Liputan6.com, Bukittinggi - Sejumlah takmir masjid, penyuluh agama, dan Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) di Sumatera Barat mendapat pelatihan siaga saat menghadapi bencana alam.
Pelatihan ini digelar Kemenag bekerja sama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Management of Social Transformation Programme (Most UNESCO), dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatra Barat.
Advertisement
Gubernur Sumatra Barat Mahyeldi Ansharullah mengatakan, wilayah Sumatra Barat memiliki potensi bencana yang tinggi.
"Sumatra Barat memang rawan terhadap bencana, baik banjir, gunung meletus, galodo, gempa bumi, dan tsunami," ungkapnya saat Workshop Penguatan Literasi Kebencanaan Berbasis Pengetahuan Lokal dalam Pengurangan Risiko Bencana di Sumatra Barat, Rabu (31/7/2024).
Mahyeldi berharap, workshop tersebut dapat memberi wawasan tentang bencana dan kesiapsiagaan, terutama bagi kelompok difabel, yang paling rentan saat terjadi bencana. "Workshop ini dapat mendukung masyarakat Sumatra Barat untuk bisa menyikapi bencana dan mengurangi risikonya," tambahnya.
Kasubdit Kepustakaan Islam Kemenag Nur Rahmawati mengatakan, terdapat tiga tujuan dari pelatihan tersebut. Pertama, mampu memaksimalkan pemanfaatan pengetahuan lokal dalam meningkatkan pengurangan risiko bencana di Sumatra Barat. Kedua, meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membangun kesiapsiagaan dan adaptasi, melalui pendidikan literasi bencana yang inklusif dan keberlanjutan.
"Terakhir, diharapkan mampu melahirkan rekomendasi berupa kebijakan yang efektif untuk pemanfaatan pengetahuan lokal dan teknologi informasi dalam mitigasi dan manajemen risiko bencana," jelasnya.
Bentuk Perhatian Masyarakat Sumbar
Nur mengungkapkan, workshop tersebut merupakan bentuk perhatian pada masyarakat Sumatra Barat agar peka terhadap bencana.
"Mereka (takmir dan penyuluh agama) adalah tokoh di lingkungan mereka masing-masing. Dengan pelatihan ini, diharapkan mereka dapat meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat sekitar terhadap bencana," ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Most UNESCO, Fakhriati mengatakan, workshop ini merupakan respons terhadap kejadian bencana yang dahsyat beberapa bulan lalu di Sumatra Barat. "Banjir galodo di selingkar Gunung Marapi, Kabupaten Agam dan Tanah Datar, serta banjir di Pesisir Selatan dan kabupaten lainnya menjadi perhatian kita bersama," ujarnya.
Kegiatan workshop digelar dua hari, 30 – 31 Juli 2024, dihadiri takmir masjid, penyuluh, dan 15 difabel.
Advertisement