Liputan6.com, Jakarta Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop dan UKM) mencatat bahwa 50% impor tekstil dan produk tekstil (TPT) dari China tidak tercatat masuk di Indonesia.
Advertisement
Plt Deputi Bidang UKM KemenKopUKM Temmy Setya Perman mengungkapkan, hal itu karena adanya gap antara nilai ekspor China ke Indonesia dan data impor dari China yang tercatat di dalam negeri.
Ia membeberkan, pada tahun 2022 nilai produk tekstil China ke Indonesia mencapai Rp 29,5 triliun.
“Ada 50 persen nilai di produk tidak tercatat. Artinya angka ekspor yang masuk dari produk kita tidak seimbang,” ungkap Temmy,” ujar Temmy kepada media di Gedung Kemenkop dan UKM, Selasa (6/8/2024).
“(Oleh karena itu) kita menduga, ini mengindikasikan ada produk yang masuk secara ilegal,” lanjutnya.
Data ekspor China ke Indonesia hampir 3 kali lipat lebih besar dibandingkan nilai impor Indonesia dari China. Sehingga muncul selisih yang besar pada kode HS nomor 61-63.
Negara Rugi
Kemenkop UKM memperkirakan, impor ilegal secara keseluruhan dapat menyebabkan kehilangan potensi serapan tenaga kerja sebanyak 67.000 dengan total pendapatan karyawan Rp 2 triliun per tahun.
Temmy lebih lanjut menyampaikan bahwa pihaknya merekomendasikan kebijakan pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) sebesar 200% hanya untuk produk yang dikonsumsi akhir atau pada kode HS 58-65.
“Jadi memang 200 persen itu oke, tapi kita mengusulkan agar hati-hati pada produk akhir bukan terhadap bahan baku, industri sehingga industri tetap berkembang,” jelasnya.
“Batasnya adalah barang-barang konsumsi akhir (seperti) tas, kosmetik, pakaian,” imbuh Temmy.
Produk Impor Ilegal Bikin Rugi Pajak Rp 6,2 Triliun
Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM) menduga 50 persen impor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) asal China tidak tercatat. Produk impor TPT yang tidak terdaftar itu merupakan barang ilegal.
Hal itu Plt. Deputi Bidang UKM KemenKopUKM, Temmy Setya Permana saat acara Sharing Session terkait Serbuan Produk Impor di Kantor Kemenkop UKM, Jakarta, Selasa (6/8/2024). "Ada 50 persen nilai impor yang tidak tercatat, artinya kita menduga mengindikasikan ada produk yang masuk secara ilegal karena tidak tercatat," ujar Temmy.
Temmy menuturkan, potensi impor tidak tercatat terbesar pada HS (60-63) berupa pakaian jadi. "Terdapat selisih yang besar pada HS Code pakaian jadi (61-63)," ujar Temmy.
Adapun potensi kerugian atas impor TPT asal China yang tidak tercatat mencapai sekitar Rp 29,7 triliun pada 2021. Angka estimasi kerugian ini diperoleh dari proyeksi total ekspor China ke Indonesia mencapai Rp58,1 triliun, sementara yang tercatat secara resmi hanya Rp28,4 triliun.
Sedangkan, potensi kerugian atas impor TPT asal China yang tidak tercatat sekitar Rp 29,5 triliun pada 2022. Prediksi kerugian ini diperoleh dari proyeksi total ekspor China ke Indonesia mencapai Rp61,3 triliun, sementara yang tercatat secara resmi hanya Rp31,8 triliun.
Secara luas, serbuan produk impor ilegal tersebut juga berdampak pada kehilangan potensi serapan 67 ribu tenaga kerja dengan total pendapatan karyawan Rp 2 triliun per tahun. Selain itu, terdapat potensi kehilangan PDB multi sektor TPT sebesar Rp11,83 triliun per tahun.
"Ada juga kerugian negara pada sektor pajak sekitar Rp6,2 triliun terdiri dari pajak Rp1,4 triliun dan Bea Cukai Rp4,8 triliun," ujar dia.
Advertisement