Liputan6.com, Jakarta Pemerhati Kebijakan Publik Syafril Sjofyan mengharapkan adanya pengetatan administrasi sistem distribusi beras untuk mencegah berulangnya kejadian biaya denda impor di pelabuhan (demurrage).
Menurut dia, pengawasan ketat tersebut bermanfaat agar seluruh program pengadaan pangan yang dilakukan Perum Bulog dan Badan Pangan Nasional (Bapanas) dapat berjalan dengan optimal dan sesuai tata kelola.
Advertisement
"Memastikan administrasi distribusi beras memang sesuai. Jangan ada permainan. Baik pengadaan maupun penyaluran beras," kata Syafril, Jumat (2/8/2024)..
Ia menduga timbulnya kasus demurrage tersebut karena ada sistem dan mekanisme yang tidak berjalan serta pengawasan yang lemah dalam implementasi kebijakan impor beras.
"Karena mekanisme ini sudah berjalan lama. Jadi kalau ada keteledoran, itu ada dua, sengaja atau tidak sengaja," kata Syafril.
Selain itu, pembenahan struktural untuk pemenuhan produksi beras dari dalam negeri juga mendesak dilaksanakan, mengingat pemenuhan impor beras dari luar negeri saat ini sedang menjadi sorotan karena dugaan permasalahan tata kelola tersebut.
Sebelumnya, dikabarkan ada 490 ribu ton beras impor yang tertahan di sejumlah pelabuhan. Dengan impor beras menggunakan kontainer, ada waktu lebih lama dalam pembongkaran imbas penumpukan di pelabuhan.
Akibatnya, muncul biaya demurrage (denda) Rp 294 miliar, akibat tertahannya beras impor 490 ribu ton di Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Tanjung Perak.
Aparat Didorong Percepat Penyelidikan Demurrage Impor Beras
Sementara itu, Akademisi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten Agus Prihartono mendesak aparat penegak hukum melakukan percepatan penyelidikan terkait demurrage impor beras.
Menurut Agus sapaanya, percepatan penyelidikan terkait skandal demurrage akan menjadi bukti nyata keadilan bagi rakyat Indonesia.
“Dengan menindaklanjuti temuan (demurrage impor beras) ekonomi di bidang pangan itu (harga beras) bisa menjadi stabil lagi dan pastinya itu akan menjadi bukti nyata keadilan dan berdampak bagi seluruh rakyat Indonesia,” kata Agus, Kamis (1/8/2024).
Agus mengingatkan, bahwa tugas aparat penegak hukum bukan hanya sekedar mencari fakta hukum. Lebih dari itu, kata Agus, aparat penegak hukum mempunyai tugas untuk mengembalikan keseimbangan politik dan ekonomi di dalam negeri.
“Jadi aparat penegak hukum bukan hanya berfungsi untuk mencari fakta hukum saja tetapi juga untuk mencari keseimbangan politik dan ekonomi dalam arti sekarang (dampak dari demurrage) harga beras naik bagaimana menindaklanjutinya,” tegas dia.
Atas dasar itu, Agus kembali menekankan, agar aparat penegak hukum dapat melakukan percepatan penyelidikan dengan mencari bukti-bukti yang lengkap terkait perbuatan merugikan negara.
“Penegak hukum harus cepat bergerak dengan menindaklanjuti dalam rangka mencari bukti-bukti yang lengkap,” pungkas Ketua Prodi S2 Fakultas Hukum Untirta tersebut.
Sebelumnya, perkara demurrage ini telah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Studi Demokrasi Rakyat (SDR). Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi menjadi terlapor dalam perkara ini.
Jawaban Bapanas-Bulog soal Laporan SDR
Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) I Gusti Ketut Astawa mengaku pihaknya menghormati pelaporan terhadap KPK. Dia menyebut, laporan itu menjadi bagian dari hak masyarakat di negara demokrasi.
"Tentu kita hormati dan hargai pelaporan dari masyarakat tersebut sebagai hak dalam berdemokrasi. Penegakan hukum dan pemberantasan korupsi oleh KPK juga mesti kita hormati dan dukung sepenuhnya," kata Ketut dalam keterangan di Jakarta, Jumat 12 Juli 2024, seperti dilansir Antara.
Ketut memastikan, pihaknya sudah bekerja sesuai dengan aturan yang secara teknis tidak masuk ke dalam pelaksanaan importasi. Sebab hal itu menjadi kewenangan Perum Bulog.
"Dan Bulog juga sudah mengklarifikasi bahwa terkait perusahaan Vietnam tersebut tidak pernah memberikan penawaran harga ke Bulog," ujar Ketut.
Advertisement
Penawaran Harga
Sementara itu, Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Perum Bulog, Mokhamad Suyamto mengatakan sebenarnya tidak pernah ada penawaran harga sejak bidding tahun 2024 dibuka. Maka dari itu, dia meyakini pihaknya tidak memiliki keterikatan kontrak impor dengan yang dimaksud pelapor.
“Perusahaan Tan Long Vietnam yang diberitakan memberikan penawaran beras, sebenarnya tidak pernah mengajukan penawaran harga sejak bidding tahun 2024 dibuka. Jadi tidak memiliki keterikatan kontrak impor dengan kami pada tahun ini,” ujar Suyamto.
Meski begitu, Suyamto mengungkap entitas yang bersangkutan memang pernah mendaftarkan dirinya menjadi salah satu mitra dari Perum Bulog pada kegiatan impor, namun tidak pernah memberikan penawaran harga ke Bulog. Oleh karena itu, dia meyakini apa yang dilaporkan adalah tidak berdasarkan fakta.