Liputan6.com, Beijing - Jumlah pasangan yang menikah di China pada paruh pertama tahun ini mencapai level terendah sejak 2013, menurut data resmi.
Dikutip dari laman VOA Indonesia, Selasa (6/8/2024) tren tersebut terjadi karena semakin banyak anak muda yang memilih untuk menunda pernikahan di tengah kondisi ekonomi yang melambat dan meningkatnya biaya hidup.
Advertisement
Jumlah pernikahan di China erat kaitannya dengan angka kelahiran, dan penurunan ini mungkin mengecewakan para pembuat kebijakan yang berusaha meningkatkan populasi, yang telah menurun selama dua tahun terakhir.
Tercatat adanya 3,43 juta pasangan yang menikah dalam enam bulan pertama tahun ini, turun sebanyak 498.000 dari periode yang sama tahun lalu, menurut data pendaftaran pernikahan.
Pernikahan dianggap sebagai syarat untuk memiliki anak karena berbagai insentif dan kebijakan yang ada, seperti kewajiban bagi orang tua menunjukkan akta nikah saat mendaftarkan anak dan mengakses tunjangan negara.
Banyak anak muda China yang memilih untuk tetap melajang atau menunda menikah karena masa depan pekerjaan yang tidak jelas, dan kekhawatiran tentang masa depan menyusul melambatnya pertumbuhan negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia itu.
Jumlah pernikahan di China terus menurun sejak 2014. Meskipun sedikit mengalami kenaikan pada 2023 setelah pelonggaran pembatasan pandemi, angka pernikahan pada tahun ini diperkirakan akan kembali turun ke level terendah sejak 1980, menurut pakar demografi He Yafu dalam wawancaranya dengan surat kabar yang didukung pemerintah, Global Times.
Faktor Penyebab
He Yafu menjelaskan bahwa penurunan pendaftaran pernikahan disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk berkurangnya jumlah anak muda, ketidakseimbangan jumlah laki-laki dan perempuan yang dapat dinikahi, tingginya biaya pernikahan, dan perubahan sikap masyarakat.
"Tren penurunan angka kelahiran di China dalam jangka panjang akan sulit diubah secara mendasar kecuali kebijakan dukungan persalinan yang substansial diterapkan pada masa depan untuk mengatasi tantangan ini," kata He.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Universitas Urusan Sipil China meluncurkan program sarjana baru di bidang perkawinan untuk mengembangkan industri dan budaya terkait.
Namun, langkah ini mendapatkan cemoohan dari pengguna media sosial yang mempertanyakan relevansi kursus semacam itu mengingat penurunan angka perkawinan.
Advertisement