Liputan6.com, Jakarta Kementerian Koperasi dan UKM menilai penggabungan TikTok dan Tokopedia tidak menguntungkan UMKM di dalam negeri.
Pasal, produk-produk yang dijual di dalam platform gabunhan e-commerce tersebut masih didominasi oleh barang impor.
Advertisement
Direktur Utama Smesco Indonesia, Wientor Rah Mada menyebut, akuisisi Tokopedia oleh TikTok juga merugikan pekerja di Indonesia menyusul pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sekitar 450 karyawan lokal dari perusahaan itu.
“Apakah UMKM mendapatkan keuntungan? hanya ada satu program yang sampai saat ini berjalan, yaitu program Beli Lokal, tetapi isinya ada yang bukan produk lokal,” ungkap Wientor dalam paparan di Kemenkop UKM di Jakarta, dikutip Rabu (7/8/2024).
Dalam kesempatan itu, Staf Khusus Menteri bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif Kemenkop UKM, Fiki Satari menyoroti banyaknya produk lokal yang dijual di platform Tokopedia sebelum diakuisisi oleh TikTok.
Namun setelah akuisisi, terjadi perubahan dengan maraknya penjualan barang dengan harga yang sangat murah (predatory pricing) dan produk impor meningkat.
Ketentuan Permendag
Fiki menjelaskan, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 mewajibkan platform e-commerce untuk mencantumkan nomor impor resmi pada produk impor yang dijual.
Namun di lapangan, masih banyak penjual yang tidak mematuhi aturan tersebut.
“Ini menjadi PR. Kami berharap ke depan harus ada komite khusus yang memang dibuat sehingga publik bisa melaporkan apabila ada satu platform yang tidak mengikuti aturan tersebut bisa diberikan sanksi,” pungkasnya.
Terungkap, Aplikasi Temu 3 Kali Coba Daftar Izin Usaha di Indonesia
Staf Khusus Menkop-UKM Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif Fiki Satari mengungkapkan aplikasi besutan China yakni Temu telah mendaftarkan izin usaha di Indonesia melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Pendaftaran izin usaha itu dilakukan sekitar tiga kali.
"Temu itu sudah mendaftar sebanyak 3 kali sejak September 2022, terakhir Juli kemarin," tutur Fiki dalam acara Sharing Session terkait Serbuan Produk Impor di Kantor Kemenkop UKM, Jakarta, Selasa (6/8/2024).
Namun, pemerintah belum keluarkan izin usaha aplikasi Temu di Indonesia. Hal ini seiring sudah ada bisnis merek dengan nama serupa yang beroperasi di Indonesia.
Pihaknya tetap mewaspadai potensi masalah perubahan merek atau rebranding agar memperoleh izin usaha di Indonesia. Mengingat, praktek rebranding merek tersebut marak dipakai perusahaan global.
"Sehingga, potensi masuknya ini aplikasi tetap ada. Seperti TikTok ini namanya berbeda untuk di negara asalnya," ujar dia.
Advertisement
Dianggap Berbahaya
Fiki mengatakan, bisnis aplikasi Temu sendiri sangat berbahaya bila diizinkan untuk beroperasi di Indonesia. Mengingat, harga barang atau produk yang ditawarkan merupakan harga pabrik yang membuat UMKM domestik sulit bersaing.
Selain itu, dalam aplikasi Temu ini tidak diketahui siapa pedagang maupun asal barang yang diperjualbelikan tersebut. Sehingga, membuka peluang munculnya serbuan barang impor ilegal seperti pada saat awal kemunculan TikTok Shop di Indonesia.
"Temu ini kita sudah dapat datanya, ini platform yang digambarkan satu platform yang bisa makan perusahaan global selevel TikTok, ByteDance," ujar dia.
Aplikasi Temu merupakan platform e-commerce asal China yang menawarkan berbagai produk mulai dari fashion, elektronik, hingga kebutuhan rumah tangga. Di Temu, masyarakat bisa membeli berbagai produk dengan harga yang sangat terjangkau.
Temu memberlakukan model bisnis direct-to-consumer (D2C), yang memungkinkan produsen menjual langsung kepada konsumen tanpa perantara. Dengan ini, aplikasi Temu ini memungkinkan pengguna untuk berbelanja secara online dengan pengalaman yang mudah dan efisien