Liputan6.com, Jakarta - Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menangkap seorang pelajar terduga teroris berinisial HOK di Jalan Langsep, Malang, Rabu (31/7/2024), malam. Remaja berusia 19 tahun itu ditangkap terkait tindak pidana terorisme.
Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri Kombes Aswin Siregar menyatakan, HOK yang masih berstatus pelajar, merupakan pendukung Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Dia juga masuk dalam jaringan teroris Daulah Islamiyah.
Advertisement
"HOK adalah pendukung ISIS atau Daulah Islamiyah," kata Aswin saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (1/8/2024).
Namun demikian, Aswin mengatakan pihaknya masih mencoba mendalami keterlibatan HOK dalam jaringan teroris tersebut.
"Densus 88 masih menyelidiki kemungkinan keterkaitan dengan jaringan pendukung ISIS lainnya," ujar Aswin.
Selain itu, Aswin mengaku dalam penangkapan HOK kemarin, anggota Densus 88 juga mengamankan beberapa orang lainnya untuk dilakukan pemeriksaan.
"Memang ada beberapa orang yang dimintai keterangan, termasuk orang tua atau keluarganya," sebut Aswin.
Pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh, Aceh, Al Chaidar menyebut Daulah Islamiyah merupakan kelompok baru yang berasal dari gabungan anggota Jamaah Islamiyah (JI) dan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang sudah membubarkan diri.
"Iya itu kelompok baru yang tidak lagi JAD tapi kelompok yang masih terafiliasi kepada ISIS," kata Al Chaidar kepada Liputan6.com.
Chaidar mengatakan kelompok tersebut sudah ada sejak Juni 2023 dan mulai bergerak sejak akhir tahun tersebut.
Daulah Islamiyah ini, kata dia, lebih banyak mengincar rumah ibadah untuk aksi terorisme karena terafiliasi dengan JI.
"Ya kalau JAD itu memang (mengincar) polisi dan ya rumah ibadah beberapa tapi tidak banyak. Kalau yang sekarang ini karena memang banyak diafilias JI mereka lebih banyak mengincar rumah-rumah ibadah," ujar dia.
Ia mengatakan, sebenarnya jaringan teroris masih banyak. Sebab banyak Jemaah Islamiyah yang tidak ikut serta dalam pembubaran tersebut. Kemudian mereka beralih dan afiliasi kepada ISIS.
"Nah yang ISIS ini yang masih banyak yang bersembunyi dan ya akan sering tertangkap karena mereka lebih mudah terekspos ketimbang Jamaah Islamiyah karena mereka juga sering menggunakan telegram itu mudah untuk dideteksi," tandasnya.
Waspada Incar Generasi Muda
Al Chaidar mengatakan Daulah Islamiyah ini kembanyakan mengincar generasi muda seperti pelajar dan mahasiswa untuk direkrut. Sebab mereka dinilai masih gampang dipengaruhi.
"Iya yang muda, yang mahasiswa, yang pelajar, yang pelajar kenalnya agak sedikit mereka rekrut tapi terakhir-akhir ini memang sudah memperlihatkan bahwa yang perlajar itu ternyata mudah terpancing juga sehingga mereka pada akhirnya dirrekrut juga gitu biasanya yang mahasiswa," ujar Chaidar.
Namun, kata Chaidar, umumnya anak-anak muda itu hanya bermodal semangat untuk bergabung dengan kelompok teroris tersebut tanpa memiliki ilmu yang cukup.
"Ya kebanyakan memang yang baru direkrut itu yang masih muda-muda dan mereka agak serampangan agak redflag gitu agak teledor dan umumnya memang mereka hanya bermodal semangat saja bergabung dengan kelompok teroris tapi tidak memiliki ilmu sekuriti yang cukup sehingga mereka mudah terekspos," kata Chaidar.
Sementara Anggota Komisi III DPR Mohamad Rano Alfath menyebut bahwa bergabungnya generasi muda dengan kelompok terorisme ini lantaran gagalnya sistem pendidikan dan pengawasan.
"Ini bukan sekadar insiden kebetulan, ini adalah hasil dari gagalnya sistem pendidikan dan pengawasan yang seharusnya melindungi mereka dari pengaruh ideologi ekstremis," kata Rano kepada Liputan6.com.
"Kita harus bertanya pada diri sendiri, apa yang salah sehingga seorang remaja bisa terjerumus dalam jaringan terorisme? Ini adalah tanda bahwa pendekatan kita selama ini masih belum cukup efektif," lanjutnya.
Untuk itu, ia menilai upaya deradikalisasi harus diperkuat dan diperluas. Hal ini bukan hanya tugas Polri atau BNPT, tetapi seluruh elemen masyarakat. Keluarga, komunitas, dan lembaga pendidikan harus bekerja sama untuk memastikan bahwa anak-anak tidak mudah terpengaruh oleh ideologi ekstremis.
"Polri dan BNPT harus mendapatkan dukungan penuh untuk menjalankan program-program deradikalisasi yang lebih proaktif," ujarnya.
Kemudian media sosial juga menjadi medan perang baru dalam upaya melawan terorisme. Radikalisasi sering terjadi di dunia maya, di mana anak muda mudah terpapar konten ekstremis.
Untuk itu, lanjutnya, Polri harus meningkatkan kemampuan mereka dalam memantau dan menindak konten-konten berbahaya di internet. "Kerja sama dengan platform media sosial harus diperketat untuk memastikan bahwa konten radikal tidak mudah menyebar," kata Rano.
Selain itu, pentingnya kolaborasi antar lembaga dalam penanganan terorisme. Di mana Polri, TNI, dan BNPT harus bekerja dalam satu kesatuan yang terkoordinasi dengan baik. "Hanya dengan kolaborasi yang erat, kita bisa menciptakan strategi yang efektif untuk melawan terorisme," ujar dia.
Masyarakat, kata dia, juga harus dilibatkan dalam upaya pencegahan terorisme. "Melalui program-program yang melibatkan komunitas, insya Allah kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih aman dan tahan terhadap pengaruh radikalisme," ujarnya.
Rano juga mengapresiasi Polres Batu Malang dan Densus 88 karena telah menjalankan tugas dengan baik sehingga dapat mendeteksi adanya ancaman terorisme.
"Nggak kebayang berapa jumlah korban jiwa apabila aksi ini tidak digagalkan Polri. Keberhasilan ini sekaligus menjadi pengingat bagi kita semua bahwa ancaman terorisme tidak pernah benar-benar hilang, bahkan ketika kita merasa aman," tandasnya.
Berharap Tindakan Terorisme Terus Dicegah
Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin mengapresiasi Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri yang menangkap tiga terduga teroris di Kota Batu, Jawa Timur, Rabu (31/7) malam.
"Kita apresiasi pihak Densus yang bisa menangkap sebelum terjadinya ledakan. Kalau itu benar ya, itu memang harus diantisipasi sehingga tidak terjadi korban," kata Wapres.
Wapres menyebutkan bahwa aksi terorisme di Tanah Air beberapa tahun terakhir sudah jarang terjadi. Hal tersebut karena upaya pencegahan secara efektif.
"Saya kira kita sudah lama tidak ada (aksi) terorisme itu 'kan? Kita harapkan pencegahan untuk terjadinya terorisme terus dilakukan," tuturnya.
Ditegaskan pula bahwa aksi terorisme adalah tindakan melanggar hukum dan dilarang dalam ajaran agama sehingga harus diberantas.
"Dari Majelis Ulama Indonesia juga sudah ada fatwanya tentang terorisme. Oleh karena itu, kita harus terus menghapus atau menghilangkan terorisme," kata Wapres.
Wapres kembali mengapresiasi upaya pencegahan dan penanggulangan terorisme di Indonesia oleh berbagai pihak, yang sudah sangat baik.
"Kalau dahulu itu selalu ada ledakan, ini sekarang tidak," katanya.
Sementara Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) meminta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Badan Intelijen Negara (BIN) bersama aparat kepolisian terus bekerja dan menjaga kelompok-kelompok yang rentan terpapar paham radikalisme.
"Sehingga dapat diberikan atensi khusus oleh aparat guna mencegah berkembangnya pemahaman tersebut," kata Bamsoet.
Dia pun meminta BNPT, BIN, dan Densus 88 Antiteror Polri untuk menelusuri motif hingga jaringan simpatisan Daulah Islamiyah yang hendak melancarkan aksi teror tersebut.
"Terus melakukan koordinasi dalam menelusuri setiap motif hingga jaringan simpatisan Daulah Islamiyah, juga para terduga teroris lainnya sampai ke akar-akarnya. Dengan begitu, diharapkan dapat mempersempit ruang gerak teroris hingga mencegah terjadinya aksi terorisme di Tanah Air," ujarnya.
Dia meminta agar Tim Densus 88 Antiteror Polri bekerja sama dengan BIN meningkatkan kinerjanya dalam mengungkap keberadaan terduga teroris tersebut, baik sumber dana maupun afiliasi kelompok teroris.
"Serta juga berkoordinasi dengan BNPT untuk melakukan deteksi dini pergerakan teroris di wilayah Indonesia," ucapnya.
Bamoset juga meminta komitmen BNPT dan Densus 88 Antiteror Polri untuk terus meningkatkan sinergi dan koordinasi dalam menyiapkan strategi yang tepat, serta melakukan deteksi dini terhadap pergerakan terorisme maupun radikalisme di seluruh wilayah Indonesia.
Ia juga meminta pemerintah memperkuat edukasi mengenai wawasan kebangsaan hingga penguatan nilai moderasi beragama dalam mengantisipasi radikalisme di Tanah Air.
"Meminta dukungan dari pemerintah untuk Densus 88 Antiteror Polri dalam mengatasi dan mengantisipasi isu-isu radikalisme dan terorisme di Tanah Air, salah satunya dengan memperkuat edukasi mengenai wawasan kebangsaan dan idealisme atau cinta Tanah Air, serta penguatan nilai-nilai moderasi dalam beragama," kata Bamsoet.
"Mengingat, terduga teroris yang diamankan tersebut masih berstatus pelajar," ucapnya.
Advertisement
Berencana Lakukan Bom Bunuh Diri di Rumah Ibadah
HOK ditangkap sekitar pukul 19.15 WIB. Ia ditangkap ketika berencana melakukan aksi bom bunuh diri dengan sasaran tempat ibadah.
“Dari hasil penyelidikan, tersangka diketahui berencana melakukan aksi teror bom bunuh diri di tempat ibadah dengan menggunakan bahan peledak jenis TATP (Triaceton Triperoxide),” kata Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Dirmanto, dalam keterangan tertulis, Kamis (1/8/2024).
Diketahui, TATP merupakan salah satu bahan peledak paling sensitif. Bahan itu bisa memiliki daya ledak tinggi atau high explosive. sangat sensitif terhadap benturan, perubahan suhu, dan gesekan.
Bahkan karena berbahaya, TATP kerap dijuluki dengan sebutan 'Mother Of Satan'.
Dirmanto mengatakan, Densus 88 dan Polda Jatim juga melakukan penggeledahan di salah satu rumah kontrakan di kompleks perumahan Bunga Tanjung, dusun Jeding, desa Junrejo, Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Jawa Timur.
Kemudian pada Kamis, (1/8/2024) Tim dari Laboratorium Forensik dan Jibom Polda Jatim melakukan penyisiran di rumah pelaku.
“Ini masih sewa, info sementara sewa 2 tahun baru jalan 1,5 tahun,” ungkapnya.
Dari hasil penggeledahan ditemukan beberapa barang bukti yakni 1 botol cairan TATP yang berdaya ledak tinggi, dan enam dirigen berisi cairan kimia. Selain itu juga ditemukan ketapel dan 1 toples berisi Gotri.
"Beberapa temuan yang bisa kami sampaikan, pertama bahan kimia untuk membuat bahan peledak (handak), di tempat kejadian perkara (TKP) juga ditemukan peralatan pembuatan handak, ketiga ditemukan kesing bom," kata Dirmanto.
Dirmanto mengatakan, atas perbuatan tersangka, polisi akan menjeratnya dengan Pasal 15 Jo Pasal 7 dan atau Pasal 9 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang.
Yulianto, Ketua RT 1, Dusun Jeding, Junrejo, Kota Batu, mengatakan tersangka tinggal di rumah itu bersama dua orang tuanya. Mereka menyewa dan sudah tinggal di rumah itu lebih dari 1 tahun terakhir ini.
"Sewa rumah pak Joko juga asal Jakarta. Saya tak tahu aktivitas mereka karena tertutup," kata Yulianto.
Menurut dia, tersangka yang ditangkap tim Densus 88 Antiteror masih muda. Data kependudukannya menunjukkan usia dia masih sekitar 18 tahun. Tapi tak diketahui pasti apa pekerjaan pemuda tersebut.
Yulianto mengatakan, petugas kepolisian sudah mengintai tersangka kira-kira sejak Minggu lalu. Agar bisa masuk ke rumah itu, petugas meminta bantuan dengan cara ikut menarik iuran 17 Agustusan.
"Ditemui bapaknya, tapi ibunya keluar kasih uang iuran. Sepertinya mereka orang baik," ujar Yulianto.
Dia mengaku tak ikut saat tim Densus 88 Antiteror menggerebek rumah itu pada Rabu (31/7/2024) sekitar pukul 19.30. Sebab ketika itu sedang pergi bekerja di Malang selatan.
"Tadi pagi diajak ikut menyaksikan bersih-bersih rumah," ucap Yulianto.
Kota Batu sendiri memiliki riwayat panjang sebagai tempat persembunyian pelaku terorisme. Pada November 2005 silam, Dr Azhari dan komplotannya disergap sebuah villa yang berakhir dengan tewas gembong teroris itu.
Setelah itu, beberapa kali juga dilakukan penangkapan terhadap para pelaku jaringan terorisme di kota ini. Sebagai kota wisata membuat kota ini banyak tempat penginapan.
Infografis Sederet Penangkapan Terkini Terduga Teroris di Indonesia
Advertisement