Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mengatakan skema power wheeling atau pemanfaatan bersama jaringan listrik PLN oleh swasta dapat membuka peluang harga listrik yang ditentukan oleh pihak swasta.
“Kalau ini (power wheeling) berlaku untuk EBT (energi baru terbarukan), maka pembangkit (swasta) bisa membangkitkan EBT sendiri, bisa jual sendiri. Kalau demikian, saya menyimpulkan ini adalah liberalisasi sektor kelistrikan,” ujar Mulyanto dalam webinar bertajuk, ‘Menyoal Penerapan Skema Power Wheeling Dalam RUU EBET’, dipantau secara daring dari Jakarta, Kamis.
Advertisement
Mulyanto menjelaskan bahwa selama ini, PT PLN (Persero) merupakan single buyer (pembeli tunggal) dan single seller (penjual tunggal) dalam sektor kelistrikan nasional.
PLN, kata dia, selama ini membeli dari pembangkit-pembangkit yang ada, kemudian menjualnya ke pelanggannya. Dengan demikian, PLN memonopoli sektor ketenagalistrikan dalam negeri.
Mulyanto menilai sudah selayaknya PLN memonopoli sektor ketenagalistrikan, karena listrik merupakan cabang usaha yang penting dan strategis.
Melalui monopoli oleh PLN, kata dia, negara dapat mengendalikan harga listrik, sehingga dapat melindungi masyarakat pengguna listrik untuk mendapatkan harga listrik yang terjangkau.
Oleh karena itu, lanjut dia, apabila diberlakukan skema power wheeling, terdapat kekhawatiran harga listrik akan ditentukan oleh pihak swasta dan kondisi pasar, dan PLN tidak bisa memonopoli harga.
“Kalau itu terjadi, suatu masa jaringan PLN ada masalah, lalu (pembangkit) punya dia (swasta) satu-satunya yang jalan, maka harga (listrik) ditentukan oleh mereka. Sebetulnya, itu yang kami khawatirkan,” ucapnya.
Harga Listrik
Ketika hal tersebut terjadi, dia khawatir negara tidak dapat mengendalikan harga listrik, yang berdampak pada sulitnya masyarakat mendapatkan listrik dengan harga murah.
“Kami mengkhawatirkan semakin hari, pemerintah semakin susah mengendalikan harga listrik,” katanya.
Di sisi lain, Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai diaturnya skema power wheeling dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) akan mempercepat pengembangan dan adopsi energi terbarukan di Indonesia.
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa menilai aturan power wheeling untuk energi terbarukan dalam RUU EBET sepatutnya didukung para pembuat kebijakan karena dapat meningkatkan keandalan pasokan listrik, efisiensi biaya operasional, dan mendorong perluasan jaringan listrik.
Meski begitu, IESR berpandangan, dalam rangka mencapai tujuan NZE 2060 atau lebih awal, pemanfaatan jaringan bersama harus dibatasi hanya untuk pembangkitan energi terbarukan sehingga menjadi power wheeling energi terbarukan (renewable power wheeling).
Advertisement
Pembahasan RUU EBET dengan DPR Hampir Tuntas, Tinggal Masalah Ini
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi mengungkapkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Energi Baru Energi Terbarukan (RUU EBET) bersama DPR RI tinggal membahas Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Green.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Eniya Listiani Dewi mengatakan bahwa pembahasan RUU EBET bersama DPR RI akan dilakukan pada pekan depan, kemungkinan pada Senin atau Selasa.
"Tinggal satu pasal yakni terkait Green RUPTL. Jadi, tingkat komponen dalam negeri (TKDN) juga sudah clear, tinggal Green RUPTL untuk dibahas dan ditentukan karena ini juga merupakan roh dari RUU EBET," ujar Eniya dikutip dari Antara, Kamis (4/7/2024).
Elemen Green RUPTL dalam RUU EBET ini dinilai penting agar pihak swasta bisa masuk ke investasi-investasi EBET.
"Nanti RUU EEBT akan menggarisbawahi peraturan pemerintah yang akan terbit. Setelah undang-undangnya terbit kami akan membuat peraturan pemerintah untuk energi baru yang mana di dalamnya ada hidrogen, amonia, dan nuklir," kata Eniya.
Kemudian pemerintah juga akan menindaklanjuti RUU EBET yang telah disahkan tersebut dengan membuat peraturan pemerintah tentang energi terbarukan, meliputi geothermal, hidropower, pumped storage, biosolar, dan lain sebagainya termasuk tenaga angin dan laut.
"Itu kami akselerasi dengan peraturan-peraturan baru. Dan yang paling penting memang RUU EBT ini rohnya di Green RUPTL saja," kata Eniya.
Investasi EBET
Ia berharap RUU EBET dapat diputuskan pada tahun ini agar pemerintah bisa segera menindaklanjuti dan mengakselerasi investasi dalam bidang EBET.
"Alhamdulillah kemarin DPR RI sudah clear untuk masalah TKDN. Jadi dalam pembahasan RUU EBET yang saat ini masih berlangsung, mohon doanya agar bisa diputuskan di periode ini. Karena periode berikutnya kita harus langsung terakselerasi di mana tadi saya menyampaikan pada yahun 2030 dan lima tahun ke depan kita harus on the track sekali. Mudah-mudahan ini bisa mengakselerasi investasi terutama kontribusi dari energi baru terbarukan di jaringan listrik grid kita. Mudah-mudahan bauran energi juga makin terakselerasi dan proses dekarbonisasi ini bisa berjalan dengan baik," ujarnya.
Advertisement