Liputan6.com, Jakarta - Tim Densus 88 Antiteror Polri mendalami proses rekrutmen jaringan terorisme melalui media sosial atau medsos. Hal itu menyusul penangkapan remaja terduga teroris berinisial HOK yang nyatanya memiliki semangat paham radikal hasil interaksi grup medsos.
"Nah ini memang kita sedang dalami bagaimana proses rekrutmen yang bersangkutan dilakukan di dalam grup-grup tersebut, sampai dengan muncul keinginan yang bersangkutan untuk melakukan penyerangan terhadap tempat ibadah agama lain yang dianggap kafir di dalam ajaran atau di dalam paham yang dia pelajari tersebut,” tutur Kabag Renim Densus 88 Antiteror Polri Brigjen Aswin Siregar di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (5/8/2024).
Advertisement
Aswin menyebut, propaganda paham radikalisme dan terorisme di sosial media nyatanya dapat membawa seseorang ke arah yang salah dalam waktu singkat. Hal itu seperti yang terjadi pada terduga teroris HOK.
“Nah profiling ini kami anggap penting, dari tim Densus 88 menginginkan hal ini disampaikan kepada masyarakat semua, bahwa keterlibatan yang bersangkutan di dalam tindak pidana terorisme ini dipicu interaksi dari sosial media, kemudian pengawasan juga yang kurang dari pihak keluarga terhadap yang bersangkutan sehingga memicu atau peluang yang besar terhadap yang bersangkutan untuk terlibat dalam sebuah tindak pidana terorisme,” jelas dia.
HOK sendiri mulai mempelajari paham radikal ISIS pada November 2023. Memasuki April atau Mei 2024, dia sudah masuk dalam tahap membeli bahan peledak untuk merakit bom.
“Sehingga baru kemarin kita sama-sama lihat bahwa sebuah proses ya terjadi terhadap seorang remaja, dari mulai mendapatkan informasi salah tersebut, sampai dengan terpapar dan termotivasi untuk melakukan bom bunuh diri. Semuanya hanya dalam kurun waktu kurang lebih enam hingga tujuh bulan saja,” Aswin menandaskan.
Terafiliasi dengan Jaringan ISIS via Online
Terduga pelaku teroris yang diamankan merupakan anggota kelompok Daulah Islamiyah dan masih terafiliasi dengan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).
"Bahwa penyelidikan atau pengumpulan informasi yangtelah dilakukan oleh densus 88 mendapatkan bahwa HOK merupakan seorang simpatisan Daulah Islamiyah, dalam hal ini ISIS, yang bersangkutan sudah berbaiat," ujar Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri Kombes Pol Aswin Siregar.
Dia menyebut terduga pelaku teroris yang masih berstatus sebagai pelajar itu belum bergabung secara online.
"Baiat dilakukan secara online oleh yang bersangkutan menggunakan salah satu aplikasi media sosial. Berbaiat kepada Amir Daulah Islamiyah ISIS," terang Aswin.
Dalam situs online tersebut, lanjut dia, berisikan propaganda berisikan aksi bom bunuh diri yang merupakan landasan dari jaringan Daulah Islamiyah.
"Yang bersangkutan merencanakan, tersangka ini merencanakan untuk melakukan bom bunuh diri di daerah Batu, Malang, Jawa Timur," papar Aswin.
Dia menerangkan, terduga pelaku teroris berinisial HOK (19) itu membeli bahan baku peledak lalu dikirim ke kediamannya.
Hal itu pun rupanya diketahui oleh orang tua terduga pelaku teroris. Tidak hanya itu, orang tua pelaku rupanya juga turut mengetahui proses pembuatan dan tindakan HOK.
"Menurut pengakuannya yang sementara sedang kita dalami, bahwa pemesanan, kemudian pembuatan, pemesanan itu menggunakan alamat di rumah, kemudian juga pembuatan di rumah, dan itu diketahui oleh orang tua atau keluarga yang bersangkutan," ujarnya.
Advertisement
Kelompok Baru
Pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh, Aceh, Al Chaidar menyebut Daulah Islamiyah merupakan kelompok baru yang berasal dari gabungan anggota Jamaah Islamiyah (JI) dan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang sudah membubarkan diri.
"Iya itu kelompok baru yang tidak lagi JAD tapi kelompok yang masih terafiliasi kepada ISIS," kata Al Chaidar kepada Liputan6.com.
Chaidar mengatakan kelompok tersebut sudah ada sejak Juni 2023 dan mulai bergerak sejak akhir tahun tersebut.
Daulah Islamiyah ini, kata dia, lebih banyak mengincar rumah ibadah untuk aksi terorisme karena terafiliasi dengan JI.
"Ya kalau JAD itu memang (mengincar) polisi dan ya rumah ibadah beberapa tapi tidak banyak. Kalau yang sekarang ini karena memang banyak diafilias JI mereka lebih banyak mengincar rumah-rumah ibadah," ujar dia.
Ia mengatakan, sebenarnya jaringan teroris masih banyak. Sebab banyak Jemaah Islamiyah yang tidak ikut serta dalam pembubaran tersebut. Kemudian mereka beralih dan afiliasi kepada ISIS.
"Nah yang ISIS ini yang masih banyak yang bersembunyi dan ya akan sering tertangkap karena mereka lebih mudah terekspos ketimbang Jamaah Islamiyah karena mereka juga sering menggunakan telegram itu mudah untuk dideteksi," tandasnya.
Incar Generasi Muda
Al Chaidar mengatakan Daulah Islamiyah ini kembanyakan mengincar generasi muda seperti pelajar dan mahasiswa untuk direkrut. Sebab mereka dinilai masih gampang dipengaruhi.
"Iya yang muda, yang mahasiswa, yang pelajar, yang pelajar kenalnya agak sedikit mereka rekrut tapi terakhir-akhir ini memang sudah memperlihatkan bahwa yang perlajar itu ternyata mudah terpancing juga sehingga mereka pada akhirnya dirrekrut juga gitu biasanya yang mahasiswa," ujar Chaidar.
Namun, kata Chaidar, umumnya anak-anak muda itu hanya bermodal semangat untuk bergabung dengan kelompok teroris tersebut tanpa memiliki ilmu yang cukup.
"Ya kebanyakan memang yang baru direkrut itu yang masih muda-muda dan mereka agak serampangan agak redflag gitu agak teledor dan umumnya memang mereka hanya bermodal semangat saja bergabung dengan kelompok teroris tapi tidak memiliki ilmu sekuriti yang cukup sehingga mereka mudah terekspos," kata Chaidar.
Advertisement