Alat Kontrasepsi Hanya untuk Remaja Menikah, Menkes Budi: Cegah Stunting dan Kematian Balita

Kontroversi Alat Kontrasepsi untuk Remaja: Solusi atau Masalah Baru? Ini Jawaban Menkes RI, Budi Gunadi Sadikin

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 06 Agu 2024, 17:53 WIB
Pasal 103 PP Nomor 28/2024: Alat Kontrasepsi Hanya untuk Remaja Menikah (Liputan6.com/Gempur M. Surya)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) menegaskan bahwa pemberian alat kontrasepsi bagi remaja ditujukan untuk mereka yang sudah menikah. Hal ini diatur dalam Pasal 103 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Tujuan dari inisiatif ini adalah untuk membantu remaja yang menikah menunda kehamilan hingga mereka siap secara fisik dan mental.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Siti Nadia Tarmizi, menjelaskan bahwa langkah ini diambil karena masih banyak terjadi perkawinan di usia anak dan remaja. "Pasal 109 juga mengatur pemberian layanan kontrasepsi pada pasangan usia subur," katanya seperti dikutip dari Antara pada Selasa, 6 Agustus 2024.

Program ini merupakan upaya komprehensif berdasarkan siklus kehidupan, mengingat kebutuhan kesehatan reproduksi berbeda di setiap tahap kehidupan.

Namun, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, menilai bahwa penyediaan alat kontrasepsi untuk pelajar bertentangan dengan amanat pendidikan nasional yang berasaskan budi pekerti luhur dan norma agama. "Penyediaan fasilitas kontrasepsi bagi siswa sama saja dengan membolehkan tindakan seks bebas," ujarnya.

Dia menekankan pentingnya memberikan edukasi kesehatan reproduksi yang berlandaskan norma agama dan budaya ketimuran.

 


Penegasan Menkes: Alat Kontrasepsi untuk Remaja yang Sudah Nikah

Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, menekankan pentingnya penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja yang menikah dini sebagai upaya untuk menurunkan angka kematian balita dan mencegah stunting.

Kontrasepsi ini ditujukan untuk remaja yang menikah dini. "Kan tidak bisa dilarang orang nikah," kata Budi di Puskesmas Tebet Jakarta Selatan, Selasa.

Penegasan ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan yang merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. PP tersebut menimbulkan kontroversi karena mengatur penyediaan alat kontrasepsi untuk pelajar.

Budi mengungkapkan bahwa tingginya angka pernikahan usia dini di Indonesia menjadi salah satu penyebab masih maraknya kasus stunting.

Menurut Budi, ibu hamil di bawah umur 20 tahun berisiko tinggi melahirkan bayi yang tidak sehat dan cenderung mengalami stunting. "Kematian ibu dan bayi juga tinggi," katanya.

Untuk itu, Budi menegaskan bahwa edukasi bagi remaja yang menikah dini sangat penting untuk menurunkan angka kematian balita dan kasus stunting. Pemerintah akan bekerja sama dengan kepala daerah untuk memastikan program ini tepat sasaran.

Budi pun menekankan bahwa alat kontrasepsi ini bukan untuk pelajar, tapi untuk mereka yang menikah di usia sekolah,"Budaya kita masih banyak di daerah-daerah yang menikahkan anak usia sekolah. Itu targetnya."

 


Solusi dan Pendekatan Jalan Tengah terkait Alat Kontrasepsi untuk Pelajar

Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, menyatakan bahwa perlu dicari solusi yang menjembatani perspektif agama dan kesehatan. "Ada pandangan dari sisi kesehatan dan etik agama yang sering kali bertolak belakang," kata Moeldoko. Ia mendorong otoritas terkait untuk menemukan jalan tengah yang dapat diterima oleh semua pihak.

Juru Bicara Kemenkes, Mohammad Syahril, menjelaskan bahwa penyediaan alat kontrasepsi hanya ditujukan bagi remaja yang sudah menikah untuk menunda kehamilan hingga usia yang aman.

"Pernikahan dini meningkatkan risiko kematian ibu dan anak serta stunting," ujarnya. Aturan lebih rinci akan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan untuk menghindari multitafsir.

Pendidikan Seksual dan Moralitas AnakJaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) berpendapat bahwa anak lebih membutuhkan edukasi mengenai kesehatan reproduksi daripada penyediaan alat kontrasepsi.

Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, menyatakan bahwa aturan ini dapat memicu polemik dan merusak moralitas anak.

Ia menilai pentingnya pendidikan seksual yang memperkuat penyuluhan kesehatan reproduksi di sekolah daripada memberikan alat kontrasepsi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya