Liputan6.com, Cilacap - Berat badan memiliki perhatian tersendiri bagi kaum hawa. Biasanya seorang wanita akan merasa sedih jikalau berat badannya tidak ideal. Beragam upaya dilakukan untuk mencapai berat badan ideal tersebut.
Berat badan ideal memang identik dengan kecantikan dan keindahan (estetika) yang membuat kaum hawa tampil percaya diri.
Sebenarnya, bagi yang memiliki berat badan berlebih alias gemuk jikalau menginginkan hal yang ideal banyak cara-cara aman untuk ditempuh, misalnya menjaga pola makan dan berolah raga.
Baca Juga
Advertisement
Namun dewasa ini kebanyakan kaum hawa lebih memilih cara praktis atau cepat untuk mendapatkan berat badan ideal, salah satunya dengan cara sedot lemak atau ipoplasti.
Ipoplasti merupakan prosedur pembedahan yang menggunakan teknik hisap untuk menghilangkan lemak dari area tubuh tertentu demi tujuan estetika sekaligus juga sebab pertimbangan kesehatan (medis).
Berkaitan dengan hal ini, pertanyaannya ialah bagaimana hukumnya dalam Islam melakukan tindakan sedot lemak?
Simak Video Pilihan Ini:
Hukum Sedot Lemak
Menukil NU Online, hukum lipoplasti atau operasi sedot lemak dapat berbeda-beda tergantung dengan tujuannya. Secara garis besar sedot lemak dapat diklasifikasikan dalam dua tujuan utama, pertama sedot lemak yang dilakukan untuk tujuan kecantikan dan penampilan, dan kedua dilakukan untuk tujuan pengobatan.
Sedot lemak untuk kecantikan dan penampilan
Sedot lemak yang dilakukan untuk sekadar memperbaiki penampilan tanpa motif atau kebutuhan kesehatan yang memerlukan pembedahan, seperti sedot lemak dengan tujuan mempercantik wajah dengan mengencangkan kerutan, mengencangkan perut, menghilangkan lemak di bokong, dan lain sebagainya. Hukum sedot lemak dengan tujuan ini adalah tidak diperbolehkan.
Tujuan sedot lemak yang hanya untuk memperindah penampilan, dianggap tidak perlu dalam Islam, sehingga hukumnya haram karena termasuk mengubah bentuk ciptaan Allah swt tanpa ada kebutuhan, serta dianggap melukai tubuh tanpa alasan mendesak.
Selain itu, operasi sedot lemak juga perlu mempertimbangan risiko yang dapat terjadi seperti masalah pada organ tubuh seperti jantung, paru-paru, dan ginjal. Risiko lain seperti mati rasa, iritasi pada saraf, kulit menjadi kendur, emboli lemak dan sebagainya (halodoc.com), sehingga jika tidak ada tujuan yang mendesak, operasi ini hendaknya tidak dilakukan.
Dalam Tafsir Al-Qurthubi dijelaskan, tidak boleh mengubah sedikitpun sifat yang telah Allah ciptakan manusia, dengan menambah atau menguranginya, dengan tujuan memperbaiki penampilan untuk suami atau orang lain, baik mengerik giginya atau merenggangkannya, atau memiliki gigi tambahan, lalu dicabut, atau memiliki gigi yang panjang, kemudian dipotong.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka orang yang diciptakan dengan jari tambahan atau anggota tubuh tambahan, maka dia tidak boleh memotong atau mencabutnya. Karena itu adalah merubah ciptaan Allah, kecuali jika anggota tambahan tersebut menimbulkan rasa sakit pada dirinya, maka tidak masalah menghilangkannya. (Muhammad Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, [Beirut, Muassasah Ar-Risalah: 2006], juz VII, halaman 145).
Sedangkan berkaitan dengan melukai diri, Imam Al-Ghazali berkomentar dalam pembahasan melubangi telinga bayi bahwa hukumnya tidak boleh karena termasuk tindakan melukai tanpa kebutuhan, kecuali jika ada anjuran khusus dalam syariat.
وَاعْلَمْ أَنَّ الْغَزَالِيَّ وَغَيْرَهُ صَرَّحُوا بِحُرْمَةِ تَثْقِيبِ آذَانِ الصَّبِيِّ أَوْ الصَّبِيَّةِ لِأَنَّهُ إيلَامٌ لَمْ تَدْعُ إلَيْهِ حَاجَةٌ إلَّا أَنْ يَثْبُتَ فِيهِ رُخْصَةٌ مِنْ جِهَةِ نَقْلٍ
Artinya, “Ketahuilah bahwa Al-Ghazali dan lainnya menegaskan keharaman melubangi telinga anak kecil, laki-laki maupun perempuan, karena itu tindakan menyakiti yang tidak dibutuhkan, kecuali ada keringanan hukum yang dikutip oleh dalil.” (Ar-Ramli, Nihayatul Muhtaj, [Mesir, Mushthafa Al-Babi Al-Halabi: 1967], juz VIII, halaman 33).
Advertisement
Hukum Sedot Lemak untuk Pengobatan
Sedot lemak yang dilakukan untuk tujuan pengobatan hukumnya diperbolehkan dalam Islam. Dalam beberapa kasus, tindakan ini dapat digunakan untuk mengobati kondisi kesehatan tertentu, seperti lymphoedema, yaitu kondisi jangka panjang yang dapat menyebabkan pembengkakan di lengan dan kaki.
Dalam kajian fiqih, hukum operasi sedot lemak dengan tujuan untuk pengobatan adalah diperbolehkan, sebagaimana pengobatan yang lainnya, dengan beberapa ketentuan: Pertama, terdapat sakit yang memerlukan prosedur sedot lemak.
Tindakan operasi yang dapat mengubah bentuk ciptaan Allah swt hukumnya dapat diperbolehkan dengan ketentuan harus didasari adanya sakit yang membutuhkan pengobatan. Dalam kitab Fathul Bari disebutkan:
Pertama, terdapat sakit yang memerlukan prosedur sedot lemak. Tindakan operasi yang dapat mengubah bentuk ciptaan Allah swt hukumnya dapat diperbolehkan dengan ketentuan harus didasari adanya sakit yang membutuhkan pengobatan. Dalam kitab Fathul Bari disebutkan:
وَيُسْتَثْنَى مِنْ ذَلِكَ مَا يَحْصُلُ بِهِ الضَّرَرُ وَالْأَذِيَّةُ كَمَنْ يَكُوْنُ لَهَا سِنٌّ زَائِدَةٌ أَوْ طَوِيْلَةٌ تَعِيْقُهَا فِي الْأَكْلِ أَوْ أُصْبُعٍ زَائِدَةٍ تُؤْذِيْهَا أَوْ تُؤْلِمُهَا فَيَجُوْزُ ذَلِكَ إهـ
Artinya, “Dikecualikan dari larangan merubah ciptaan Allah, keadaan yang menimbulkan bahaya dan menyakitkan, seperti seseorang yang mempunyai gigi tambahan atau gigi panjang sehingga menghalanginya untuk makan, atau adanya jari tambahan yang menyakitkan, maka menghilangkan hal tersebut diperbolehkan.” (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari, [Beirut, Darul Fikr: 1993], juz X, halaman 378).
Kedua, risiko operasi sedot lemak harus lebih ringan dibandingkan risiko membiarkan tubuh dalam keadaan obesitas. Jika sedot lemak memiliki risiko yang sebanding atau bahkan lebih tinggi dari dampak buruh obesitas, maka hukumnya tidak diperbolehkan.
Operasi sedot lemak yang akan dijalankan harus benar-benar aman secara medis. Karena itu, prosedur sedot lemak harus ditangani oleh dokter ahli agar tidak terjadi kesalahan yang dapat membahayakan diri. Dalam kitab Asnal Mathalib disebutkan:
وَلَوْ غَلَبَتْ السَّلَامَةُ فِي قَطْعِ السِّلْعَةِ وَ) فِي (الْمُدَاوَاةِ) عَلَى خَطَرِهِمَا (جَازَ) ذَلِكَ لِأَنَّهُ إصْلَاحٌ بِلَا ضَرَرٍ (وَإِلَّا) بِأَنْ غَلَبَ التَّلَفُ أَوْ اسْتَوَى الْأَمْرَانِ أَوْ شَكَّ (فَلَا) يَجُوزُ ذَلِكَ لِأَنَّهُ جُرْحٌ يُخَافُ مِنْهُ فَكَانَ كَجُرْحِهِ بِلَا سَبَبٍ
Artinya, “(Jika kemungkinan selamat lebih besar dalam pemotongan daging tumbuh dan) dalam (praktik pengobatan) daripada bahaya risikonya (maka hukumnya diperbolehkan) karena hal itu merupakan perbaikan yang tidak membahayakan (sebaliknya) jika risikonya lebih besar atau sebanding, atau masih diragukan (maka hukumnya tidak) boleh karena termsuk tindakan melukai yang mengkhawatirkan, jadi hukumnya seperti melukai diri tanpa ada alasan.” (Zakariya Al-Anshari, Asnal Mathalib, [Beirut, Darul kutub Al-Ilmiyah: 2000], juz IV, halaman 421).
Simpulan Hukum
Sedot Lemak yang Boleh dan yang Tidak Boleh Jadi, hukum sedot lemak dalam pandangan Islam diperinci menjadi dua:
1. Sedot lemak yang dilakukan untuk sekadar memperbaiki penampilan, hukumnya tidak boleh karena dianggap mengubah bentuk ciptaan Allah tanpa ada kebutuhan yang dibenarkan serta termasuk melukai diri tanpa sebab yang dilegalkan.
2. Sedot lemak yang dilakukan untuk pengobatan, hukumnya dibolehkan dengan ketentuan terdapat sakit yang memerlukan pengobatan dengan prosedur sedot lemak, serta risiko yang ditimbulkan harus lebih rendah dari risiko penyakit yang diderita. Wallahu a’lam.
Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
Advertisement