Liputan6.com, Ambon - Kental manis masih dianggap susu yang sehat bagi anak oleh sebagian ibu di Kota Ambon, salah satunya Fauziah.
Ibu 40 tahun itu berbagi cerita pada Ketua Majelis Kesehatan Muslimat Nahdlatul Ulama (NU), Erna Yulia Sofihara saat berkunjung ke Kampung Baru, Negeri Laha, Kota Ambon, 14 Juli lalu.
Advertisement
Fauziah mengatakan, anak bungsunya yang berusia dua tahun susah makan sehingga badannya kurus. Berdasarkan pendataan kader posyandu setempat, sang anak termasuk kategori stunting. Selain itu, pada kaki dan tangannya juga terdapat korengan
“Makannya susah, tapi minum susunya banyak, pagi ke siang tiga botol, malam juga tiga botol,” ujarnya sambil menunjukkan botol susu ukuran 240 ml.
Ibu lima anak itu menambahkan, jika tidak diberi susu, sang anak akan mengamuk dan tantrum. Erna pun melihat, yang dikatakan susu oleh Fauziah ternyata kental manis renceng.
“Satu botol saya kasih satu sachet, jadi sehari saya biasanya beli 6 sachet susu kental manis,” lanjut Fauziah seperti mengutip keterangan pers Kamis, 1 Agustus 2024.
Saat ditanya perihal awal mula kebiasaan anaknya konsumsi kental manis, Fauziah mengatakan ini berjalan sejak buah hatinya berusia satu tahun.
“Awalnya dia minta susu kakaknya, karena kakaknya memang minum kental manis, sampai sekarang keterusan,” ujarnya lagi.
Fauziah tak memungkiri, dirinya pernah mendengar bahwa kental manis bukan susu yang baik untuk anak. Tapi ia tidak tahu kenapa susu tersebut tidak baik untuk anak.
“Kalau di warung sini ya kalau mau cari susu adanya susu kental manis ini,” ucapnya.
Kesalahan Cara Konsumsi Kental Manis Berkontribusi pada Kasus Stunting
Terkait hal ini, PJ Gubernur Maluku, Sadili Le mengatakan bahwa kesalahan pemberian nutrisi pada anak berkontribusi pada meningkatnya kasus stunting.
Berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) dari Kementerian Kesehatan, prevalensi stunting provinsi Maluku tahun 2022 adalah 26,1 persen. Namun, angka tersebut naik menjadi 28,4 persen berdasarkan hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023.
“Stunting di Maluku sebelumnya 26 persen, tapi tahun ini menjadi 28 persen,” ujar Sadili Le dalam keterangan yang sama.
Oleh karena itu, ia berharap pengentasan stunting di Maluku, harus dimulai sejak dini. Ia mengakui, salah satu penyebab stunting dan permasalahan gizi tersebut adalah kesalahan asupan makanan, baik oleh anak-anak, remaja hingga dewasa.
Termasuk kebiasaan konsumsi kental manis yang masih diberikan sebagai minuman susu untuk anak.
“Termasuk kebiasaan menjadikan kental manis sebagai susu, ini juga dapat menjadi penyebab stunting. Memang ini informasi baru, justru karena itu harus disosialisasikan,” tegas Sadili Ie.
Advertisement
Kesalahan Penggunaan Kental Manis Sudah Mengemuka Sejak 2018
Kesalahan penggunaan kental manis sebetulnya sudah mengemuka sejak 2018. Bermula dari seorang bayi berusia sembilan bulan meninggal akibat gizi buruk.
Pihak keluarga mengaku, sang bayi mengonsumsi kental manis sejak usia dua bulan. Dalam waktu yang nyaris bersamaan, sejumlah media melaporkan temuan balita dengan gangguan gizi dan kesehatan karena konsumsi kental manis sebagai minuman susu.
Pengaturan mengenai konsumsi, label dan promosi kental manis akhirnya diatur melalui Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) No. 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. Melalui regulasi tersebut, BPOM melarang penggunaan kental manis sebagai pengganti susu dan sumber gizi serta larangan penggunaan visual anak di bawah lima tahun untuk label maupun iklan promosinya.
Aturan BPOM Soal Kental Manis
Terbaru, BPOM juga mengesahkan Peraturan BPOM No. 26 tahun 2021 yang mengatur tentang perubahan takaran saji.
Sebelumnya, pada label kemasan per takaran saji kental manis adalah sekitar 48 gr. Dalam peraturan terbaru, BPOM mengurangi menjadi 15 – 30 gr. Namun, sosialisasi mengenai peraturan ini dinilai tidak optimal. Akibatnya, hingga saat ini masih banyak ditemukan kesalahan konsumsi kental manis yang dijadikan sebagai minuman susu untuk anak.
Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan, dr. Lovely Daisy, M. K. M. mengakui salah konsumsi kental manis masih menjadi pekerjaan rumah. Ini terjadi karena kesalahan pola pikir di masyarakat sejak lama. Padahal, kental manis memiliki kandungan gula yang tinggi dan tidak tepat menjadi asupan gizi anak di masa pertumbuhan.
“Masyarakat sering salah mengartikan kental manis sebagai pengganti susu. Padahal isinya sebagian besar adalah gula. Ini harus diluruskan. Kental manis bukan sumber protein,” jelas Lovely Daisy.
Ia berpendapat, sosialisasi penggunaan kental manis perlu lebih digencarkan lagi. Salah satu metode yang dapat dioptimalkan adalah penyebaran informasi melalui buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
“Kita sudah punya buku Kesehatan Ibu dan Anak atau bu KIA yang diberikan kepada ibu hamil. Buku KIA berisi informasi tentang Kesehatan ibu hamil sampai anak berusia enam tahun. Di dalamnya juga ada informasi tentang makanan balita sejak usia enam bulan sebagai pendamping ASI,” ujar Lovely.
Advertisement