Ini Pentingnya Pembaruan Data di Kebijakan Satu Peta

Indonesia terus mengejar target memiliki data statistik dan informasi geospasial yang akurat, valid, dan terkini melalui Kebijakan Satu Peta (KSP).

oleh Septian Deny diperbarui 05 Agu 2024, 20:45 WIB
Dekan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM), Danang Sri Hadmoko mengungkapkan Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan besar dalam mengelola data dan informasi geospasial.

Liputan6.com, Jakarta Indonesia terus mengejar target memiliki data statistik dan informasi geospasial yang akurat, valid, dan terkini melalui Kebijakan Satu Peta (KSP). Pengelolaan data geospasial yang tidak hanya sekadar peta atau gambar, tetapi juga informasi lengkap tentang kondisi di seluruh wilayah Indonesia bukan perkara mudah mengingat peta yang terus berkembang secara dinamis dari waktu ke waktu. Pembaruan data menjadi tantangan terbesar KSP.

Dekan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM), Danang Sri Hadmoko mengungkapkan Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan besar dalam mengelola data dan informasi geospasial. Sehingga pembaruan data dan informasi dalam KSP menjadi wajib dilakukan secara berkelanjutan.

"Selama 8 tahun progres Kebijakan Satu Peta luar biasa bagus. Ini penting dan mendesak, karena informasi ini harus dimiliki negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Tapi peta itu selalu dinamis, jadi tantangannya harus updating terus menerus," kata Danang dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) dengan tema ‘Satu Peta, Satu Data untuk Satu Indonesia’, Senin (5/8).

Danang menjelaskan peta adalah entitas yang sangat dinamis, yang memerlukan pembaruan data dan informasi secara terus-menerus. Pembaruan data dan informasi ini menjadi salah satu pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan oleh kementerian dan lembaga dalam menyokong KSP.

"Ini adalah pekerjaan berkelanjutan yang harus dilakukan oleh kementerian dan lembaga terkait," tambahnya.

Menurutnya, keakurasian data sangat penting, terutama untuk mendukung kegiatan ekonomi dan sosial. Misalnya, peta kerawanan bencana di suatu kota sangat krusial bagi investor dalam menilai risiko investasi mereka.

"Bagaimana iklim usaha di Indonesia bisa terbentuk dengan baik jika peta wilayah belum ada?" ujar Danang.

 


Pekerjaan Rumah

Citra satelit dimanfaatkan untuk membantu Indonesia selama beberapa minggu dan bulan mendatang pascabencana. Di sini, petir dapat dilihat di dekat pulau Kalimantan pada tahun 2014, dari atas Stasiun Angkasa Luar Internasional. (REDI WISEMAN / NASA)

Ia mengakui masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, misalnya penyediaan data dasar melalui citra satelit. Saat ini, Indonesia masih bergantung pada data dari sumber lain yang tidak selalu akurat.

"Untuk negara sebesar Indonesia, kita harus punya citra satelit sendiri, baik untuk pencitraan darat maupun wilayah laut," ungkap Danang.

Tak hanya itu, selain pembaruan data dan informasi dalam KSP, Danang juga menyoroti pentingnya peningkatan sumber daya manusia (SDM) dalam penyelenggaraan informasi geospasial yang akurat.

"SDM-nya harus di-upgrade dan terstandarisasi agar memiliki integritas," tegasnya.

 


Tantangan Geospasial

Citra Satelit wilayah Indonesia (NASA)

Selain itu, pengembangan teknologi juga menjadi kunci dalam menghadapi permasalahan dan mengatasi tantangan geospasial dalam KSP. Menurut Danang, teknologi pemetaan harus berkembang ke arah digital dan akan lebih baik jika menggunakan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) untuk sinkronisasi data dan informasi peta di berbagai wilayah.

"Ada beberapa wilayah yang perlu prioritas seperti Papua. Dari sisi teknis sudah ada rulesnya, namun dari sisi sosial dan tanah adat, masih perlu sinkronisasi di lapangan. Tantangan berikutnya mengenai validasi di lapangan," ujarnya.

Meski demikian, Danang menekankan pentingnya menyesuaikan referensi KSP dengan karakteristik wilayah Indonesia. Ia berharap Indonesia bisa terus maju dalam mengembangkan sistem informasi geospasial yang akurat dan dapat diandalkan demi kemajuan bangsa.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya