Tidak Bisa Wudhu dan Tayamum, Bagaimana Sholat di Kendaraan? Ini Kata Buya Yahya

Buya Yahya mengatakan, kewajiban sholat berlaku bagi umat Islam yang sedang dalam perjalanan. Orang yang sedang safar tetap wajib melaksanakan sholat fardhu ketika waktunya telah tiba.

oleh Muhamad Husni Tamami diperbarui 05 Agu 2024, 16:30 WIB
Buya Yahya (Tangkap Layar Al-Bahjah TV)

Liputan6.com, Jakarta - Umat Islam yang telah baligh dan berakal diwajibkan untuk sholat lima waktu. Namun, ketika menggunakan transportasi publik terkadang tidak memungkinkan untuk menepi ketika waktu sholat tiba, khususnya yang perjalanan jauh.

Di sisi lain, jika ingin sholat di kendaraan pun tidak ada media untuk bersuci, baik itu air untuk wudhu ataupun debu untuk tayamum. Jika pun ada, sholat di kendaraan pun tidak bisa menghadap kiblat karena besar kemungkinan arahnya akan berbeda-beda.

Pertanyaannya, bagaimana menghadapi situasi tersebut? Bagaimana sholat di kendaraan tapi tidak punya wudhu?

Masalah ini pernah dibahas oleh KH Yahya Zainul Ma’arif atau Buya Yahya di majelis Al Bahjah. Dalam kanal YouTube Buya Yahya, ulama kharismatik itu menjelaskannya dengan gamblang.

Buya Yahya mengatakan, kewajiban sholat berlaku bagi umat Islam yang sedang dalam perjalanan. Orang yang sedang safar tetap wajib melaksanakan sholat fardhu ketika waktunya telah tiba.

Jika ada media untuk bersuci, maka berwudhu atau tayamum-lah. Kemudian melaksanakan sholat di kendaraan dengan memperhatikan syarat dan rukunnya. Tidak apa-apa jika sholatnya tidak menghadap kiblat bila tidak memungkinkan karena kendaraan terus berjalan, tapi sebisa mungkin berusaha dulu mencari arah kiblat.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:


Soal Tidak Bisa Berwudhu dan Tayamum

Pengasuh LPD Al Bahjah KH Yahya Zainul Ma'arif atau Buya Yahya. (Tangkap layar YouTube Al Bahjah TV)

Tidak semua kendaraan memungkinkan muslim bersuci untuk sholat. Jika tidak bisa wudhu dan tayamum, muslim tetap sholat tanpa bersuci. Sholat di kendaraan dalam kondisi seperti ini adalah untuk menghormati waktu sholat fardhu. Jika sudah tiba di tempat tujuan, ia wajib sholat lagi. 

"Karena nggak punya air wudhu, dalam Mazhab Syafi'i selagi nggak bisa sempurna tayamum dengan debu, maka nggak usah tayamum, namanya sholat faqiduttohuroen. Cuma karena sholatnya nggak memenuhi syarat, nanti kalau sudah sampai, sholatnya harus diulang lagi, tapi yang penting Anda tidak dosa. Maka (dengan seperti ini) tidak ada muslim yang meninggalkan sholat,” jelas Buya Yahya dikutip Ahad (4/8/2024).

Buya Yahya menambahkan, sholat yang dilakukan setelah sampai di tempat tujuan adalah sholat qadha. Sebab, sholat yang dilakukan di kendaraan hanya laporan saja bahwa ia sudah melakukan kewajiban sholat di waktunya, tapi tidak dianggap sebagai sholat sesungguhnya.


Niat Sholat Menghormati Waktu

Ilustrasi Muslimah Menunaikan Sholat Credit: freepik.com

Mengutip NU Online, sholat seperti itu dinamakan sholat lihurmatil wakti. Adapun contoh lafadz niat sholat lihurmatil wakti Dzuhur ialah sebagai berikut.

أُصَلِّيْ فَرْضَ الظُّهْرِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ لِحُرْمَةِ الْوَقْتِ لِلّٰهِ تَعَالَى

Ushalli fardladh dhuhri arba’a raka’atin lihurmatil waqti lillahi ta’ala

Artinya: “Saya niat sholat Dzuhur empat rakaat sebab menghormat waktu karena Allah ta'ala.”


Dalil Sholat Lihurmatil Wakti

Ilustrasi Sholat, Ibadah (Photo created by rawpixel.com on freepik)

Dalil sholat lihurmatil wakti terdapat dalam sebuah hadis. Sayyidah Aisyah menyampaikan sebuah hadits sebagaimana yang diriwayatkan Imam al-Bukhari dan Muslim berikut.

رَوَتْ عَائِشَةُ أَنَّهَا اسْتَعَارَتْ قِلَادَةً مِنْ أَسْمَاءَ فَهَلَكَتْ، فَأَرْسَلَ رَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُنَاسًا فِي طَلَبِهَا، فَحَضَرَتْ الصَّلَاةُ وَلَيْسُوا عَلَى وُضُوءٍ، وَلَمْ يَجِدُوا مَاءً فَصَلُّوا وَهُمْ عَلَى غَيْرِ وُضُوءٍ، فَأَنْزَلَ اللّٰهُ آيَةَ التَّيَمُّمِ

Artinya: “Sayyidah Aisyah meriwayatkan bahwa ia pernah meminjam kalung pada Asma’. Kemudian (kalung itu) hilang, maka Rasulullah ﷺ mengutus seseorang untuk mencarinya. (Setelah kalung itu ditemukan) datanglah waktu sholat sedangkan ia dalam keadaan tidak mempunyai wudhu dan tidak menemukan air (untuk berwudhu), akhirnya mereka pun mengerjakan sholat (tanpa wudhu). Setelah kejadian itu, Allah menurunkan ayat tayamum.” (Imam Ahmad Salamah al-Qulyubi, Hasyiyata Qulyubi wa ‘Umairah, [Bairut: Darul Fikr, 2002], juz 1, h. 110).

Menurut Alhafidh Ibnu Hajar al-Asqalani, hadis di atas menjadi dalil diwajibkannya sholat bagi orang-orang yang tidak menemukan media bersuci, baik air ataupun debu. Sebab, sahabat Nabi saat itu melakukan sholat karena mereka meyakini bahwa sholat tetap wajib sekalipun dalam keadaan tidak mempunyai wudhu. Jika seandainya semua ini terlarang, maka sudah pasti Rasulullah akan mengingkarinya. 

Pendapat ini merupakan pendapat ulama mazhab Syafi’i, Imam Ahmad, mayoritas ahli hadits, dan kebanyakan ulama mazhab Maliki (Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari Sayarah Sahihil Bukhari, [Bairut: Darul Ma’rifah, 1998], juz 1, h. 440).

Wallahu a’lam.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya