Liputan6.com, Jakarta - Latar Belakang tersangka teroris HOK yang masih berusia 19 tahun dan status pelajar akhirnya mulai terungkap, setelah dirinya ditangkap oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri, Rabu (31/7) lalu.
Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri, Kombes Aswin Siregar menyebut tersangka terorisme HOK (19) adalah seorang pelajar yang sempat mendapat bully ketika bersekolah di lembaga pendidikan formal.
Advertisement
"Yang bersangkutan pada saat kelas, SMA kelas satu, itu keluar dari sebuah pondok pesantren ya. Itu setara dengan kelas 1 SMA. Waktu itu yang bersangkutan karena menurutnya dia sering di-bully, sering di-bully dan sering diejek oleh teman-temannya," kata Aswin saat jumpa pers, Senin (5/ 8)
Aswin menambahkan HOK juga berhenti mengenyam pendidikan karena sering mendapat teguran dari pihak sekolah. Alhasil, ketika SD atau SMP, remaja ini sempat disekolahkan di sebuah lembaga pendidikan informal.
“Yang bersangkutan juga sering mendapat teguran karena melakukan berbagai pelanggaran,” kata dia.
Tertutup dari Keluarga
Selain itu, Aswin juga mengungkap terkait kehidupan di rumah HOK yang mulai dirasa keluarga. Setelah terpapar radikal sejak November 2023, kehidupan HOK semakin tertutup pada kisaran Mei 2024 silam.
“Waktu itu yang ditanyakan oleh orang tuanya pada saat itu adalah pembelian 20 liter cairan yang kemudian, dari situ orang tuanya itu merasa anak ini sudah tidak pada jalurnya,” kata dia.
“Sehingga kita juga menanyakan juga, orang tuanya telah dikembalikan dengan kesimpulan dari kita. Saat ini bahwa orangtuanya tidak terlibat dalam suatu organisasi atau jaringan terorisme,” tambah Aswin.
Bahkan, kata Aswin, HOK sempat kedapatan meracik bahan peledak di kamar yang diakuinya hanya sebuah petasan. Padahal saat itu, dia tengah mempelajar untuk pembuatan berbagai macam alat peledak.
“Yang bersangkutan pernah mencoba membuat ledakan itu, yang diakui sebagai bermain petasan waktu itu di dalam kamar. Ketika dia berada di dalam kamar, ini memang kamarnya selalu ditutup, kalau informasi dari keluarganya,” ucap Aswin.
“Orang tuanya tidak boleh ada yang masuk ke dalam kamar atau ke ruang tempat dia menyimpan barang-barang tersebut. Sehingga memang disimpan rapi dan tertutup oleh yang bersangkutan,” sambungnya.
Advertisement
Terpapar Lewat Media Sosial
Sementara itu, Aswin memastikan tersangka HOK turut terpapar paham radikal lewat grup media sosial yang berisi ajaran Daulah Islamiyah atau ISIS. Lewat grup itu, dia mendapat banyak propaganda yang membuatnya nekat melakukan perencanaan teror.
"Banyak sekali video-video yang terkait dengan propaganda ISIS, Daulah Islamiyah, seperti video-video eksekusi, peperangan ISIS, tentang baiat, dan video penjelasan bagaimana tindakan-tindakan ataupun aktivitas yang dilakukan oleh ISIS," ucap dia.
Hanya kisaran waktu tujuh bulan saja, akui Aswin, HOK sudah berani mempelajari bagaimana peracikan bahan peledak. Padahal, pelajar itu tidak pernah bertemu langsung dengan orang-orang yang menjadi admin dalam grup tersebut.
“Yang jelas, dia secara fisik tidak pernah bertemu secara fisik-fisik, atau bertemu darat. Itu semua melalui sosmed,” ujarnya.
Diketahui, dalam penangkapan HOK petugas turut menyita bahan peledak TATP yang merupakan bahan peledak paling sensitif. Bahan itu bisa memiliki daya ledak tinggi atau high explosive. sangat sensitif terhadap benturan, perubahan suhu, dan gesekan
Bahkan karena berbahayanya, TATP kerap dijuluki dengan sebutan 'Mother Of Satan'. Selain bahan peledak ditemukan juya ketapel, jarum kuning, suntikan, hingga gotri.
Sementara soal HOK, dia adalah tersangka teroris yang hendak menebar teror bom di dua rumah ibadah di Malang, Jawa Timur. Namun aksinya berhasil dicegah setelah berhasil ditangkap pada Rabu (31/7) malam.
Atas keterlibatannya, HOK disangkakan Pasal 15 jo Pasal 7 dan atau Pasal 9 undang- undang No. 5 tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi undang-undang.
Sumber: Bachtiarudin Alam/Merdeka.com