Setelah Uang Kertas, PLN Sulap Serbuk Gergaji jadi Bahan Bakar PLTU Pengganti Batu Bara

PT PLN Indonesia Power (PLN IP) terus melakukan inovasi dalam pemanfaatan biomassa untuk mengurangi penggunaan batu bara sebagai energi primer Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), dengan memanfaatkan beragam limbah di antaranya sebuk gergaji atau sawdust.

oleh Septian Deny diperbarui 02 Agu 2024, 22:00 WIB
PLN Indonesia Power (PLN IP) memanfaatkan Limbah Racik Uang Kertas (LURK) sebagai bahan bakar PLTU Bengkayang, Kalimantan Barat. Ini merupakan pelaksanaan program substitusi batu bara dengan biomassa (cofiring) untuk mendukung percepatan transisi energi dan mengejar target Net Zero Emission 2060.

Liputan6.com, Jakarta PT PLN Indonesia Power (PLN IP) terus melakukan inovasi dalam pemanfaatan biomassa untuk mengurangi penggunaan batu bara sebagai energi primer Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), dengan memanfaatkan beragam limbah di antaranya sebuk gergaji atau sawdust.

Direktur Utama PLN Indonesia Power Edwin Nugraha Putra pemanfaatan serbuk gergaji sebagai bahan baku biomassa sebagai energi primer pengganti batu bara merupakan pelaksanaan program cofiring, hal tersebut pun telah diuji coba pada PLTU Bengkayang, Kalimantan Barat. Sebelumnya, pembangkit listrik tersebut pun telah melakukan program cofiring dengan memanfaatkan limbah racik uang kertas (LRUK)

"Uji bakar cofiring biomassa sawdust pada PLTU Bengkayang dilakukan, pada Kamis 25 Juli 2024," kata Edwin dikutip Jumat (2/8/2024).

Ediwn melanjutkan, biomassa sawdust menjadi salah satu pilihan untuk dijadikan energi primer untuk menggantikan peran batu bara, aksi ini merupakan bentuk komitmen PLN grup dalam upaya transisi energi fosil menuju energi baru terbarukan, disamping itu mendukung percepatan menuju Net Zero Emision pada 2060.

"Penggunaan biomassa pada PLTU Bengkayang akan menurunkan emisi yang berasal dari sektor kelistikan, ini merupakan dukungan PLN IP sebagai Subholding PLN kepada pemerintah untuk mencapai Net Zero Emision pada tahun 2060," kata Edwin.

Edwin mengungkapkan, uji bakar cofiring biomassa sawdust pada PLTU Bengkayang merupakan konversi bahan bakar fosil batu bara dengan bahan bakar biomassa. Uji bakar tersebut menggunakan 250 ton atau 10 persen dari total pemakaian batu bara PLTU Bengkayang per hari.

"Uji bakar cofiring biomassa sawdust pada PLTU Bengkayang dilakukan, pada Kamis 25 Juli 2024, merupakan salah satu komitmen PLN mendukung konversi energi baru terbarukan," tuturnya.

 


Cofiring PLTU

Perahu nelayan di perairan laut dekat PLTU Pelabuhanratu Sukabumi. PT PLN Indonesia Power (PLN IP) terus melakukan inovasi dalam pemanfaatan biomassa untuk mengurangi penggunaan batu bara sebagai energi primer Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), dengan memanfaatkan beragam limbah di antaranya sebuk gergaji atau sawdust. (Liputan6.com/Fira Syahrin).

PLN IP sebelumnya pun telah melaksanakan cofiring pada PLTU Bengkayang, dengan memanfaatkan limbah racik uang kertas (LRUK) sebagai bahan bakar pengganti batu bara.Pemanfaatan LRUK tersebut merupakan wujud kolaborasi antara PLN Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Singkawang bersama Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Barat.

Sementara itu, Manajer PLN IP UBP Singkawang Slamet Muji Raharjo mengatakan target produksi listrik yang bersumber dari biomassa pada PLTU Bengkayang sebesar 5.000 MW, artinya sekitar 4 persen dari total keseluruhan produksi listrik yang dihasilkan PLTU tersebut dalam waktu satu tahun."Setelah uji bakar cofiring sawdust ini kedepannya tentu kami akan lakukan secara berkelanjutan menggunakan biomassa sawdust dan alternatif lainnya," ujar Slamet.

Dalam prosesnya, pemanfaatan biomassa sawdust sebagai energi primer PLTU Bengkayang ini melibatkan masyarakat, salah satunya melalui kelompok Sawmill. Ketua Sawmill Muhsinin mengaku mendapat manfaat dengan adanya program cofiring sawdust, yaitu meningkatkan produktifitas Sawmill.

 


Limbah Sawdust

PLN berhasil melakukan uji coba penggunaan 75 persen biomassa Woodchips (kepingan kayu) untuk bahan bakar pengganti batu bara (cofiring) di PLTU Bolok dengan kapasitas 2x16,5 Megawatt (MW) di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). (Dok PLN)

Sebelumnya limbah sawdust memenuhi area kerja sehingga area kerja menjadi terbatas dan kotor, namun kini dengan adanya program cofiring di PLTU Bengkayang dirasa dapat memberikan nilai ekonomi sehingga penghasilan dapat meningkat serta dapat menyerap tenaga kerja baru.

"Pekerja yang dilibatkan dalam ekosistem biomassa sebelumnya merupakan pengangguran, sehingga dengan adanya program ini sangat membantu memberikan penghasilan per orang Rp 100 ribu per truk dengan asumsi 1 hari 1 truk maka 1 bulan mendapat penghasilan Rp 3 juta yang mana ini lebih besar dari UMK di Mempawah sebesar Rp 2,7 juta. Penghasilan tesebut digunakan untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk sekolah anak," jelas Muhsinin.

Muhsinin melanjutkan, selain berdampak pada kesejahteraan masyarakat, program pemanfaatan sawdust untuk cofiring juga berdampak pada perbaikan lingkungan. Dimana dengan program ini dapat secara langsung mengatasi permasalahan limbah kayu.

"Biomassa yang berasal dari sawdust ini memberikan beragam manfaat, baik dari sisi kesehajeraan masyarakat hingga kelestarian lingkungan," imbuhnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya