkan Tantangan Inflasi di Tengah Ketidakpastian Global

Suasana gedung bertingkat dan permukiman warga di kawasan Jakarta, Senin (17/1/2022). Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 mencapai 5,2 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat yang didukung aktivitas pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Namun, tantangan inflasi yang meningkat di tengah ketidakpastian global yang berlanjut harus diwaspadai.

Hal itu disampaikan Asisten Gubernur BI, Doddy Zulverdi seperti dikutip dari Antara, Jumat (28/6/2024).

"Hal tersebut perlu disikapi dengan cara memperkuat sinergi dan kolaborasi dalam pengendalian inflasi daerah khususnya melalui program-program unggulan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID)," ujar Doddy, saat memberikan sambutan dalam acara Pengukuhan Kepala Perwakilan BI Purwokerto di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat pekan ini.

Meskipun ketidakpastian global berlanjut, Doddy menuturkan, pertumbuhan ekonomi nasional tetap kuat ditopang oleh aktivitas pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Dia menuturkan, diperlukan sinergi serta kolaborasi dalam menjaga daya saing dan kualitas produk UMKM di daerah.

"Untuk menjaga pertumbuhan ekonomi khususnya dari sisi konsumsi, upaya untuk mewujudkan ekosistem transaksi digital di daerah perlu untuk terus diperkuat," ujar dia.

Dia menilai, salah satu cara yang dapat dilakukan di antaranya semakin memperbanyak titik-titik penerimaan pembayaran transaksi digital baik di ritel maupun keperluan retribusi di daerah. Ia mengatakan kelancaran transaksi dalam perekonomian melalui peredaran uang rupiah yang baik senantiasa memerlukan sinergi dengan berbagai pemangku kepentingan.

"Untuk itu, kami mengajak untuk bersama-sama menerapkan sikap Cinta, Bangga, dan Paham Rupiah di seluruh penjuru daerah agar perekonomian berjalan lancar dan tumbuh merata," ujar dia.


Bank Indonesia Tegaskan Pedagang Tanggung Biaya Layanan QRIS

Deputi Gubernur Bank Indonesia Doni Primanto Joewono mengungkapkan bahwa perhitungan batasan Rp 100.000 ini sudah dihitung dengan data yang dikumpulkan BI. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menegaskan biaya layanan QRIS 0,3 persen menjadi beban yang harus ditanggung dari merchant atau pedagang. Hal ini seperti kesepakatan dari merchant yang telah bersedia untuk menyediakan transaksi pembayaran QRIS.

"(Biaya layanan)  ini memang tidak dikenakan ke konsumen, karena ini menjadi beban dari merchant (pedagang), ketika dia ikut serta dalam transaksi QRIS," ujar Deputi Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran, Bank Indonesia Elyana K. Widyasari dalam acara Pelatihan Wartawan di Pulau Samosir, Sumatra Utara, ditulis Senin (29/4/2024).

Elyana menuturkan, pengenaan tarif layanan QRIS 0,3 persen telah mempertimbangkan kelangsungan bisnis merchant. Besaran tarif juga telah sesuai kesepakatan bersama Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI). Di sisi lain, BI telah mengenakan biaya MDR (merchant discount rate) sebesar 0,3 persen untuk usaha mikro sejak 1 Juli 2023.

"Jadi, Bank Indonesia pada saat memang pricing-nya (tarif layanan), kita sudah mempertimbangkan bagaimana caranya transaksi ini bisa memudahkan masyarakat, tetapi penyelenggara pembayaran yang menyediakan layanan itu juga bisa tetap sustain," ujar dia.

Ia menegaskan, transaksi yang di-charge pakai QRIS dilarang dikenakan kepada konsumen. "Transaksi-transaksi yang di charge pakai QRIS 0,3 persen itu tidak boleh dikenakan ke konsumen, betul," ujar dia.

Apabila, konsumen merasa dirugikan atas pengenaan layanan tambahan atas transaksi melalui QRIS. Dia, menyebut konsumen yang bersangkutan dapat melaporkan langsung ke masing-masing penyelenggara sistem pembayaran.

"Nanti, Kalau misalnya ada merchant (pedagang) yang  menolak mungkin bisa disampaikan ke penyelenggara pembayaran, provider," ujar dia.

 


Pengenaan Biaya

Dan terkini, transaksi QRIS sudah digunakan oleh 45 juta orang di awal 2024. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pengenaan Biaya MDR 0,3%

Sebelumnya, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede, menilai pengenaan tarif Merchant Discount Rate (MDR) sebesar 0,3 persen untuk layanan QRIS bagi pelaku usaha mikro lebih menguntungkan perbankan dan penyedia jasa pembayaran 

Sebaliknya, kenaikan MDR layanan QRIS menjadi berpotensi membebani bagi pelaku usaha yang menggunakan fasilitas QRIS.

"Kami melihat, dari sisi perbankan dan penyedia jasa pembayaran, hal ini dapat mendatangkan keuntungan, mengingat akan ada pembagian yang didapatkan kepada Lembaga-lembaga tersebut," kata Josua kepada Liputan6.com, Kamis, 6 Juli 2023.

Meski demikian, QRIS akan tetap menjadi pilihan masyarakat dalam bertransaksi, karena biayanya masih relatif lebih murah. Selain itu, kemudahan, serta kenyamanan bertransaksi akan menjadi alasan utama bagi masyarakat maupun pelaku usaha dalam menggunakan fasilitas QRIS ini.

 


Bank Indonesia Sederhanakan 135 Aturan Sistem Pembayaran jadi 1 Regulasi

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo bersiap menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur (RGD) Bank Indonesia di Jakarta, Kamis (19/12/2019). RDG tersebut, BI memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR) sebesar 5 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menerbitkan regulasi baru yang mereformasi 135 ketentuan terkait sistem pembayaran menjadi satu yang tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 22/23/PBI/2020 mengenai sistem pembayaran. Penyederhanaan regulasi tersebut untuk menyikapi pesatnya perkembangan ekonomi keuangan digital di Tanah Air.

"Kami jadikan satu untuk mengakomodir ekonomi keuangan digital, melakukan penguatan dan penyederhanaan ketentuan dan juga menata struktur industri," ujar Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Filianingsih Hendarta, Jakarta, Jumat (8/1).

Filianingsih mengatakan, PBI tersebut terbit pada 30 Desember 2020 dan mulai berlaku secara efektif pada 1 Juli 2021. Nantinya bank sentral juga akan membuat sekitar 10 aturan turunan menyusul sebelum peraturan reformasi itu berlaku.

PBI baru tersebut akan memperkuat aturan mengenai akses ke penyelenggaraan sistem pembayaran (access policy), penyelenggaraan sistem pembayaran hingga pengakhiran penyelenggaraan sistem pembayaran (exit policy), fungsi BI di bidang sistem pembayaran, pengelolaan data secara terintegrasi, dan perluasan ruang uji coba inovasi teknologi.

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya