Rupiah Masih Perkasa, Bertahan di Kisaran 16.200 per USD

Rupiah melanjutkan penguatan menjelang akhir pekan pertama di bulan Agustus pada Jumat, 2 Agustus 2024.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 02 Agu 2024, 19:38 WIB
Karyawan menunjukkan uang rupiah dan dolar AS di Jakarta, Rabu (30/12/2020). Nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat 80 poin atau 0,57 persen ke level Rp 14.050 per dolar AS. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Rupiah ditutup menguat 37 point terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) pada perdagangan Jumat sore (2/8), walaupun sebelumnya sempat menguat 40 point di level Rp.16.200 dari penutupan sebelumnya di level Rp.16.237.

“Sedangkan untuk perdagangan senin depan, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat direntang Rp.16.160 - Rp.16.230,” ungkap Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat (2/8/2024).

Ibrahim mengungkapkan, indeks manajer pembelian AS yang lemah dan data pasar tenaga kerja meningkatkan kekhawatiran atas perlambatan ekonomi terbesar di dunia, dan potensi pemotongan suku bunga pada bulan September oleh Federal Reserve mungkin terlambat bagi ekonomi AS untuk mencapai soft landing.

Data yang lemah juga muncul setelah Federal Reserve menandai potensi penurunan suku bunga pada bulan September, yang membuat pasar hampir sepenuhnya memperkirakan 25 basis poin pada bulan tersebut.

“Fokus sekarang tertuju pada data penggajian nonpertanian yang akan datang, untuk isyarat lebih lanjut tentang ekonomi AS. Pasar tenaga kerja yang mendingin semakin mendorong prospek penurunan suku bunga oleh Fed,” jelas Ibrahim.

Selain itu, pasar saat ini juga menunjukkan kehatian-hatian imbas ketegangan di Timur Tengah, menyusuk pembunuhan para pemimpin senior kelompok Hamas dan Hizbullah, yang dikhawatirkan memicu gangguan pasokan minyak mentah dan jalur transportasi di selat hormutz. Sementara itu, si Asia, Bank Sentral Jepang menaikkan suku bunga sebesar 15 basis poin.

Bank of Japan mengatakan berencana untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut tahun ini, yang menunjukkan akhir yang jelas bagi kebijakan stimulatif yang mendorong pasar Jepang selama setahun terakhir.

Lonjakan Yen karena permintaan safe haven dan BOJ yang hawkish juga membebani saham Jepang, terutama yang memiliki eksposur terhadap ekspor.


Adu Perkasa Rupiah vs Yen Jepang, Lebih Tangguh Siapa Lawan USD?

Karyawan menunjukkan uang dolar AS dan rupiah di Jakarta, Rabu (30/12/2020). Nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat 80 poin atau 0,57 persen ke level Rp 14.050 per dolar AS. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan nilai tukar Rupiah terus menunjukkan penguatan. Hal itu dipengaruhi bauran kebijakan moneter yang ditempuh BI dalam memitigasi dampak rambatan global.

"Nilai tukar Rupiah per tanggal 26 Juli 2024 menguat 0,52% mtd dibandingkan dengan posisi akhir Juni 2024," kata Menkeu dalam konferensi pers KSSK di Kantor Pusat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Jakarta, Jumat (2/8/2024).

Sementara jika dibandingkan dengan level akhir Desember 2023, nilai tukar Rupiah melemah 5,48% ytd sejalan dengan kondisi global, namun masih lebih rendah dibandingkan dengan pelemahan mata uang negara-negara kawasan, seperti Won Korea (6,93% ytd) dan Yen Jepang (8,27% ytd).

Kinerja Rupiah yang membaik tersebut ditopang oleh komitmen BI menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, serta berlanjutnya aliran masuk modal asing dan surplus neraca perdagangan barang.

Disisi lain, Menkeu menyampaikan, posisi cadangan devisa Indonesia akhir Juni 2024 meningkat menjadi sebesar USD140,2 miliar, setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor atau 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Ke depan, nilai tukar Rupiah diperkirakan bergerak stabil dengan kecenderungan menguat sejalan dengan menariknya imbal hasil, rendahnya inflasi, dan tetap baiknya pertumbuhan ekonomi Indonesia, serta komitmen BI untuk terus menstabilkan nilai tukar Rupiah yang kemudian mendorong berlanjutnya aliran masuk modal asing.

"Bank Indonesia terus mengoptimalkan seluruh instrumen moneter, termasuk memperkuat strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI, dan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah untuk implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023," pungkasnya.


Setelah Perkasa 2 Hari, Rupiah Akhirnya Menyerah

Petugas menata mata uang rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Kamis (5/1/2023). Mengutip data Bloomberg pukul 15.00 WIB, rupiah ditutup turun 0,22 persen atau 34 poin ke Rp15.616,5 per dolar AS. Hal tersebut terjadi di tengah penguatan indeks dolar AS 0,16 persen ke 104,41. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan Jumat pekan ini. Pelemahan rupiah ini karena pelaku pasar mengantisipasi potensi pelambatan ekonomi dunia.

Pada Jumat (2/8/2024), nilai tukar rupiah turun 38 poin atau 0,23 persen menjadi 16.275 per dolar AS dari sebelumnya sebesar 16.237 per dolar AS.

Pengamat pasar uang Ariston Tjendra menjelaskan, pelaku pasar kelihatannya mengantisipasi potensi pelambatan ekonomi global ke depan karena melihat data AS semalam.

"Data yang dirilis klaim tunjangan pengangguran yang meningkat, data PMI manufaktur yang masuk ke fase kontraksi," kata Ariston Tjendra dikutip dari Antara.

Klaim tunjangan pengangguran Amerika Serikat (AS) pada pekan yang berakhir 27 Juli naik menjadi 249 ribu. Angka tersebut lebih tinggi dari perkiraan 236 ribu dan kenaikan mingguan sebelumnya sebesar 235 ribu.

Sementara PMI manufaktur ISM (ISM manufacturing PMI) AS masih berada di fase kontraksi, yakni sebesar 46,8.

Pagi ini terlihat indeks dolar AS menguat lagi ke level 104,40. Hal itu disebabkan oleh sentimen pasar terhadap aset berisiko yang negatif.

Selain itu, sikap Bank Sentral Jepang yang akan menaikkan suku bunga juga bisa melambatkan ekonomi Jepang. Di Eropa, data PMI manufaktur Jerman juga masih dalam fase kontraksi. 

Sementara konflik tensi tinggi di Timur Tengah juga menambah kekhawatiran pasar.

Ariston memprediksi potensi pelemahan rupiah kembali ke area 16.300 per dolar AS, dengan potensi support di sekitar 16.200 per dolar AS hari ini.

Infografis Beda Rupiah 1998 dengan 2018 terhadap Dolar AS. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya