Liputan6.com, Jakarta Sejumlah pelaku usaha mikro, kecil, hingga menengah menyatakan larangan penjualan rokok pada radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak mematikan usaha. Ketentuan tersebut tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28/2024 yang baru saja disahkan dan mengakibatkan pedagang sangat dirugikan atas aturan ini.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Mujiburrohman, menyesalkan adanya aturan zonasi tersebut yang dinilai memberatkan di lapangan.
Advertisement
“Aturan ini hanya dapat dijalankan dari sisi kesehatan, sementara konsekuensinya berimbas pada omzet pedagang yang akan menurun drastis,” serunya dikutip Selasa (6/8/2024).
Sepanjang pembentukan aturan, APPSI juga tidak pernah dilibatkan. Padahal, banyak ketentuan yang akan sulit diterapkan. Yang mungkin terjadi justru penjualan rokok akan dilakukan sembunyi-sembunyi, penjualan pedagang turun, dan setoran cukai kepada pemerintah tergerus.
Mujiburrohman mengatakan selama ini rokok menjadi komoditas penyumbang omzet terbesar bagi pedagang pasar. Ia juga mempertanyakan urgensi dari aturan ini dan menilai adanya PP Kesehatan hanya akan memperparah kondisi pelaku usaha yang sebelumnya masih merangkak keluar dari masa pandemi.
“Aturan ini hanya akan merugikan para pedagang dan rakyat kecil, jadi malah mengorbankan pedagang kecil hanya untuk aturan yang pelaksanaannya saja masih belum jelas,” sesalnya.
Pedagang Cemaskan Nasib
Pedagang pun mengeluhkan aturan ini dan khawatir dengan nasibnya kelak. Aturan ini dikhawatirkan akan mematikan pedagang pasar. Beberapa mengatakan mereka sudah membangun usaha jauh lebih lama dari satuan pendidikan atau tempat bermain anak yang baru dibuat belakangan.
“Saya tidak tahu masalahnya di mana. Padahal berjualan pun gak ke anak-anak, selalu saya cek. Kalau kayak begini sama saja mau mematikan usaha kami,” keluh Samsul, pedagang warung kelontong Madura di Jakarta Selatan.
Bagi Samsul, aturan yang akan diberlakukan menjadi sangat menyesatkan dan tidak berdasar. Bukan hanya itu, ia juga mengkhawatirkan pelaksanaannya di lapangan. “Lagian kalau mau dijalankan, pengawasannya bagaimana? Masa mau main sidak begitu saja. Baiknya aturan-aturan seperti ini dipikirkan lagi, jangan sampai malah kita-kita pelaku usaha kecil yang kena imbasnya,” katanya.
Samsul pun berharap pemerintah memikirkan ulang aturan ini karena sudah banyak sekali keresahan yang dirasakan sesama pedagang warung di sekitarnya. “Semua kena imbasnya, jangan sampai kondisi masyarakat semakin terpuruk dari PP Kesehatan ini,” tegasnya.
Pengusaha Was-Was Rokok Ilegal Makin Menjamur, Ini Gara-garanya
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang diterbitkan 29 Juli 2024 mendapat tanggapan dari Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Surabaya.
Ketua Gapero Surabaya, Sulami Bahar mengatakan klausul pada PP 28/2024, mengatur antara lain larangan bahan tambahan, batasan tar dan nikotin di setiap batang rokok, larangan menjual eceran atau batangan, larangan menjual di radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, larangan menjual produk tembakau kepada orang yang berusia di bawah 21 tahun, besaran gambar peringatan kesehatan di kemasan 50%, waktu iklan di media penyiaran dari pukul 22.00-05.00.
"Klausul pengaturan tersebut sangat menakutkan bagi ekosistem pertembakauan terutama Bagian Kedua Puluh Satu Pengamanan Zat Adiktif. Hal ini seolah membuat tembakau sebagai barang terlarang. Kendati demikian, kami akan mematuhi mandat dalam PP 28/2024 untuk dijalankan dengan baik," tegas Sulami Bahar dihubungi di Jakarta, Minggu (4/08/2024).
Merujuk data Gapero Surabaya, saat ini jumlah industri hasil tembakau (IHT) legal di Jawa Timur mencapai 538 industri, dengan jumlah buruh sekitar 186 ribu tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja tersebut mencapai 60 persen terhadap nasional yang mencapai sekitar 360 ribu tenaga kerja. Adapun jumlah produksi rokok saat ini secara nasional sebesar 364 miliar batang per tahun.
Menurut Sulami Bahar, dengan perjalanan waktu jumlah tersebut turun terus, pasti akan terjadi gulung tikar.
"Mengingat IHT legal nasional saat ini padat aturan (fully regulated), mulai dari Undang Undang sampai Peraturan Daerah, belum lagi kebijakan cukai yang restriktif. Ditambah terbitnya PP 28/2024 akan semakin memberatkan kelangsungan usaha industri pertembakauan nasional," terang Sulami Bahar.
Advertisement
Massifnya Rokok Ilegal
Menurut Sulami Bahar, pengaturan yang restriktif termasuk terbitnya PP 28/2024 yang mengatur rokok legal tersebut akan makin memperburuk kelangsungan usaha industri hasil tembakau legal secara nasional, sehingga akan makin meningkatnya peredaran rokok ilegal.
Rokok ilegal diketahui menjadi penyebab kerugian pendapatan negara sekaligus penghambat berkembangnya industri rokok nasional.
Mengutip data Ditjen Bea dan Cukai, bahwa tingkat peredaran rokok ilegal tahun 2023 mengalami peningkatan menjadi 6,86%. Angka itu menunjukkan ada potensi penerimaan negara yang tidak terselamatkan senilai Rp15,01 triliun.
"Maraknya peredaran rokok ilegal di Indonesia tak lepas dari harga rokok yang dianggap semakin mahal di pasaran. Harga rokok terus melambung dari tahun ke tahun seiring tarif cukai yang meningkat, sehingga konsumen beralih ke rokok murah/rokok ilegal," kata Sulami Bahar.