Korea Utara Diisukan Ingin Kembali Berunding Soal Nuklir Jika Donald Trump Menang Pilpres AS

Para diplomat Pyongyang diisukan sedang memetakan strategi untuk skenario perundingan kembali soal nuklir dengan Washington.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 01 Agu 2024, 19:10 WIB
Jabatan tangan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un di Metropole Hotel, Hanoi, Vietnam (AP)

Liputan6.com, Pyongyang - Seorang diplomat senior Korea Utara yang baru-baru ini membelot ke Korea Selatan mengatakan, Korut ingin membuka kembali perundingan nuklir dengan Amerika Serikat jika Donald Trump terpilih kembali sebagai presiden.

Pelarian diplomat bernama Ri Il Gyu dari Kuba menjadi berita utama di seluruh dunia bulan lalu. Ia adalah diplomat Korea Utara berpangkat tertinggi yang membelot ke Selatan sejak 2016, dikutip dari laman Channel News Asia, Kamis (1/8/2024).

Dalam wawancara pertamanya dengan media internasional, Ri mengatakan bahwa Korea Utara telah menjadikan Rusia, AS, dan Jepang sebagai prioritas utama kebijakan luar negerinya untuk tahun ini dan seterusnya.

Sambil memperkuat hubungan dengan Rusia, Pyongyang ingin membuka kembali perundingan nuklir jika Donald Trump memenangkan pemilihan ulang pada bulan November, kata Ri.

Para diplomat Pyongyang sedang memetakan strategi untuk skenario itu, dengan tujuan mencabut sanksi atas program persenjataannya, mencabut penunjukannya sebagai negara sponsor terorisme, dan memperoleh bantuan ekonomi, kata Ri.

Komentarnya mengisyaratkan kemungkinan perubahan sikap dari Korea Utara saat ini setelah pernyataan baru-baru ini yang mengabaikan kemungkinan dialog dengan Amerika Serikat dan peringatan akan konfrontasi bersenjata.

 


Perundingan Sempat Gagal

Presiden AS Donald Trump berjabat tangan dengan Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un dalam pertemuan bersejarah di resor Capella, Pulau Sentosa, Selasa (12/6). Kim dan Trump hadir di depan jurnalis dengan latar belakang bendera Korut dan AS. (AP/Evan Vucci)

Pertemuan puncak antara pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Donald Trump di Vietnam pada tahun 2019 gagal karena sanksi, yang sebagian disalahkan Ri atas keputusan Kim untuk mempercayakan diplomasi nuklir kepada komandan militer yang tidak berpengalaman dan tidak tahu apa-apa.

"Kim Jong Un tidak tahu banyak tentang hubungan internasional dan diplomasi, atau cara membuat penilaian strategis," katanya.

"Kali ini, kementerian luar negeri pasti akan mendapatkan kekuasaan dan mengambil alih, dan tidak akan mudah bagi Trump untuk mengikat tangan dan kaki Korea Utara lagi selama empat tahun tanpa memberikan apa pun."

 


Bantuan dari Rusia

Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un di sisi utara garis demarkasi militer, zona demiliterisasi Korea (DMZ), Panmunjom pada Minggu 30 Juni 2019 (Brendan Smialowski / AFP PHOTO)

Dengan menjalin hubungan yang lebih erat dengan Rusia, Korea Utara menerima bantuan untuk teknologi rudal dan ekonominya.

Namun, manfaat yang lebih besar adalah untuk memblokir sanksi tambahan dan melemahkan sanksi yang sudah ada, kata Ri, seraya menambahkan bahwa hal itu akan meningkatkan daya tawar Pyongyang terhadap Washington.

"Rusia mengotori tangan mereka sendiri dengan terlibat dalam transaksi terlarang dan berkat itu, Korea Utara tidak perlu lagi bergantung pada AS untuk mencabut sanksi, yang pada dasarnya berarti mereka melucuti satu alat tawar-menawar utama AS," katanya.

Kim Jong Nam, kakak tiri penguasa Korea Utara, Kim Jong Un, tewas dibunuh (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya